Matakita.co, Makassar, 24 April 2025 – Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH UH) kembali menjadi tuan rumah kuliah umum istimewa yang menghadirkan Jaksa Agung Republik Indonesia, Prof. Dr. S.T. Burhanuddin, S.H., M.M., M.H., dengan tema “Arah Baru Sistem Pemidanaan Berdasarkan KUHP Nasional dan Pedoman Kejaksaan Agung Nomor 1 Tahun 2025”. Acara yang digelar secara hybrid di Baruga Baharuddin Lopa dan daring ini dihadiri oleh lebih dari 400 peserta dari kalangan mahasiswa, dosen, hingga aparat penegak hukum, serta 200 orang secara daring.

Dalam sambutannya, Dekan FH Unhas, Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H., M.A.P. menegaskan bahwa kuliah umum ini merupakan kali ketiga permohonan resmi untuk menghadirkan Jaksa Agung untuk berbagi pembelajaran KUHP baru. “KUHP ini adalah produk kita sendiri,” tegasnya, sembari menekankan arah kebijakan dan inovasi institusi Kejaksaan di bawah kepemimpinan ST Burhanuddin. Disebutkan pula bahwa Kejaksaan RI menjadi lembaga penegak hukum paling dipercaya publik selama lima tahun terakhir, serta berhasil menangani sejumlah kasus besar seperti kasus korupsi tata kelola Timah, Jiwasraya, Asabri, dan lainnya.
Rektor Unhas, Prof. Dr. Jamaluddin Jompa, M.Sc. dalam sambutannya menyampaikan bahwa kehadiran Jaksa Agung di kampus adalah bentuk nyata sinergi antara dunia akademik dan praktik hukum. “Kehadiran beliau bukan hanya membawa ilmu, tetapi juga inspirasi,” ujarnya, menegaskan pentingnya inovasi penegakan hukum yang memerlukan kepemimpinan kuat dan visioner.
Dalam pemaparannya secara daring, Jaksa Agung menyoroti urgensi peralihan dari paradigma hukum kolonial ke hukum nasional yang lebih berakar pada nilai-nilai Pancasila dan kearifan lokal. Ia memaparkan, KUHP nasional memuat filosofi pemidanaan yang lebih manusiawi dan adaptif terhadap konteks sosial Indonesia. Jaksa Agung menekankan, KUHP ini bukan hanya pembaruan kumpulan pasal, tetapi cermin nilai dan jati diri bangsa.
Ia menekankan bahwa sistem pemidanaan yang baru kini mengedepankan keseimbangan antara aspek objektif dan subjektif, memperhatikan dampak terhadap korban serta peluang rehabilitasi pelaku. Beberapa bentuk pidana alternatif seperti kerja sosial, pidana pengawasan, dan pidana bersyarat menjadi bagian penting dari upaya mengatasi over-capacity lembaga pemasyarakatan serta menjamin keadilan restoratif.
Dalam kaitannya, Pedoman Kejaksaan Agung Nomor 1 Tahun 2025 menjadi pedoman strategis yang mengarahkan para jaksa untuk menerapkan pemidanaan alternatif secara profesional dan kontekstual. Namun, ia menegaskan bahwa tindak pidana berat seperti korupsi tetap memerlukan pendekatan retributif. Menurutnya, pemidanaan alternatif tidak relevan bagi koruptor. Korupsi mencederai rasa keadilan sosial dan menimbulkan ketimpangan yang luar biasa.
ST Burhanuddin juga menggarisbawahi sejumlah tantangan implementasi KUHP nasional, termasuk penolakan nilai oleh sebagian masyarakat, keterbatasan sumber daya manusia dan infrastruktur, serta tantangan mentalitas dan integritas aparat penegak hukum. “Kalau integritas lemah, hukum bisa dibeli,” ucapnya dalam nada peringatan.
Moderator kuliah umum, Fajlurrahman Jurdi, S.H., M.H., yang juga Ketua Pusat Kajian Kejaksaan, menutup acara dengan sesi interaktif dan pemberian doorprize berupa buku kepada peserta yang mampu menjawab pertanyaan dari materi kuliah umum.
Kuliah umum ini menjadi ruang penting bagi civitas akademika untuk menyelami arah baru sistem pemidanaan Indonesia, sekaligus memperkuat peran perguruan tinggi dalam mencetak sumber daya manusia di bidang hukum yang berintegritas.









































