Oleh : Muhammad Ilham Nur*
Berdasarkan Theory generasi Karhn Manheim (1929), generasi dikategorikan dalam bebeberapa varietas diantaranya genarasi baby bommers, X,Y,Z dan alpha. Divergensi itu berlandaskan kajian terhadap ciri-cirinya dan sikap dalam berkehidupan. Berikut saya jabarkan derivasi dari theori generasi. Generasi baby bommers merupakan genarasi yang adaftif, mudah menyesuaikan diri. generasi ini lahir pada kisaran tahun 1946-1964.
Setelah generasi baby bommers, lahirlah Generasi X(lahir pada 1965-1980). generasi ini mulai mengenal musik punk dan sebagaian dari mereka sudah mengenal narkoba (baca : penelitian jean daverson). Generasi ini pengguna PC, video games, tv kabel dan internet. Sedangkan generasi Y (millenial) banyak menggunakan tekhnologi, komunikasi instan seperti email, sms, sosial media seperti facebook, twittee dll. Generasi Y merupakan peralihan dari generasi X ke generasi Z, sebagian bersifat X dan sebagian bersifat Z mereka lahir pada tahun 1981-1994.
Lalu setelah generasi Milenial, ada generasi iGeneration atau biasa disebut generasi Z (lahir pada tahun 1995-2010). Generasi Z hampir memiliki kesamaan dengan sebagian generasi Y, hanya saja generasi Z mampu mengaplikasikan semua dalam satu waktu seperti main twitter, facebook dengan laptop sambil dengarkan musik dengan Handphone. Segala tingkah lakunya hamlir bersifat dunia maya, karrna sejak lahir mereka sudah kenal dunia maya.
Berdasarkan paparan diatas, saya mencoba mengkritisi segi pendidikan antara generasi milenial dan iGeneration. Sebab pendidikan merupakan sektor paling vital dalam keberlangsungan hidup.
Generasi Z saat ini sedang dihantui tekhnologi yang berkembang pesat, seperti perkembengan smartphone (i phone, i phade dll.) dan laptop-laptop saat ini, berbagai fitur-fitur baru yang ditawarkan. Lantaran perkembangan tekhnologi ini mereka akan mulai cemas jika tidak pernah mecoba fitur baru tersebut. Hukuman berat bagi mereka bukan lagi dikunci dalam kamar, tapi dalam kamar tanpa internet.
Perbedaan sikap sangat jelas dari perkembangan tekhnologi tersebut, jika kita bertanya pasa generasi X dan sebagian generasi Y tentang bentuk bumi mereka akan buka atlas. Beda dengan generasi Z, jika bertanya kepada mereka, akan disajikan kepada kita google eart dan google map.
Begitupun dengan persoalan menulis. beda dengan generasi X dan Y yang memiliki ‘work ethik’ yang tinggi, menulis surat dengan kertas dan amplop. Generasi Z lebih senang duduk di warkop sambil mengetik dan mengerjakan tugasnya, sambil chatting dan mengirim email. Pernahkah kita memikirkan bagaimana mendidik generasi ini ?
Perkembangan tekhnologi ini bagaikan pisau bermata dua, dilain sisi menjerumuskan ke hal-hal negatif, disisi lain bermanfaat untuk kehidupan. Seperti yang kita ketahui, banyak diantara mereka menciptakan ide yang baru, programmer saat ini banyak dari kalangan generasi Z. Sebagai contoh tuhu tahun yang lalu Thomas suares yang menciptakan applikasi untuk apple yang berumur belasan tahun.
Dilain sisi, tidak sedikit generasi Z yang memanfaatkan tekhnologi untuk hal-hal yang buruk seperti browsing bebas untuk hal-hal negatif. Sebagai contoh nonton film porno yang sangat berpengaruh pada mental mereka, selalu menyendiri dan bermalas-malasan dengan hal negatif tersebut. Dimanakah letak pendidikan untuk hal ini ?
Hipotesis saya mengatakan, tehnik tutor sebaya perlu diterapkan, pendidik mesti memosisikan diri sebagai generasi Z. Saran dan kritik dilaksanakan dengan gaya kekinian, baik itu lewat sosmed atau email. Agar generasi Z lebih nyaman curhat masalah mereka pada guru.
Begitupun dengan kehidupan generasi Z yang lebih banyak di sosmed, tidak menjadi masalah besar jika guru mengingatkan kewajiban belajar generasi Z dengan chating atau mengelola e-learning untuk pembelajaran seperti line, whatssapp dll. Ada beberapa metode pembelajaran yang masih cocok dengan generasi Z ini seperti blended learning dengan strategi fliffed classroom. Dengan gaya seperti ini, keniscayaan antar generasi untuk ilmu pengetahuan lebih baik.
Disamping itu, peran orang tua dalam mengawasi penggunaan internet juga sangat dibutuhkan. Bukan berarti melarang mereka untuk menggunakan tekhnologi tapi pengawasan mesti diperhatikan. Agar tidak menggunakan internet untuk hal-hal negatif.
Inilah yang menjadi PR (pekerjaan rumah ) besar kita untuk saat ini, bagaimana menghadapi generasi Z. penelitian-penelitian soal bagaiman menghadapi pendidikan masa depan yang kreatif dan inovarif sangat dibutuhkan.
*) Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Makassar