Beranda Mimbar Ide Memandang Bumi Sebagai Ibu Dalam Peringatan Hari Ibu

Memandang Bumi Sebagai Ibu Dalam Peringatan Hari Ibu

0
Engki Fatiawan

*Oleh : Engki Fatiawan

22 Desember merupakan tanggal yang memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Tanggal ini merupakan hari peringatan sosok perempuan yang paling berjasa yakni seorang ibu. Sosok ibu merupakan sosok yang tak mampu didefinisikan kasih sayangnya karena dia bertaruh nyawa dalam menghadirkan seorang anak ke muka bumi.

Antara seorang ibu dan Tuhan memiliki kedekatan tersendiri karena ruh manusia ditiupkan dalam tubuhnya. Olehnya itu muncul sebuah pernyataan bahwa murka ibu adalah murka Tuhan, kutukannya adalah kenyataan. Kemudian dalam sebuah pertanyaan oleh sahabat Rasulullah mengenai siapakah yang dihormati di bumi ini, maka Rasulullah menjawab “ibumu”, berulang tiga kali pertanyaan dan tetap jawabannya adalah “ibumu”, baru kemudian ayahmu. Dari pernyataan diatas kedudukan seorang perempuan (ibu) memiliki tempat yang khusus di sisi Yang Maha Kuasa.

Lalu apa hubungan antara ibu dan bumi? Atau apa hubungan antara perempuan dan ekologi?

Antara perempuan dan bumi memiliki kesamaan yaitu sama-sama makhluk dan sama-sama objek oleh kaum patriarki. Perempuan dan bumi adalah dua objek yang tak mampu berkata-kata dan tak mampu melawan jika ditindaki oleh laki-laki. Sehingga untuk menjadi lawan tanding maka muncullah kelompok feminism, jika disambungkan dengan alam menjadi ekofeminisme.

Kerusakan alam terutama di bumi pada dasarnya dilakukan oleh tangan-tangan manusia. Hal ini terjadi karena tingkat kepuasan manusia tidak pernah mencapai pada titik kepuasan yang diinginkan, selalu saja ada keinginan jika kepuasan yang lain sudah terpenuhi. Kemudian gaya hidup modern yang eksploitatif juga menjadi pemicu utama. Bumi dipandang sebagai objek bukan sebagai subjek.

Bumi sebagai ibu merupakan sebuah metafora dalam kebudayaan sepanjang sejarah. Salah satu suku yang menggunakan metafora tersebut adalah suku Kajang. Masyarakat Kajang memandang bumi (tanah) sebagai anrong (ibu) sehingga tanah sangat dihargai dan tidak boleh dicemari. Bahkan tidak ada hijab yang memisahkan antara tubuh manusia dengan tanah yang diinjak. Olehnya itu, orang-orang Kajang dalam kawasan Ammatoa tidak menggunakan sandal sebagai bentuk penghormatan dan kedekatan terhadap ibu (dalam artian tanah).

Salah satu sebab dikatakannya bumi sebagai ibu adalah karena bumi/tanah yang menumbuhkan kehidupan baik di dalam maupun di permukaan. Tanah menumbuhkan tumbuhan, didalamnya ada berbagai macam mikroorganisme yang bermanfaat. Tanah memberikan kehidupan bagi manusia yakni berasal dari tanaman dan hewan yang dimanfaatkan sebagai sandang, pangan, dan papan. Selain itu, jika merujuk pada penciptaan jasad manusia yakni tubuh adam yang diciptakan dari tanah, pada dasarnya antara tanah dan manusia memiliki hubungan.

Sebagai seorang manusia yang memiliki predikat Khalifah maka sepatutnya harus menjaga bumi, memakmurkan bumi, bukan merusak dan mengeksploitasi. Menjaga bumi sama halnya menjaga ibu yakni menjaga keberlangsungan hidup dan keberlangsungan generasi. Rusaknya alam semesta akan menghancurkan kehidupan manusia. Dalam pandangan tasawuf manussia adalah mikrokosmos dan alam adalah makrokosmos, yang ada di alam ada pula pada diri manusia.

Selamat hari ibu, semoga ibu dan calon ibu tetap dalam limpahan rahmatNya. Dan untukmu yang telah kehilangan Ibu, Al-Fatiha dan doa-doa keselamatan bagi sang bunda untuk diterima disisiNya. Dan untuk calon ibu dari anak-anakku, siapa pun engkau dan dimana pun engkau cintailah ibumu.

*)Penulis adalah Ketua Umum Pikom IMM Pertanian Unhas.

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT