Oleh : Ermansyah R. Hindi*
Adakalanya perubahan dianugerahi dengan sesuatu yang dilarang. Dalam sesuatu yang dilarang, ruang dimana kegilaan tidak dikucilkan oleh ketidakhadiran mimpi. Seseorang berpikir dibantu dengan jejaring nomadik memasuki rangkaian pernyataan “subyek yang merenung” atau “saya pikir” menjadi “saya berhasrat”. Dunia nyata di sekitar kita terjadi dalam mimpi di malam hari mencoba melupakan kesalahan di saat tertidur di siang hari.
Dalam kegilaan, orang gila yang terlepas dari penyakit mental atau sakit jiwa lebih kuat untuk memilih kemungkinan pada kebenaran yang tidak keluar dari batas mimpi. Karena seseorang bermimpi akan menciptakan mimpi lainnya sebagai cara menghindari kesalahan. “Saya akan mengingat kegilaan tipikal, bukan kesalahan”. Perbedaan menjadi metamorfosis benda-benda melebihi perubahan bagi orang-orang yang baru saja bangun dari tidurnya dari setiap pengulangan mimpi-mimpi indah, seperti seseorang yang baru saja membunuh ‘bunga mawar virtual’ dalam ruang alamiah.
Kegilaan akhirnya tidak dilarang sejauh perubahan menandai beberapa momentum yang tidak tergambarkan sebelumnya, yaitu subyek yang digambarkan dari seseorang membagi waktunya untuk tidur dan bermimpi pada salah satunya, di siang atau malam hari. Selama seribu tahun kemudian, di waktu yang kita ingat kembali tentang “hal-hal apa saja yang terjadi di siang dan malam hari di luar mimpiku”. Saya diingatkan tentang perlunya membandingkan latihan antara bermimpi dan keadaan pingsan. Setiap latihan, kita tidak perlu membangunkan seseorang yang sedang tertidur dan bermimpi apalagi seseorang dalam keadaan pingsan. Kita membiarkan mereka sendiri akan terbangun dan siuman kembali hingga meraba-raba permukaan kulit wajahnya atau mencubit bagian kulitnya sendiri. Mereka sambil sejenak ngelantur: “Saya ada dimana?”. Waktulah yang menerjang pikirannya yang membuat kita menunggu pertanyaan-pertanyaan yang sulit menjadi lebih gila, nyata dan pasti secara rasional melalui percobaan kegilaan. Subyek yang bermimpi akan dipengaruhi subyek yang berhasrat mengatasi mimpi-mimpi yang membandingkan Anda dalam keadaan sadar dan mereka berada dalam kegilaan normal. Seseorang yang membandingkan dengan mereka dalam pergulatan mimpi-mimpi yang mengembangbiakkan, melintangkan dan menyerahkan teks-teks didalamnya supaya hal-hal yang diarahkan oleh cermin kegilaan menjadi kekuatan khas dalam dunia nyata.
Mungkin kita akan melihat ekonomi nomadik atau ekonomi hasrat tidak berlawanan dengan ekonomi digital, sebaliknya saling mengisi, saling menopang dan masing-masing saling melepaskan energinya. Di sini, pergerakan nomadik tidak mengalami dengan apa yang disebut “depatologisasi” atau “depsikiatrisasi kegilaan”, dimana penyimpangannya dalam kehidupan keluar dari penyakit jiwa. Penyimpangan dan gangguan fantasi birahi sesungguhnya dipertimbangkan kembali sebagai penyebab munculnya kegilaan.
Suatu hal yang dianggap sebagai metamorfosis mesin berusaha untuk melepaskan dirinya dari keabsolutan ilmu pengetahuan dengan pergerakan baru dari mesin teknik ke mesin kegilaan yang dihasrati oleh subyek sebagai sifat gila dalam diri manusia atau dari hanya satu atau lebih dalam masa dan peristiwa tertentu. Ada suatu sisi kejanggalan dari pertanyaan sekitar kegilaan atas obyek atau ia sendiri yang membentuknya menuju pada kesimpulan, bahwa kegilaan itu muncul akibat kelimpahan inovasi dan perburuan pada model dan komoditas yang belum pernah ada sebelumnya dalam masyarakat. Belum lagi membicarakan bentuk-bentuk dan jejaring-jejaring teknologi baru melintasi batas-batas cabang dan celah struktur bahasa yang dibangun melalui mesin pikiran sekaligus mesin hasrat dalam tatanan ekonomi.
