Oleh : Nur Syamsi El Zakaria, S,AG.,MH*
BUNGA lagi heboh di pusaran pasar kota Enrekang, dan boleh jadi juga terjadi di tempat lain. saya belum paham persis ini sindrom apa yah, apakah sindrom covid sementara ekonomi sedang sulit, ato berkah covid bertumbuhlah bunga aneka warna untuk mengatasi ekonomi sulit, dan therapi pencegah covid.
Bahkan bunga import pun menjamur antara lain ada bunga kamboja, bunga keris papua, bunga korea, bunga sakura, bunga masamba, bunga sedap malam dan bunga terkini dari negeri jiran, yang pasti tidak ada bunga import dari China dan Francis
Kalo saya sih tak minat beli bunga, di samping emang banyak bungaku, apa lagi masih dalam nuansa bulan maulid justru bagi-bagi bunga untuk menyampaikan pesan cinta Nabi Saw sebagai Nabi yang mulia, Nabi yang penuh Rahmah, dan cahayanya lebih Indah dari purnama bulan dan matahari.
Di sementara seantro dunia lain yang tampak di dunia maya sedang sibuk membuang-buang aqua sebagai protes atas kartun yang notabene melecehkan Nabi Saw, saya juga belum paham persisnya tuh aqua di beli sendiri di supermarket, indomaret, alpamart yang notabene itu milik zionis yahudi, atau beli di kios-kios lalu di buang, dan akhirnya menjadi berkah bagi pemulung yang lebih kesulitan mencari peluang-peluang ekonomi di masa covid. Andai saya banyak uang alias tidak kesulitan ekonomi, sekalian saya akan borong tuh produk coca cola dan semacamnya, rokok dan semacamnya sebagai aksi boikot terhadap produk zionis yang membantai dan menjajah bangsa Palestina.
Dunia saat ini sedang mengalami absurd dan paradok, pada sisi yang satu dunia berada pada pandemic covid_19 dan berdampak pada menurunnya produktifitas ekonomi, namun pada sisi yang berbeda, bunga dan pot menjadi sindrom di pasar-pasar, khususnya pasar sentral kota Enrekang, luar biasa berjubel pembeli bunga-bungaan, boleh jadi mèreka yang tidak berdampak covid, atau yang berkelebihan uang, namun bersamaan dengan dampak covid ada berkah yang menyertainya yang mendatangkan income atau omset bagi yang menjualnya,. Pandemi covid_19 adalah sesuatu yang “buruk” /berdampak pada pendapatan ekonomi, bersamaan dengan ‘keburukannya” terdapat berkah tentu salah satunya adalah bagi mèreka yang mampu menangkap peluang bisnis atas keperluan-keperluan protokoler kesehatan misalnya Taylor yang memproduksi masker dan kebutuhan-kebutuhan lain untuk menjaga imunitas misalnya produksi herbal atau empon-empon, .Lalu apa hubunnganya covid_19 dengan sindrom bunga di passe-pssar, bukankah masyarakat mengeluh dengan kesulitan ekonominya, dan membeli bunga bukanlah uang sedikit.
Paradoksi yang lain; bagi mereka yang mengapresiasikan cintanya kepada Nabi Saw dengan melakukan protes untuk memboikot produk-produk asal prancis dengan cara salah satunya yang viral di media sosial adalah membuang percuma air kemasan aqua yang masih utuh, saya belum tau persis apakah aqua yang dibuang-buang di lapangan terbuka tersebut mereka beli sendiri, atau para pedagangnya yang membuang aqua jualanya. Ironi memang masyarakat mengeluh atas dampak covid_19, lalu melakukan hal yang percuma. apresiasi seperti itu tidak punya dampak positif, tidak profuktif, bahkan merugikan diri sendiri. Masih lebih mending cara para pedangang produk francis yang ada di Yordan, Qatar, dan negara-negara arab lainnya, mereka melakukan kesepakatan untuk memboikot dengan tidak menjual produk-produk itu dalam waktu yang tidak di tentukan, artinya mereka masih timbun dan gudangkan produk-produk Francis tersebut.
