Oleh : Rahmat Hidayat*
Covid-19 (Corona Virus Disease) sudah satu bulan menyerang Indonesia. Korban setiap harinya mengalami peningkatan baik yang berstatus Orang Dalam pengawasan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), Positif Terpapar dan Korban meninggal. Tercatat hingga jumat (28/3/2020) pasien yang dinyatakan positif Covid-19 (Corona Virus Disease) yang dilansir dari www.covid19.go.id di Indonesia mencapai 1.155 orang dari jumlah tersebut tercatat hanya 59 orang yang dinyatakan sembuh dan yang meninggal sudah mencapai 102 orang (angka kematian ini tertinggi di asia tenggara, 994 yang masih dalam tahap perawatan. Sementara penyebaran Covid-19 (Corona Virus Disease) sudah mejangkiti 28 provinsi dari 34 provini tersisa 6 provinsi yang belum di serang. Adapun provinsi yang terjangkit Covid-19 (Corona Virus Disease) yaitu DKI jakarta , Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Yokyakarta, Kalimantan Timur, Bali, Sumatera Utara, Papua, Kalimantan Tengah, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Lampung, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Riau, NTB, Sulawesi Utara, Aceh, Jambi, Sumatera selatan, Kalimantan selatan, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, Sementara itu jumlah kasus Covid-19 (Corona Virus Disease) seluruh dunia sudah mencapai 593.656 Kasus dengan korban meninggal dunia sebesar 27.215 orang . Daftar 10 negara dengan jumlah kasus terbesar yang di lansir dari kompas.com yaitu Amerika Serikat, Italia, China, Spanyol, Jerman, Perancis, Iran, Inggris, Swiss, dan Korea selatan. Dari perkembangan kasus penyebaran Covid-19 (Corona Virus Disease) maka semua Negara merespon perkembangan tersebut untuk mencegah penyebaran dengan berbagai cara, ada yang menggunakan Lockdown, Herd Imunity, Healt System, Social Distancing dan lain-lain. Negara-negara yang melakukan Lockdown total karena Covid-19 (Corona Virus Disease) yaitu China, Spanyol, Italia, Malaysia, Perancis, Irlandia, El-Savador, Belgia, polandia dan beberapa Negara lain, sementara Negara yang melakukan Hard Imunity adalah belanda dan Healt system adalah Korea Selatan dan Singapura.
Tim Pusat Pemodelan dan Simulasi Institut Teknologi Bandung dengan teknik ilmiah tertentu memprediksi puncak kasus penyebaran Covid-19 (Corona Virus Disease) di Indonesia akan terjadi pada pertengahan April 2020. Apakah Indonesia akan bernasib yang sama dengan china dengan tidak merayakan Imlek. Ramadhan tahun ini nampaknya akan berbeda karena kita akan ditemani oleh mahkluk ciptaan tuhan yang bernama Covid-19 (Corona Virus Disease). Keyakinan kita akan di uji oleh mahkluk nano ini di Bulan Ramadhan dan Hari Perayaan Idul Fitri. Dari prediksi ITB perapril 2020 jika pencegahanya serius dilakukan korban mencapai 8.000 di Indonesia. Tentunya prediksi ilmiah ini menjadi pesan bagi Negara untuk melakukan tindakan serius untuk melawan serangan virus ini. Secepat mungkin pemerintah Jokowi harus mengambil langkah cepat dan tepat sebelum terlambat. Belajar dari Italia dan Iran dua Negara ini yang awalnya tidak menganggap serius ancaman serangan virus ini akibatnya kedua Negara sampai saat ini kewalahan menangani korban yang setiap harinya berjatuhan, bahkan sampai kepada petugas medisnya menjadi sasaran empuk, rumah sakit tidak mampu lagi menampung banyak korban yang berjatuhan. Kondisi ini terjadi sebagai akibat lambat mengambil tindakan protek untuk keamanan negaranya. Indonesia akan bernasib sama jika Jokowi tidak mengambil tindakan cepat dan tepat untuk penyelamatan Negara.
Sejauh ini korban mencapai di angka 1.155 orang. Angka korban ini di deteksi dengan melakukan proses tes, bagaimna masyarakat yang belum di tes?. Dilansir dari CNNIndonesia Indonesia baru melaksanakan 1.727 tes. Artinya Jika dibandingkan dengan total penduduk baru satu orang yang di tes dari 156 ribu orang. hal ini terjadi karena keterbatasan alat deteksi dan alat tes . sementara angka pengetesan Covid-19 (Corona Virus Disease) Indonesia termasuk yang terendah. Menurut peneliti inggris jumlah kasus Covid-19 (Corona Virus Disease) yang tidak terdeteksi di Indonesia sebenarnya bisa mencapai puluhan ribu hingga ratusan ribu.
Lalu apa yang dilakukan Indonesia?
Virus ini bukan lagi menjadi musuh manusia tetapi sudah menjadi musuh Negara. Virus ini menyerang Negara maka penangananya harus berkelas strategi Negara. Dalam UU pertahanan ini disebut serangan non militer terhadap Negara. Virus ini serangan terhadap Negara maka penangananya tidak cukup melawanya dengan Himbauan Jaga Jarak dan Pembatasan Interaksi yang pelaksanaanya dibebankan kepada kesadaran individu dan masyarakat. Perlu dipahami bahwa masyarakat Indonesia berbeda dengan masyarakat rasional yang ada di korea selatan. Korea Selatan tidak lockdown hanya healt system karena kesadaran masyarakatnya tinggi untuk self lockdown maka tidak perlu menggunakan tentara atau polisi untuk memaksa lockdown seperti yang terjadi di Italia, Amerika dan India. Kemudian korea selatan punya health system yang maju dan cukup untuk melawan Covid-19 (Corona Virus Disease). Berbeda dengan Indonesia tingkat kesadaran masyarakatnya lemah untuk self protect, untuk melindungi diri , untuk patuh terhadap himbauan social distancing. Indonesia di himbau agar tetap di rumah saja tetapi pemerintah tidak menutup akses jalur international, bandara belum di tutup, Turis dan Tenaga kerja asing masih dibiarkan masuk. Sehingga dalam kondisi perang melawan virus Petugas kesehatan menjadi tameng perang. Funsi penyelamatan dibebankan oleh petugas medis tetapi dengan senjata yang terbatas. Alat pelindung diri (APD) yang ada di rumah sakit jumlahnya terbatas akibatnya beberapa dokter dan petugas medis meninggal.
Akankah Indonesia melakukan lockdown untuk melawan mahkluk ini?
Kata lockdown tidak ditemukan dalam kamus Indonesia baik dari tafsir bahasa maupun hukum. Diksi Lockdown di Indonesia diartikan sebagai karantina berdasarkan tafsir hukum. Maka ketika Indonesia ingin melakukan lockdown maka harus sesuai dengan tafsiran UU yaitu memakai diksi Karantina. Sehingga keputusan untuk lockdown adalah proses kebijakan public karena berdasar pada UU. Menurut UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan Lockdown atau Karantina meliputi kegiatan karantina, Isolasi, karantina rumah, karantina rumah sakit, karantina wilayah dan pembatasan sosial dalam skala besar. Namun makna terdekat kata Lockdown adalah karantina wilayah. Apa itu karantina wilayah? Karntina wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Opsi lockdown bagi Indonesia bukanlah hal yang mudah dan Nampaknya sangat dilematis antara penyelamatan ekonomi negara dan sisi kemanusiaan. Jokowi dalam pidatonya beberapa hari yang lalu mengatakan sampai saat ini pemerintah tidak terpikirkan untuk Lockdown. Ketika lockdown dilakukan konsekuensi pelemahan ekonomi akan datang dan menghantam Negara. Di satu sisi hari demi hari peningkatan korban akibat penyebaran Covid-19 (Corona Virus Disease) semakin bertambah. Jokowi ditengah memikirkan bagaimana mengatasi virus ini tiba-tiba mengalami duka mendalam dimana ibunda tercinta meninggal dunia. Bersamaan dengan itu tekanan datang dari publik dan mendilematiskan untuk mengambil kebijakan Lockdown. Apa yang akan terjadi satu bulan kedepan jika pemerintah tidak lockdown, sudah berapa ribu orang akan terjangkit dan terpapar virus ini ? lalu jika Lockdown apakah Negara siap? Konsekuensi dari penerapan lockdown Negara harus mempersiapkan dana dan daya untuk menerapkan Lockdown. Pemerintah harus mempersiapkan lockdown Jangan sampai dilakukan tanpa perencanaan dampak negatifnya jauh lebis besar.