Metamorfosis obyek beragam telah tercerabut dari hakikat dan terlepas dari muatan yang tersembunyi, dimana rahasia dan pelanggaran dari orang gila dan kegilaan benar-benar lebih nyata dan telanjang.
Kegilaan di sini berkenaan dengan metamorfosis obyek yang dihubungkan dengan teknologi, bukan dalam pengertian penyakit jiwa yang tidak hanya dibentuk oleh segala sesuatu yang dikatakan, juga segala sesuatu yang digambarkan berada di luar rujukan psikopatologis yang muncul dari pengalaman individu.
Kata lain, bahwa kita tidak memperbincangkan hal-hal yang melulu dalam kegilaan, padahal orang gila yang mirip apalagi sama sifatnya tidak teratasi. Kita akan melacak, membagi dan menentukan korelasi kegilaan dengan lainnya setelah segalanya tidak pada satu pernyataan dalam penyakit jiwa atau psikopatologi tertentu. Kegilaan semakin jelas memiliki keterkaitan dengan antar-jejaring kehidupan di sekitar kita.
Kita memulai sampai kapan untuk mengatakan harus mempertahankan kesimpulan bahwa kita mungkin menerima ketunggalan tanda dan obyek dalam kegilaan, berikutnya dipaksa menjadi kesatuan diskursus tentang kegilaan sebagai akibat dari pernyataan dari “satu diskursus atau tanda kegilaan yang memikat” telah lenyap dalam dirinya sendiri.
Keterpencaran diskursus tentang kegilaan tidak mengambil rujukan pada eksistensi benda-benda melalui komponen yang melekat dalam ekonomi digital, seperti barang, isi, perangkat lunak, infrastruktur, layanan, dan retail akan didorong oleh kegilaan kreatif itu sendiri. Terhadap kegilaan kreatif tidak dapat menyembunyikan benda-benda yang lebih padat dari teknologi antar-jaringan untuk mengatasi obyek-obyek kegilaaan ditunjukkan dalam permasalahan keragaman peraturan-peraturan dibentuk oleh metamorfosis mesin.
Pada masa-masa berubahnya metamorfosis mesin teknis, pengetahuan sebagai salah satu atribut yang dianggap paling penting. Dalam ekonomi digital menjejali kita dengan penemuan-penemuan, inovasi-inovasi dan hal-hal baru lainnya telah meletakkan dirinya dalam paradoks kegilaan benar-benar tidak menunjukkan apa sebenarnya kegilaan dalam bentuknya yang paling modern dan mulai orang-orang tertarik membicarakannya.
Dalam bentuknya paling mutakhir tentang kegilaan, ia dirumuskan, digali, disaingi, diperbarui, dan diprioritaskan dalam jalinan diskursus ekonomi digital dengan dukungan data pertumbuhannya. Dari sini, rujukan-rujukan yang diambil berusaha mencari retakan pertanyaan bahwa siapa sebenarnya yang gila. Apakah gangguan atau penyimpangannya datang dari penyakit jiwa, neorosis, skizoid atau pelanggaran batas-batas dari ekonomi digital sebagai aparatur ekonomi hasrat? Ada kemungkinan pengetahuan masih kesulitan untuk menjawabnya begitu enteng dalam periode tertentu. Kita juga memiliki tugas lain untuk meninggalkan setiap keraguan pada pembebasan pengalaman individu di bawah bayang-bayang produktivitas teknologi sebagai teks yang membelenggu kita. Mungkin dari situ juga, sebagian dari mereka menganggap bahwa jejak-jejak kegilaan adalah satu hal yang menantang untuk membebaskan dirinya dari ruang gelap. Dari keadaan seperti itu menjadi satu alasan bagi penyebab orang-orang mengidap sakit mental atau menjadi alasan bagi munculnya penyimpangan dan gangguan mental tanpa ruang gelap apa-apa yang membuatnya lebih produktif dalam kegilaan yang tidak tunggal.