Paradoksi khususnya di Francis, sebuah negara yang menjamin kekabasan berekspresi, namun pada sisi yang lain Francis tidak mentolerir kebebasan ekspresi bagi wanita bercadar, dengan regulasi memberi denda bagi mereka yang tampak bercadar di luar area terbuka. Boleh jadi karena minsed pemikiran tentang wanita bercadar identik dengan radikalisme. Maka kebebasan yang di anut oleh negara Prancis tersebut apakah hanya sebatas pada kebebasan mengekspresikan sesuatu sosok secara imajanatif lewat kartun/karikatur, ataukah termasuk kebebasan berbuat sekehendaknya, dan atau kebebasan mengekspresikan sebuah keyakinan asasi manusia misalnya dalam cara berbapakaian. Kalau ekspresi keyakinan di batasi misalnya memakai jilbab/ cadar adalah karena ekspresi soal simbol keyakinan, tetapi saya pun berprasangka bahwa bukankah Prancis tidak menganut paham ateis.
Sebenarnya Islam bertumbuh baik di Francis dengan masjid yang bertebaran di persebaran kotanya, dan kebesaban beragamapun dijamin. Tetapi sekejap kedipan mata harmoni itu hilang begitu cepat saat pembunuhan terhadap Samuel Paty yang di mempersepsikan Nabi Saw lewat kartun, dia di tikam oleh Abdullakh Anzorov, seorang pria berusia 18 tahun asal Chechnya, kemudian ditembak mati oleh polisi. Macron pun memberikan penghormatan kepada Samuel Paty, dan kartun yang dirilis oleh Charlie Hebdo juga diproyeksikan pada bangunan di beberapa kota du Prancis.
Atas penghinaan terhadap Nabi Saw lewat karikatur dan sikap Presiden Prancis Immanuel Mercon yang justru memproyeksikan kartun pada beberapa kota untuk menghormati Samuel Paty, kemudian menuai protes dari kaum muslimin dari berbagai belahan bumi, dengan varian-varian protes.
Menurut saya bebas saja sih orang mengekspresikan cinta kepada Nabi Saw, dan protes terhadap pelecehan terhadap Nabi Saw , atau yang di sucikan oleh salah satu keyakinan tertentu. Sayapun praktis marah kalau Nabiku di lecehkan. Dari beberapa paradoksi di atas, saya pun turut nimbrung membincang abstraksi dunia saat ini yang fenomenal baik dari aneka cara pandang terhadap doktrin agama yang di anut kemudian tereksplor dalam ekpresi-ekpresi, maupun tentang kebebasan, etika / keagungan bertindak, dan hikmah dalam wilayah transenden.
Pertama;
Tentang kebebasan, menurut Sayyid Hussein Nashr seorang pemikir Muslim terkemuka dalam bukunya yang berjudul Islam antara cita dan fakta, bahwa “manusia adalah theomorfis” ada sesuatu yang Agung dalam dirinya yaitu (1) Manusia diberi akal, yang dengan akalnya dapat membedakan yang baik dan buruk (2) Manusia memiliki kemampuan berbicara, yang dengan kemampuan tersebut manusia mampu membangun komunikasi/berbicara dan beradaptasi (3) Manusia memiliki kehendak yang bebas, karena itu manusia memiliki kebebasan untuk memilih.
