MataKita.co, Makassar – Insiden yang terjadi pada Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) tingkat fakultas hukum Viral di media sosial. Hal ini lantaran wakil dekan 3 FH mengeluarkan seorang mahasiswa baru yang menjawab kurang sopan dan tidak etis. Lantaran inilah, justru dipojokan ekarena alasan dikeluarkannya karena mahasisa baru tersebut mengklaim memiliki “jenis kelamin netral”. Hal inilah yang diviralkan karna dianggap diskriminatif gender. Insiden ini terjadi pada hari Kamis (18-19/8/2022).
Insiden ini berlanjut dengan bullyan kepada wakil dekan FH Uhnas dengan menggunakan kata –kata kotor dan menggelari dengan sebutan negatif seperti;
Hal ditanggapi berbagai kalangan. Salah satunya oleh Eks Presiden BEM FH-UH, Taufik Hidayat.
Dirinya mengaku prihatin melihat etika mahasisa baru yan berlebihan di media sosial. menurutnya apa yang dilakukan oleh oknum mahasiswa baru FH tersebut bertentangan dengan Kode Etik mahasiswa Unhas.
“Sebagai mahasiswa baru tentunya wajib mengikuti PKKMB secara tertib dan mematuhi aturan kampus dan penghargaan terhadap publik, saya sangat menyayankan tindakan oknum mahasiswa baru FH tersebut yang telah mempertontonkan di acara PKKMB tindakan yang tidak etis dan tidak beretika seperti itu. Hal ini bertentangan dengan kode etik mahasiswa unhas yang diatur dengan Peraturan Senat Akademik Unhas Nomor. 46919/UN.2/IT.03/2016 pada Pasal 5 ayat (1) yang mengatur setiap mahasiswa Unhas berkewajiban menjunjung tinggi norma kesusilaan dan sopan santun. sopan terhadap dosen salah satunya, harusnya mahasiswa ini minta maaf, bukan malah menjawab seperti itu. Bukan malah mencaci maki di media sosialnya dengan kata-kata yang tidak beretika dan tidak menunjukkan dirinya sebagai insan yang terdidik, ini tindakan yang tidak menghargai institusi pendidikan, secara khusus fakultas hukum unhas. Ini berpotensi melanggar UU ITE yang dapat dipidana. Menurut saya Apa yang telah dilakukan oleh WD 3 itu adalah bentuk ketegasan terhadap aturan dan nilai moral”, tegas Taufik yang juga mantan ketua pikom IMM Hukum Unhas.
Dalam paparannya Taufik juga menyinggung terkait pertanyaan yang diajukan, itu adalah pertanyaan yang berdasar dan seharusnya dijawan dengan argumentasi yang sopan.
“Dalam konsteks hukum jika kita menganalisasi pertanyaan yang disampaikan oleh WD 3 dan salah satu dosen FH tersebut, itu adalah pertanyaan yang berdasar dan seharusnya dijawab dengan argumentasi yang sopan. Negara kita hanya mengakui dua dua jenis kelamin yaitu laki-laki atau perempuan dalam konteks HAM juga ada pembatasannya. Ini sesuai dengan UU.No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang telah diubah dengan UU 24 Tahun 2013, jika dibaca dalam pengaturannya hanya mengakui laki-laki atau perempuan, jadi tidak itu jenis kelamin netral. Hal tersebut juga sesuai dengan pengaturan UU Perkawinan hanya boleh antara laki dan perempuan. Yang saya ingin sampaikan dengan dua pengaturan hukum tersebut sebagai contoh bahwa negara kita, dalam hukum positifnya tidak mengakui orang yang mengaku atau tidak mau memilih laki-laki atau perempuan”, jelas Taufik.
Lanjut taufik yang juga melihat dari perspektif agama dan budaya Sul-Sel, menurutya ini jelas bertentangan dengan agama dan budaya.
“Dari perspektif agama juga hanya mengakui dua jenis kelamin yaitu laki-laki atau perempuan, apalagi karakteristik Sul-sel sebagai daerah Religius dan berbudaya, hal seperti ini tidak boleh dipertontonkan di ruang publik atau acara formal, ini menciderai penghormatan kepada publik, nilai-nilai agama dan budaya kita. Hal seperti ini tidak boleh dibiarkan dan tumbuh subur, apalagi di kampus merah, kita mengapresiasi gender tetapi tetap berpegang pada prinsip agama dan norma sosial yang ada. Kalau hal seperti ini dibiarkan, ini dapat meresahkan umat dan tentu akan direspon jika terus dibiarkan” jelas Pengurus Cabang IMM Makassar Timur ini.