Matakita.co, Gowa- Dalam rangka meningkatkan kesadaran hukum masyarakat terkait kepemilikan tanah, Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Pemberdayaan Masyarakat Gelombang 114 Universitas Hasanuddin menggelar program kerja edukasi hukum yang mengangkat tema “Pentingnya Sertifikat Hak Milik Tanah dan Ancaman Konflik Sengketa Tanah Bukti Kepemilikan Lama”.
Program ini dilaksanakan pada Kamis, 17 Juli 2025, bertempat di Balai Pertemuan Juluatia, Kelurahan Bulutana, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Program edukasi hukum ini merupakan bagian dari program pemberdayaan hukum masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya Sertifikat Hak Milik (SHM) sebagai bukti kepemilikan yang sah serta mengedukasi masyarakat bahayanya ancaman konflik sengketa tanah jika masih berlandaskan bukti kepemilikan yang lama, sehingga mendorong masyarakat segera mendaftarkan tanahnya agar mendapatkan perlindungan hukum dan meminimalisir terjadinya sengketa.
Penyelenggaraan program kerja ini dipandu langsung oleh Ahmad Mubarak, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang menjadi narasumber utama dalam sesi pemberian edukasi hukum. Acara turut dihadiri langsung oleh Kepala Kelurahan Bulutana, tokoh masyarakat, serta perwakilan warga dari sejumlah RT yang masih menggunakan rincik dan bukti pembayaran PBB sebagai dasar penguasaan tanah.
Dalam pemaparannya, Ahmad Mubarak menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 sebagaimana termaktub dalam Pasal 96 ayat (1) yang mengatur bahwa alat bukti tertulis tanah bekas milik adat yang dimiliki perorangan wajib didaftarkan dalam jangka waktu paling lama 5 tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini. Lebih lanjut diatur dalam ayat (2) bahwasanya dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir maka alat bukti tertulis tanah bekas milik adat dinyatakan tidak berlaku dan tidak dapat digunakan sebagai alat pembuktian hak atas tanah dan hanya sebagai petunjuk dalam rangka pendaftaran tanah.
“Rincik tidak dapat lagi digunakan sebagai alat pembuktian hak atas tanah ketika jangka waktu 5 tahun yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah tersebut berakhir, yaitu 2 Februari 2026. Jika tidak segera mengubah dan mendaftarkan tanah menjadi SHM, Keberadaan rincik hanya dapat digunakan sebagai petunjuk administratif dalam hal proses pendaftaran tanah, bukan lagi sebagai bukti kepemilikan yang sah dan kuat di mata hukum.” jelas Ahmad Mubarak.
Materi edukasi ini disampaikan secara lugas dan interaktif, di mana membahas secara menyeluruh perbedaan mendasar antara rincik sebagai bukti kepemilikan lama yang sudah tidak diakui dalam PP No. 18 Tahun 2021 dengan SHM sebagai dokumen yang diakui dalam PP No.18 Tahun 2021 sehingga memiliki kekuatan hukum tertinggi sebagai bukti kepemilikan tanah. Ditekankan pula bahaya dan risiko serta konsekuensi hukum apabila masyarakat tidak segera mendaftarkan tanahnya menjadi SHM, seperti ancaman konflik sengketa tanah, hingga kemungkinan terjadinya klaim ganda.
Selain itu, dalam pelaksanaan program ini juga menyosialisasikan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) sebagai salah satu fasilitas dari pemerintah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mempercepat proses sertifikasi tanah mereka.
Program berlangsung secara interaktif melalui sesi diskusi dan tanya jawab yang menunjukkan antusiasme masyarakat dalam memahami proses legalisasi dan potensi ancaman konflik sengketa yang dapat timbul akibat tidak dimilikinya sertifikat resmi.
Acara ini mendapat respon positif dari masyarakat yang hadir. Mereka menyambut dengan baik informasi dan edukasi hukum yang diberikan, serta menyadari pentingnya perlindungan hukum atas tanah yang mereka miliki.
“Harapan kami setelah pelaksanaan program edukasi hukum ini, masyarakat tidak lagi ragu untuk mendaftarkan dan mengurus sertifikat. Perlu diingat bahwa perlindungan hukum hanya diberikan kepada mereka yang memiliki bukti kepemilikan yang sah dan kuat. Tentunya edukasi ini menjadi langkah awal agar masyarakat dapat keluar dari bayang-bayang ancaman konflik sengketa jika hanya berlandaskan bukti kepemilikan yang lama di kemudian hari.” jelas Ahmad Mubarak dalam menutup sesi edukasi.
Diharapkan dengan adanya program kerja ini dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik terkait pentingnya legalisasi tanah melalui pendaftaran SHM sebagai langkah preventif untuk mencegah konflik sengketa atas bukti kepemilikan lama, sekaligus sebagai bentuk nyata pengabdian mahasiswa kepada masyarakat. (**)