Di era digital sekarang, diskursus ekonomi memperhatikan dirinya sendiri sekalipun melibatkan produksi sosial dalam “persfektif sumberdaya”; ia lebih dahulu didefinisikan menurut pengetahuan manusia atau kreatifitas hingga kegilaan menghubungkan dirinya dengan dunia nyata. Benda-benda menunjukkan dirinya dalam persefektif yang berbeda yang terefleksikan dalam dunia nyata dari aliran produksi hasrat menjadi konsumer atau aliran pelanggan hasrat. Dalam teknologi atau ekonomi digital, aliran konsumer hasrat dan aliran produksi hasrat sulit dibedakan seiring bercampur-aduknya dengan kekuatan mesin produksi massa dan produksi sosial, konsumsi pribadi dan konsumsi umum. Suatu cara bagi logika transaksi yang berlangsung, seperti dalam penggunaan “niaga elektrik” (e-commerce) menjadi hal yang mudah dan cepat bagi orang-orang yang memiliki satu kecenderungan akan kegilaan dengannya. Dalam “persfektif aliran-proses”, aliran uang sejalan dengan aliran data dan informasi. Apabila Anda membicarakan berapa banyak nilai transaksi yang berlangsung proses bisnis digital, berarti juga membuat pernyataan dari orang-orang mengenai berapa kuat aliran uang sekaligus aliran data-informasi yang akan mendatangi kita. “Baru lima menit yang lalu dipesan, ternyata barangnya telah tiba di depan kita”. Berkat diskursus ekonomi (digital), relasi antara kebaruan dan urgensi bukan sesuatu yang dikatakan, melainkan sesuatu yang tidak tergambarkan dibalik suatu pernyataan: “Anda jangan berkedip dulu, masa depan langsung menarik kita ke tengah dunia nyata”. Kita pada akhirnya akan terperangkap dalam mimpi di bawah permainan kebenaran, dimana komsumsi atau pelanggan massa dengan aliran yang melekat darinya ditandai oleh aliran uang menjadi “lebih nyata” dibandingkan sebelumnya. Karena itu, diskursus akan menentukan berapa besar efek dari proses bisnis digital dalam produksi sosial yang mengalami pra-struktural. Aliran uang saling menopang dengan aliran data dan informasi tentang transformasi ekonomi, dari mesin teknik-industri menjadi mesin digital sejauh itu pula hasrat-hasrat memasuki kembali tempat-tempat telah tersedia.
Dalam konteks Indonesia, tidak ada bentuk kekeliruan disaat dikatakan transformasi ekonomi mengikuti proyeksi ekonomi digital. Ia mungkin juga akan melepaskan secara pelan-pelan penggunaan diskursus ditempatkan pada titik akhir kemunculan permukaan fantasi sebagai representasi yang menguatkan nalar kita. Menurut data statistik, rata-rata pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia pada tahun-tahun mendatang diperkirakan akan mencapai 18,5 persen (Republika.co.id, 2019). Sekali waktu ekonomi digital dalam angka-angka yang diproyeksikan akan membuka jalan bagi diskursus ekonomi mencabut batas-batas diskursus yang dihubungkan dengan diskursus kesejahteraan dan bahasa.
Berkenaan dengan “persfektif struktural”, kengototan transformasi ekonomi secara umum nampaknya tidak berlangsung lagi dalam produksi berskala massif, tetapi dalam proses teknologi lintas-jejaring yang tersimbolkan lebih khusus dalam struktur “Ayah-Global”, “Ibu- Lokal”, “Anak-Virtual”, “permukaan bumi-Keberagaman, Multikultural” digiring dalam kekuatan dunia nyata yang terintegrasi. Mereka semuanya berada dalam ‘struktur ekonomi digital berdasarkan jejaring-sarang baru’ ditandai pergerakan hasrat melebihi tempat-tempat yang telah disediakan bagi analisis yang mungkin masih abstrak dalam persfektif struktural. Kegilaan yang terjatuh dalam proyeksi dan perhitungan dari persfektif struktural akan ditanggulangi dengan “persfektif model bisnis”, yakni adanya satu pernyataan: ”Kurang dari lima menit yang lalu, barangnya ternyata lebih cepat tiba diluar perhitungan sebelumnya”. Begitulah aliran produksi barang-massa menunjukkan bagaimana ‘niaga elektrik’ dimasukkan dalam ide tentang model bisnis baru berbasis lintas-jejaring menembus batas-batas transaksi global dan bahkan kepuasaan itu sendiri.
