Beranda Mimbar Ide Pembakaran dan Penjarahan Sistematis: Provokasi Baby Boomers

Pembakaran dan Penjarahan Sistematis: Provokasi Baby Boomers

0
Sisa-sisa dari aksi massa di depan Markas Brimob Kwitang, Senen, Jakarta Pusat.Foto: Pradita Utama/detikcom

Oleh : Wahyudi Akmaliah*

Generas baby boomers ini benar-benar dach. Di tengah kecanggihan teknologi media dan demokratisasi HP China yang membuat banyak orang Indonesia bisa akses internet dan media sosial sekaligus jadi produsen berita, masih aja mainin cara lama. Salah satu cara lama itu adalah bangun strategi aksi demonstrasi agar rusuh. Di sini, mereka kemudian merekrut anak-anak muda miskin lulusan SD dan SMA untuk direkrut melakukan aksi demonstrasi di wilayah urban, khususnya di Jakarta. Tujuannya adalah bikin aksi demonstrasi jadi rusuh.

Bikin aksi jadi rusuh mekanismenya dua; bakar fasilitas umum dan penjarahan dengan menargetkan tempat -tempat strategis atau politisi yang lagi jadi perbincangan publik. Laporan dari Republika ini mengungkap perihal itu karena ada satu anak muda yang ketinggalan rombongan jadi tukang perusuh. Dalam laporan tersebut, anak muda itu cerita gimana proses ia direkrut oleh seorang bapak-bapak dengan menggunakan masker. Bapak -bapak ini ternyata memiliki bos di atasnya lagi. Kita tahu, kalau ada bos di atasnya pasti ada yang bayar juga.

Anak-anak muda ini disuruh menyiapkan botol kaca untuk bikin bom molotov dengan pakai minyak tanah. Masing-masing mereka kemudian dijemput di area tertentu menuju titik-titik penting dengan menggunakan mobil putih Elf. Selain diminta melakukan aksi dengan melempar bom molotov ini, mereka juga diminta untuk melakukan penjarahan di rumah-rumah yang memang sudah ada daftarnya. Hasil jarahan itu yang nanti bisa diambil oleh mereka. Meskipun mereka yang dilibatkan ini mengaku hanya dapat jatah makan sehari tiga kali, tentu saja ada iming-iming duit yang cukup besar yang tidak dijelaskan. 

Dengan pola ini, kita bisa mengambil kesimpulan terkait dengan mengapa ada wilayah -wilayah tertentu di Indonesia yang relatif aman kok tiba-tiba ada pembakaran. Pembakaran dan aksi demonstrasi yang tiba-tiba untuk bikin rusuh ini membuat kepala kita mikir, “ini sebenarnya ada apa?”. Bahkan, tangkapan layar melalui live tiktok, warganet menemukan mereka yang membuang bom molotov ke sebuah fasilitas umum. 

Namun, pertanyaan dari semua strategi itu adalah “ini tujuan akhirnya sebenarnya mau ngapain?” Pertanyaan ini penting untuk menjawab teka-teki kita terkait dengan apa yang terjadi dalam pertarungan elit politik di atasnya. Kalau dilihat dari kalkulasi pendanaan anggaran APBN, pihak kepolisian ini memang mendapatkan porsi pembelajaaan yang besar. Di bawah langsung kordinasi presiden, kita tahu kekuasaan dominasi kepolisian bisa jadi semakin dominan. Dominasi ini memunculkan kecemburuan. Salah satu cara bikin momentum heroik emang harus bikin caotik negara agar institusi tertentu bisa ambil alih. 

Dari penjelasan di atas, kita jadi ngerti, satu sisi situasi ekonomi masyarakat kita emang sedang enggak baik-baik saja di tengah kebijakan yang ngaco di level elit pemerintahan yang enggak berpihak kepada masyarakat. Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat sipil sebagai bentuk kritik dan seruan moral jadi jalan penting untuk menjewer kekuasaan yang lalim tersebut. Namun, bangkenya adalah, ketika ingin menuntut keadilan tersebut, ada sekelompok baby boomers yang nyuruh anak-anak muda ini untuk menunggangi situasi demi kepentingan politik tertentu.  Akibatnya, mereka yang melakukan aksi demonstrasi ini untuk mengadvokasi mereka yang terpinggirkan secara ekonomi dan menuntut keadilan sosial justru sangat mudah dipatahkan dengan dalih makar dan terorisme. Emang ya, baby boomers beginian bangsat banget!

*) penulis adalah kandidat doktor di Department of Malay Studies, National University of Singapore dan peneliti BRIN

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT