MataKita.co, Yogyakarta – Studio Magister MKP menyelenggarakan Publicness Forum dengan tema “Membangun Ruang Publik yang Inklusif: Kesempatan Kerja bagi Disabilitas”. (31/7/2023)
Narasumber yang dihadrikan yakni: Hari Kurniawan selaku Komisioner Pengaduan Komnas HAM RI dan Siti Kustiati, SE.,M.Si. selaku Direktur Bina Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri. Juga menghadirkan Rahma Utami selaku Founder and Accessibility Consultant Suarise dan Meiria Kusuma Wardani, SH. Sebagai Chief Office Manager PT. Mindo Small Business Solutions. Serta Dr. Ishak Salim, SIP. MA. dari Kepala Pusat Disabilitas Universitas Hasanuddin. Diskusi ini dipandu oleh Alfiana, S.A.P. sebagai Mahasiswa Magister Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada.
Moderator membuka diskusi dengan framing issue yang ditemui dari hasil mini riset melalui publicness forum yang telah dilakukan sebelumnya. Ditemui fakta bahwa masih terdapat diskriminasi terhadap penyandang disabilitas dalam mengakses kesempatan kerja. Entah karena sulitnya pemenuhan kualifikasi yang dipersyaratkan, juga industry yang tidak membuka diri bagi penyandang disabilitas. Padahal, secara spesifik Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pemerintah wajib memperhatikan kesejahteraan penyandang disabilitas dalam memperoleh kesempatan kerja. Sehingga diskusi ini diantarkan dengan pertanyaan inti yakni dapatkan kita mendudukkan isu kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas sebagai tanggngjawab untuk diselesaikan secara bersama?, serta bagaimana strategis untuk mewujudkan kolaborasi tersebut?.
Hari Kurniawan dari Komnas HAM menyampaikan bahwa berbagai stigma fisik dan sosial hadir kepada penyandang disabilitas, juga dalam mengakses pekerjaan. Padahal UU No. 8 Tahun 2016 telah memandatkan pentingnya ruang inklusif. Berbagai tantangan dan hambatan terkait ketersediaan sarana prasarana, anggaran, komitmen kementerian dan lembaga. Serta, pembukaan kesempatan kerja bagi disabilitas hanya untuk menggugurkan kewajiban artinya tidak sanksi bagi perusahaan yang melanggar. Oleh karena itu rekomendasi yang diberikan berupa pelibatan disabilitas dalam pembuatan rencana aksi daerah, kepastian jaminan bagi disabilitas, pembukaan lowongan kerja yang inklusif, serta langkah afirmatif dalam penempatan tenaga kerja disabilitas.
Siti Kustiati selaku Direktur Bina Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri mengutarakan bahwa kawan difabel sebenarnya mempunyai etos kerja yang lebih tinggi. Tantangan yang dihadapi berkenaan dengan mobilitas berupa akses transportasi, pendidikan dan pelatihan vokasi yang masih kurang, kurangnya upaya penyesuaian dan dukungan dari tempat kerja, stigma negatif hingga pelecehan di tempat kerja. Kendala penting yang dirasakan oleh K/L yakni keterbatasan penganggaran. Ketika diharuskan dan tidak disertai dengan penganggaran maka tidak akan berjalan dengan baik, utamanya pelaksanaan kerja Unit Layanan Disabilitas (ULD) sebagai tenaga pendamping. Kementerian Ketenagakerjaan juga melakukan pendampingan, pembinaan dan pelatihan tenaga kerja disabilitas, serta memberikan reward kepada perusahaan yang mampu membuka ruang inklusif bagi disabilitas.
Meiria Kusuma sebagai representasi dari pihak swasta juga memberikan tanggapan bahwa tantangan yang dihadapi berupa sulit mengakses dan mengikuti proses hingga akhir hingga esulitan new hires beradaptasi. Upaya yang dilakukan oleh PT. Mindo Small Business Solutions sebagai perusahaan yang konsen dalam bidang teknologi yakni end to end online recruitment process, perkenalkan awal spesifik dan penyediaan kebutuhan hingga skema kerja degan hybrid method.
Rahma Utama dari Suarise menegaskan bahwa kendala yang paling nyata dialami oleh kawan disabilitas yakni terbatasnya visibilitas, relasi dan adanya stigma negatif. Padahal kawan dengan disabilitas memiliki kemampuan yang dapat diasah. Suarise hadir dengan dua konsen yakni pengembangan profesi, serta platform dan konten digital yang terstandarisasi aksesibilitas. Suarise memiliki dua kegiatan yang membuat ruang publik dan kolaborasi bagi penyandang disabilitas, industry, pemerintah dan masyarakat umum yakni Disability Confident Employer pada bulan Desember dan Global Accessibility Awareness Day (GAAD) pada bulan Mei. Platform dan Konten Digital terstandarisasi aksesibilitas yakni disediakan oleh Suarise berupa Digital Content Writing training (6 bulan), DCW Learning Buddy Volunteer (4 bulan) bagi non disabilitas, Magang (3 bulan), Penyedia Talent Content Writer Disabilitas Netra, serta Penyedia Konten SEO dan Sosmed. Masalah inti yakni teknologi sudah ada, sistematik kerja sudah ada, bagaimana akomodir itu untuk menjadi suatu proses. Juga praktik pembukaan lowongan kerja yang masih belum ramah disabilitas. Harapannya pemerintah dapat lebih menguatkan regulasi turunan yang menunjang keterbukaan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas.
Juga hadir dalam diskusi Ishak Salim selaku akademisi dan praktisi yang konsen dalam isu disabilitas. Hal yang paling penting adalah membangun sudut pandang yang inklusif. Dalam masyarakat kita beroperasi pandangan hidup yang disebut ableism atau abelisme. Perlu membentuk Pusat Disabilitas (Riset, Mediasi dan Layanan) lalu me-literatur review dan mengidentifikasi para pakar dan peneliti terkait dengan studi disabilitas. Memperkenalkan konsep-konsep dasar pendekatan kritis disabilitas di kampus.
Diskusi ditutup dengan closing statement dari setiap narasumber. Simpulan dari argument yang hadir dalam diskusi yakni ketersediaan anggaran menjadi suatu yang penting dalam mendukung upaya penyediaan kesempatan kerja inklusif bagi penyandang disabilitas. Presepsi dan stigma negatif masyarakat menjadi suatu yang penting untuk dihilangkan agar tidak ada lagi ruang diskriminasi. Keterbukaan swasta yang memberikan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas perlu untuk dikuatkan lagi dengan penyesuaian kebutuhan pasar tenaga kerja dan skill dari pekerja. Organisasi pendidikan dan pembinaan seperti Suarise menjadi sebuah potensi dan penguatan dalam mengembangkan skill dari penyandang disabilitas untuk mengakses kesempatan kerja di era digital.