Adakah rasionalitas dalam irasioalitas atau sebaliknya? Sejauh manakah seseorang dipengaruhi oleh rasionalitas yang lebih rasional dari orang yang rasional? Dalam suatu transformasi atau pergeseran apapun, baik tinjauan antipsikiatri maupun politik psikiatri tidak melihat lagi berubahnya kegilaan ke adegan baru sebagai cara keluar dari penyakit mental pada akhirnya tidak dapat ‘direteritorialisasi’ dalam ‘seluruh aliran’ (teori, uang, hasrat, pengetahuan, kode, produksi). Seluruh aliran tersebut tidak mengarahkan untuk mengkarakterisasi bentuk-bentuk yang lebih gila dari aliran kegilaan itu sendiri.
Disinilah pula, jejak-jejak kegilaan yang lain tidak akan menjadi jenis kegilaan yang sama selama diubah dan dihubungkan dengan penyakit jiwa. Sebaliknya, kegilaan akan mesin baru dalam dunia nyata tidak mendukung metode kejiwaan. Karena itu, semuanya berlangsung dalam ekonomi hasrat dibalik ekonomi digital; selain pengetahuan, terdapat bahasa kegilaan yang bergumul bersama diantaranya proses ‘digitisasi’, ‘virtualisasi’, dan ‘molekularisasi’. Ketiganya sangat berbeda secara diskursif dengan kata-kata yang mengandung kekosongan dari orang gila secara psikis untuk melihat berapa lama jejak-jejak kegilaan meninggalkan celah dan alur sebelum direngut oleh tempo kegilaan yang datang lebih cepat padanya.
Lantas, dalam kegilaan yang mulai nampak mengapung dari samping orang rasional yang menunjukkan kemungkinan munculnya suatu metamorfosis mesin dalam ekonomi digital yang ditandai: (a) Digitisasi. Pada umumnya seseorang mengetahui kegilaan dan orang gila melalui kata-katanya. Meskipun menjadi kesatuan diskursus, dari kata-kata berubah menjadi angka-angka (digit) yang digunakan dalam transaksi bisnis berdasarkan teknologi digital. Angka-angka (digitisasi) berada dalam benda-benda yang dimainkan oleh para pelanggan yang bergantung pada alat digital. Pelanggan digital tidak berada dalam antrian panjang menunggu waktu yang lama untuk melakukan transaksi dengan institusi pemilik modal yang menjual barang dan jasa sebagai perusahaan digital. Sejak saya berada di sini, kata pelanggan, saya tidak sakit jiwa, tidak gila”. Kita tidak melihat gejala-gejala penyimpangan seperti dalam masyarakat primitif hanya sedikit merenung dan berpikir melalui catatan atau tulisan, kecuali dalam masyarakat kita sekarang dalam bentuk tulisan yang tergitalkan. Mereka menulis dalam ‘digit demi digit’ untuk keluar dari pertanyaan bergerak secara linearitas dibandingkan menulis secara digilitas. Orang-orang yang berada dalam posisi pelanggan dan perusahaan digital menyibukkan dirinya dengan perangkat pendukung baru seperti ‘telepon pintar’, ‘netbook’, ‘telepon seluler’, atau ‘printer 3D’ sebagai obyek kultural. Pergerakan ‘mesin hitung’ yang menyelinap dalam pemikiran modern diperlukan dalam penyebaran data besar dan algoritma, dimana teknologi digital dan robotika baru mengambil-alih dirinya sendiri.