Saya merilis pendapat Sayyid Hussein Nashr di atas bahwa manusia adalah makhluk yang mulia dengan daya fikirnya yang cemerlang selagi akalnya di fungsikan, namun jika manusia tidak dapat memfungsikan akalnya maka derajat kemanusiaannya masih berada pada taraf derajat kehewanan yang sarat dengan nafsu, keinginan, ego, kebodohan, kecerobohan, keterbelakangan atau yang ekstrimnya adalah primitif, dan lain-lain. Dengan klasifikasi kehewanannya oleh karena belum memiliki cara pandang yang matang pada ajaran agamanya, pada akhirnya melakukan hal yang destruktif, dan lebih parah jika kekerasan yang di lakukan tersebut mengatasnamakan agama, dalam hal ini melakukan pembunuhan atas pelecehan terhadap Nabi. Kemudian dengan kemampuan berbicara, maka manusia mampu melakukan komunikasi-komunikasi kreatif, dialogis, negosiasi, kerjasa sama, dan lain-lain sehingga akan terbangun akomomodasi-akomodasi Yann harmonie untuk saling menghargai dan menjaga. Dan manusia memiliki kehendak yang bebas untuk menyatakan posisinya, memetakan dirinya pada tataran mana ia berada atau berpihak, kebebasan tentu juga memiliki variable dengan pandangan, keyakinan, ide, minsed pemikiran dari suatu bangsa atau komunitas tertentu. Akan tetapi menurut saya bahwa setiap manusia memiliki fitrahnya, manusia tidak memilih untuk lahir sebagai ras, bangsa, agama, madzab tertentu, tetapi sejak lahir sesungguhnya seluruh manusia sudah membawa fitrah Ketuhanan. Oleh karena itu kebebasan harus memiliki nilai, paling tidak nilai-nilai kemanusiaan universal, dengan fitrahmya tersebut semua manusia cenderung kepada yang baik/ indah, dan dengan fitrahnya manusia cenderung membenci keburukan. Kecenderungan-kecenderungan itu kemudian dibentuk oleh alam, komunitas, pola pikir, ideologi, kemudian membentuk visi dan cita-cita hidup dan melahirkan ekpresinya yang varian, tergantung kecenderungan mana yang lebih dominan mempengaruhi kehidupannya dan mengkohesi jiwanya.
Apa yang terjadi di Prancis adslah variable dari kencerungan-kecenderungan yang berkembang pada diri para pihak lalu mengekspresikan tindakannya, juga di beri ruang oleh negara sebagai variable terpengaruh. Adanya kebebasan ekspresi (misalnya membuat suatu karikatur) tanpa mengindahkan suatu nilai yang sengguhnya nilai itu merusak kemanusiaanya, atau kebebasan berekspresi yang menyinggung suatu keyakinan tertentu adalah juga kebebasan yang tak bernilai, lalu mendapat reaksi spontan dari pihak yang tersinggung dengan tindakan pembunuhan, adalah berbalas reaksi yang telah menyalahi nilai kemanusiaan. Menghilangkan nyawa seseorang dengan menghakimi sendiri adalah tindakan yang brutal dan mengindikasikan bahwa manusia tersebut masih pada derajat kehewanan yang mendominasi dirinya dengan nafsu amarah, dan seterusnya, kemudian si pembunuh langsung di tembak mati oleh polisi negara setempat, semua tanpa pengadilan, kecuali ada regulasi pada negara Prancis yang membenarkannya, wallahu a’lam bisssawab, maka yang terjadi laksana perang yang saling berbalas, kebebasan yang melanggar hak-hak, dan nilai orang lain. Begitulah kebebasan yang kebablasan, kebebasan yang paradoks, dan kebebasan yang tercerabut dari akar transendennya sehingga menghancurkan fitrah kemanusiaannya. Maka kebebasan berkehendak harus di batasi dengan nilai, di mana semua perbuatan ada maharnya, dan akan terbayar, setiap perbuatan di batasi dengan pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt kelak. Dalam FirmanNya di sebutkan dalam QS Al Isra;36 yang artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”.
