Oleh : Sulhan
(Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Hasanuddin)
Kasus tewasnya pengemudi ojek online, saudara Affan Kurniawan, yang ditabrak kendaraan taktis Brimob bukan sekadar kecelakaan tragis. Ini adalah manifestasi brutal dari persoalan yang lebih dalam: arogansi kekuasaan dan budaya impunitas yang masih melekat dalam tubuh aparat keamanan kita.
Permintaan maaf dari Kapolri memang sudah seharusnya, tapi itu saja tidak cukup untuk mengobati rasa sakit hati masyarakat terutama keluarga korban. Buktinya hari ini, 29 Agustus, banyak sekali pengemudi ojol dan mahasiswa turun ke jalan. Ini adalah tanda bahwa kepercayaan mahasiswa dan masyarakat secara umum kepada kepolisian sudah sangat tipis.
Tuntutan agar Kapolri mundur dari jabatannya bukan hanya sekadar amarah sesaat. Ini adalah permintaan agar para pimpinan juga ikut bertanggung jawab atas kelakuan anak buahnya. Jangan hanya prajurit di lapangan yang disalahkan, pemimpinnya juga harus menunjukkan rasa tanggung jawab.
Dari perspektif politik, insiden ini menguji komitmen negara dalam menegakkan prinsip equality before the law. Proses hukum untuk 7 pelaku harus dijalankan secara adil dan transparan. Jika mereka tidak dihukum seberat-beratnya, artinya negara telah gagal melindungi rakyat kecil. Lebih dari itu, kasus ini harus menjadi momentum evaluasi total terhadap aparat keamanan yang cenderung represif dan tidak humanis.









