Penduduk Indonesia 70 % bekerja di sektor ekonomi menengah ke bawah dan akan berdampak langsung dari penerapan Lockdown. Tukan becak, pedagang kaki lima di pinggiran jalan, pedagang di pasar traditional, buruh harian, sopir, dan lain-lain akan terkena dampak langsung kebijakan lockdown ini. Peran pemerintah harus turun tangan untuk hadir dengan skema mempersiapkan bantuan langsung tunai untuk 70 % penduduk menengah kebawah, menyiapkan pasokan pangan untuk kebutuhan masyarakat, memastikan ketersediaan logistik untuk kebutuhan masyarakat. untuk kebutuhan pangan yang di tanggung oleh pemerintah pusat bukan cuman orangnya tetapi termasuk seluruh hewan ternak yang ada di wilayah lockdown itu. Hal ini diatur dalam UU No 6 tahun 2018 pasal 55 yang bunyi diksinya adalah Selama masa karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada diwilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. selain itu pemerintah harus mempersiapkan kebutuhan dan alat-alat kesehatan yang memadai disejumlah rumah sakit karena mengingat masa lockdown distribusi barang akan melambat. Untuk melakukan itu apakah Negara memiliki cadangan pangan, cadangan energy, cadangan obat-oabatan cukup untuk 70 % penduduk selama masa lockdown? Betul-betul menguras dompet Negara. Dampak yang lebih massif lagi ketika lockdown adalah aktifitas dagang tutup, ekspor dan impor tutup, objek pariwisata tutup, aktifitas bank macet, kredit macet, pajak menurun dan masih banyak dampak lain yang akan terjadi. Dan yang lebih parah lagi Indonesia di gebuk lewat nilai tukar rupiah terhadap dollar. Inilah Covid-19 (Corona Virus Disease) sang mahkluk kecil yang membuat gundah pemerintah. Melawan virus ini harus berhati-hati karena ini ancaman Negara. Dan Pemerintah tidak hanya fokus bagaimana menelesaikan ini tapi harus juga memikirkan bagaimana kehidupan selanjutnya bisa membaik, Negara bisa bangkit pasca wabah Covid-19 (Corona Virus Disease).
Kondisi ini semakin mendilematiskan pemerintah dalam mengahdapi dua ancaman sekaligus yaitu ancaman ekonomi dan ancaman kesehatan. Menyelamatkan kesehatan ekonomi tergerus dan menyelamatkan ekonomi korban berjatuhan. Pemerintah harus betul-betul meramuh racikan yang pas untuk menyelamatkan Negara dari serangan virus ini. Mempersiapkan strategi perang untuk menangkal serangan demi serangan yang datang hari demi hari dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Pemerintah masih punya opsi lain selain lockdown atau tidak lockdown yaitu minta bantuan bagi dunia international khususnya WHO. Sama seperti era SBY saat tsunami melanda aceh langsung minta bantuan di dunia international. Tapi pemerintahan jokowi sepertinya enggan meminta bantuan international. Mungkin saja menganggap bahwa tindakan ini menyangkut harga diri bangsa dan nasionalisme namun semua itu bisa terjadi kalau sudah menyangkut masalah kemanusiaan dan kematian. Untuk itu kita menunggu apa yang akan terjadi kedepanya. Apakah Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan menjadi solusi terbaik dalam menghadapi virus ini. Jika iya pemerintah harus mempersipkan segera mungkin peraturan pemerintah (PP) sebagai petunjuk teknis dalam menerapkan UU ini.