Kedua;
Akibat dari kebebasan tanpa nilai ibarat hutan belantara tak bertuan, maka sistem rimba sah-sah saja terjadi, siapa yang kuat dialah pemenangnya, sikap-sikap superior dan inferior tercipta mengkristalkan karakter dan menjadi budaya, dan terus berkonflik tanpa berkesudahan, menciptakan otoritarian atas dominasi superior, dan membuahkan anarkisme dari jiwa-jiwa inferior, dalam konteks seperti ini kedua karakter “superior” dan “inferior” adalah bentuk kekerdilan diri.
Pembunuhan dengan menghilangkan nyawa adalah bentuk kekerasan atas kekerdilan jiwa, maka jelas dalam doktrin kitab suci semua agama tidak membenarkan hal ini. Agama hadir pertama-tama merevolusi mentalitas manusianya, dan mengajari kearifan untuk memiliki fikir yang kokoh. Dalam ajaran Islam di sampaikan “sesiapa yang menjamin kehidupan orang lain, maka sama halnya ia menjaga seluruh manusia, dan sesiapa yang memghilangkan nyawa 1 orang saja maka sama halnya kita membunuh seluruh manusia.
Oleh karena itu berproses menjadi manusia adalah berat, Nabi pernah berpesan kepada Ali bin Abi Thalib bahwa ; ” Jika engkau di sanjung tak mungkin jadi bulan, jika engkau di hina tak mungkin jadi sampah, teruslah berbuat kebaikan meski kebaikan itu tak pernah di hargai, jika orang menzholimimu, maka jangan berfikir membalasnya, tapi berfikirlah cara terbaik untuk membalasnya dengan kebaikan karena Allah Maha Baik, dan berjuanglah agar orang lainpun bisa mendapatkan kebaikan dari Allah Yang Maha Baik..,
Saya masih teringat dalam buku agama sejarah Islam kelas 5 SD, menceritakan kisah Nabi Saw yang di hina, Nabi pernah di lempari tai oleh tetangganya, tapi beliau justru mengunjungi tetannganya yang sakit yang pernah melemparinya dengan kotoran manusia, dan Nabi Saw mendoakannya, sikap akhlaq Nabi tersebut menjadikan tetangganya malu sendiri atas sikap-buruknya pada Nabi Saw selama ini.
Pelecehan-pelecehan terhadap Nabi Saw memang harus di lawan, tapi melawan cara-cara yang sporadis dan anarkis, justru mereduksi kemuliaan Nabi Saw sebagai Nabi yang hadir untuk membawa kerahmatan dan menyempurnakan akhlaq , dan Islam yang dikatakan sebagai agama yang selamat, damai, tunduk, dan seterusnya, bukankah justru akan kehilangan relevansinya.
Ketiga;
Namun respon-respon yang “unik-unik” alias konyol-konyol , atau ekspresi-ekspresi yang varian tersebut; sayapun tak menapikannya sepanjang ekspresi itu tidak destruktif dan efektif Saya mencoba untuk memandangnya dalam perangkat keseluruhan pada wilayah universalisme; dalam keniscayaan Transenden; untuk memahami tanda-tandaNya atas segala realitas yang tersaji di muka bumi.
Begitulah hakekatnya segala yang tercipta atas segala realitas sosial, maupun cosmos tidak ada yang sia-sia, semua ada tujuan untuk melihat kualitas respon manusianya. Sebagaimana firmanNya dalam QS. Al Mulk; 2 artinya (Dia yang menciptakan kematian & kehidupan untuk menguji hamba-hamba-Nya, sesiapa di antara mereka yang terbaik amalnya, dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun).
Dalam kehidupan biasa terjadi konflik horizontal, akibat ragam madah manusia yang tidak satu pandang cara merespon, yang pada gilirannya akan tampak siapa yang terbaik “amalnya” dalam merespon momentum-momentum yang ada, maka sekalipun selintas itu “buruk”, bukan berarti melegitimasi perbuatan buruk, namun pada sisi yang lain ada nilai/hikmah yang harus kita petik dari segala peristiwa yang terjadi. Maka memandang keburukan tidaklah parsial, tapi singkaplah dengan tabir-tabir hikmah agar kita mampu memahamai KemahasempurnaanNya….