Suara, warna, dinding, lantai, dan cahaya tidak berhubungan erat lagi dengan Cogito Cartesian, dimana keruntuhan jarak, penjelajahan yang dimainkan mata sejauh pecahan tanpa akhir baris dalam internet atau obyek kultural lainnya semakin terlibat dan kita akan semakin berhimpitan dengan permukaan layar (surface of the screen) tanpa tatapan sesering mungkin karena mata dan gambar meruntuhkan jarak estetikanya, sekalipun tatapan, gambar dan benda-benda lainnya berserakan disamping kirinya. Mengikuti satu diskursus ekonomi digital terjalin dalam ‘pertukaran tanda baru’ melalui (b) Virtualisasi. Penyediaan benda-benda kasat mata atau barang-barang alamiah menjadi sejenis barang virtual. Dalam susunan benda-benda didalamya terdapat celah bagi untuk mengalirkan kembali produksi hasrat yang tidak semata-mata virtual, tetapi juga alamiah dan aktual.
Pertukaran tanda berlangsung dalam susunan mesin virtual diantara ekonomi digital membuat kehilangan jarak antara aliran produser dan aliran uang, aliran pelanggan dan aliran modal. Semuanya dinyatakan dalam “uang virtual”. “Anak-anak muda membunuh niatnya tanpa menyesal untuk membeli sepatu dari toko on line kemarin”.
Tetapi, dalam pergerakan revolusioner dari hasrat, titik permasalahan psikapotologis tidak diarahkan untuk melibatkan dirinya dalam menyusun perbedaan diskursus tentang kegilaan, kecuali mesin virtual dalam permainan dan penciptaan baru.
Permasalahan kegilaan tidak menghilang dalam gambaran yang teraktualisasi (dari pelanggan dan produser ada waktu untuk tertidur dan bermimpi), melainkan pergerakan nomadisme. Ia menjadi pergerakan hasrat yang bukan miliknya sendiri, tetapi juga milik dari gambaran subyek (pelanggan dan produser digital seorang manusia). Kegilaan akan menantikan akhir dari pernyataan seperti “ini milik Anda dan ini milikku” menempatkan penyaluran ucapan virtual setelah ditandai dalam suatu tulisan yang tervirtualkan secara berbeda. Dari tulisan yang tervirtualkan menandakan seseorang yang memakai kegilaan yang berpindah dari sistem mesin virtual, ia dalam mesin hasrat pada sistem kode yang tersusun dari esuatu yang tidak memiliki tempat berkembangbiak leksikon dan paragraf kegilaan (deteritorialisasi). Modal digital terhimpit antara ucapan virtual dari pelanggan dan produser, kecuali dalam dunia nyata yang melampaui seluruh hambatan-hambatan.
Aliran mesin hasrat baru bukan keadaaan yang sederhana pada skala institusi modal virtual, tetapi menentukan langkah yang pasti dari produser-konsumer secara individual untuk memasuki proses (c) Molekularisasi. Tatanan bahasa melepaskan pengaruh sirkuit nalar dibalik Cogito Cartesian menghilang dalam ekonomi digital yang termolekularsasi. Kesatuan diskursus menggabungkan mesin dan obyek dalam pertumbuhan energi hasrat, karena susunan diskursus tentang kegilaan memberinya perluasan tersendiri. Sedangkan, paragraf kegilaan tidak terbentuk melalui tulisan material yang akan ditranformasikan dalam proses material di bawah mesin ekonomi digital. Sebuah sistem kode dari bahasa kegilaan memasuki pergerakan tanda dari organisasi berbentuk “biasa” berganti menjadi organisasi berbentuk elektrik. “Saya akan mendorong kepala orang-orang ke dinding kiri mesin digital yang bergabung dengan ekonomi, pendidikan dan kesehatan”. Kita masih memperhatikan tanda-tanda terakhir dari gabungan manusia dan separuh-manusia, organ dan mesin menuju kegilaan baru dan kreatif yang berhubungan dengan kehidupan kita.
*) Penulis adalah ASN Bappeda/Sekretaris PD Muhammadiyah Kabupaten Jeneponto