Daerah Lockdown?
Belum selesai proses yang mendilematiskan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah melakukan manuver dengan melakukan lockdown terlebih dahulu. Dalam konteks ini memperlihatkan adanya pola hubungan antara pusat dan daerah yang tidak terintegrasi dengan baik. Dalam konteks perang melawan virus pusat dan daerah harus saling bekerjasama dan paham fungsi masing-masing dalam pencegahan penyebaran virus ini. Soal lockdown siapakah yang punya kewenagan pusat atau daerah? Untuk menjawab pertanyaan ini kembali ke tafsir hukum. Kata lockdown di Indonesia ditafsirkkan sebagai karantina wilayah. Dalam tafsiran UU No 6 Tahun 2018 kewenagan karantina wilayah diatur dalam pasal 5 ayat 1 yang bunyi diksi kalimatnya adalah pemerintah pusat bertanggung jawab menyelenggarakan kekarantinaan di pintu masuk dan diwilayah secara terpadu. Berdasarkan hal tanggung jawab lockdown atau manutup pintu masuk suatu wilayah/daerah menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Kemudian penjelasan dilanjutkan dalam pasal 5 ayat 2 yaitu dalam menyelenggrakan kekarantinaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pemerintah pusat dapat melibatkan pemerintah daerah. Jika kita memaknai secara eksplisit bunyi diksi ayat ini jelas bahwa keputusan pertama untuk lockdown ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah bisa terlibat dalam melakukan lockdown apabila dilibatkan oleh pemerintah pusat. Dan apabila pmerintah pusat telah memutuskan untuk lockdown maka setiap orang wajib mengikuti penyelengaraan lockdown. Ini di atur dalam pasal 9 ayat 1. Jika tidak di patuhi tentu ada konsekuensi hukumnya.
Lebih lanjut terkait kewenangan lockdown diperjelas dalam UU no 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Dalam UU ini membagi tiga urusan pemerintah yaitu urusan absolut, urusan pemerintahan umum dan urusan konkuren (wajib dan pilihan). Di mana urusan pemerintahan absolut yang meliputi pertahanan, keamanan, agama, yustisi, politik luar negeri dan moneter menjadi urusan mutlak oleh pemerintah pusat. Dengan demikian urusan tersebut tidak menjadi kewenangan pemerintah daerah. Terkait dengan Covid-19 (Corona Virus Disease) WHO sudah mengumumkan sebagai ancaman kesehatan dunia dan dunia international menyebutnya nation threat ( Ancaman Negara). Maka dari itu untuk kasus serangan Covid-19 (Corona Virus Disease) masuk dalam kategori keamanan Negara dan rakyat, yang mana menjadi urusan penuh pusat. Kemudian menurut tafsiran UU No 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara serangan Covid-19 (Corona Virus Disease) dianggap sebagai ancaman non militer sehingga dikategorikan sebagai urusan pertahanan yang oleh TNI dan polri wajib ikut terlibat dalam menghadapi virus ini. Kesimpulanya adalah kewenagan untuk lockdown adalah kewenangan pusat . Adapun daerah yang sudah melakukan lockdown terelebih dahulu yaitu : Kota Tegal, Kota Tasikmalaya, Provinsi Papua, dan menyusul beberapa daerah yang sudah melakukan lockdown manual. Lockdown manual ini sebagai bentuk kepanikan atau ketidak tegasan pemerintah pusat ? namun yang terepnting adalah bagaimna Negara ini bisa melawan Covid-19 (Corona Virus Disease) .
*) Penulis adalah Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sembilanbelas November Kolaka dan Peneliti Public Policy Network