Oleh : Wahyudi Akmaliah*
Partai yang tidak memiliki ambisi untuk menjadi oposisi tapi selalu merapat dengan kekuasaan itu adalah Golkar. Sepanjang partai ini berdiri, Golkar menempatkan diri dengan baik dalam kekuasaan. Tidak ada sedikitpun dalam partai ini bersebrangan kekuasaan. Bahkan, dalam turbulensi politik dalam melepaskan bayang-bayang Suharto, partai ini berhasil melewatinya
Namun, partai yang berhitung dengan seksama itu Nasdem. Dalam Pilkada 2018 kemarin, ia memenangkan 10 pilkada dari 17 pilkada yang digelar. Sebelumnya, partai ini juga yang paling dahulu memberikan dukungan kepada Jokowi pada Pilpres 2014 dan 2019. Melihat rekam jejak seperti itu bukanlah sebuah kebetulan.
Jika kini melirik Anies untuk pilpres 2024, perhitungannya sangat tepat, setidaknya partai ini sudah memberikan sinyal terlebih dahulu.
Kita boleh tidak setuju dengan pilihan Nasdem, apalagi dengan mengangkat Anies, mengingat ia menggunakan sentimen agama dalam memenangkan pertarungan pilkada DKI. Tapi, politik memiliki hitung-hitungannya sendiri. Dibandingkan dengan pemimpin kepala daerah Anies jauh lebih populer, apalagi di Jakarta yang secara langsung memberikan publikasi kepada dirinya, terlepas itu baik atau buruk.
Di sini, jika melihat hasil pilkada tahun 2018, yang paling banyak menjagokan kadernya tapi justru mengalami kekalahan itu dialami sendiri oleh PDI-P. Partai ini sangat berpengalaman sekaligus sangat ideologis. Banyak kader-kadernya muncul dalam proses internal partai banteng ini. Ia juga tidak sembarangan dalam mencalonkan orang di luar partainya. Partai ini juga memiliki beberapa kader unggulan, seperti Risma dan Ganjar. Tetapi, sebagaimana sebelumnya, terlalu banyak pertimbangan siapa yang akan didukung seringkali membuatnya tertinggal.
Kita sebagai penonton lihat saja dulu. Tokh kemarin sudah berantem dengan keluarga gara-gara urusan cebong dan kampret, sekarang elitnya sudah berdamai kok. Tapi, kita sendiri malah belum baikkan dengan keluarga sendiri. Jadi tenang saja menyikapi ini. Pembalasan atas suka dan tidak dibuktikan dengan pencoblosan di kotak suara. Karena hanya itu satu-satunya kedaulatan dan otoritas penuh yang kita punya.
*) Penulis adalah peneliti LIPI








