Subebanallah..Tiada malam yang senyap kecuali setelah itu ada MATAHARI hadir untuk memancarkan sinarnya
Tiada suatu kejadian sekalipun itu selintas “buruk” namun ada kebangkintan-kebangkitan hidayah setelahnya, antara lain misalnya setelah peristiwa 11 September 1991 di Amerika Serikat justru banyak yang penasaran dengan Islam dan akhirnya mendapat hidayah, dan banyak lagi peristiwa-peristiwa lain, misalnya sang missionaris di Mali akhirnya menyerah kepada Islam dan berganti nama menjadi MARYAM karena teladan akhlaq dan sikap adil para muslim terhadap musuh sekalipun . Semoga setelah kejadian di Fransis akan banyak jalan-jalan hidayah untuk mengenal Nabi Saw dengan kemuliaannya..
Keempat;
Ekspresi kecintaan kepada Nabi Saw Kekasih pilihan-Nya menurut saya memulainya dari yang ringan-ringan dulu, antara lain memperbanyak bersholawat (Allahumma Sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala Aali Muhammad), bersedekah, berbagi pencerahan, berkhidmad dan lain- lain. Seandainya saya ketemu IMMANUEL MERCON prèsiden Francis itu, saya gak akan ngamukin dia, tapi gua pasti bilangin negara ello kebebasan yang kebablasan, dan apa ello mau mengekspresikan yang ello yakini kesucian kristus sejelek kartun tersebut, dan ello simbol masyarakatmu, lalu MERCON saya undang ke rumahku, nih banyak bungaku dari pada gua buang mubazzir, ello bawa aja yah semoga bertumbuh subur pun di rumahmu dan jangan lupa bersholawat yah mumpung masih nuansa bulan Maulid.
Sebagai PERMENUNGAN bahwa ketika kita merespon sesuatu kehinaan dengan cara-cara yang sepadan, mama spa beda kita dengan mèreka, kitapun sama dengan kualitas mereka, dan saatnya nanti ketiban malu pada diri sendiri, sepertimana tersebut di atas tetangga Nabi Saw akhirnya merasa malu sendiri atas perbuatannya yang konyol, .dan akhlak Nabi Saw tersebut merupakan pintu-pintu hidayah bagi pembencinya dan akhirnya balik menjadi pencintanya.
Demikian pula ketika kita mèrespon baik sesuatu karena kita menerima benefid kebaikannya, maka apa bedanya kita sebagai manusia yang pragmatis; (ada uang ada barang), praktis nilai kemanusiaan kita pun masih sebagaimana umumnya manusia. Ada satu hal yang mencitrakan kita menjadi “manusia sejati” yaitu tatkala kejahatan di balas dengan kebaikan, itulah sesungguhnya yang di namai dengan akhlaqul ‘adzimah (akhlak yang Agung), tataran paling tinggi dari pada sekedar akhlaqul karimah, Akhlaqul ‘adzimah tersebut yang menjadikan kita berpredikat “manusia istimewa” manusia yang telah selesai dengan dirinya, dan tidak sebagaimana umumnya manusia-manusia yang lain. Itulah teladan Rasul Saw yang memiliki akhlaqul ‘adzimah dalam firmanNya QS. Al Qalam surah ke- 68 ; 4 Artinya “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad memiliki budi pekerti yang Agung/ luhur”.
Akhlaqul karimah itu biasa, berbuat baik pada orang lain karena berbalas jasa atas kebaikannya pada kita, akhlaqul ‘adzimah itu yang luar biasa yang telah melampaui kediriannya, dan itulah sebaik2 manusia yang telah mengenal dirinya di ciptakan untuk mengabdi kepada Sang Rabb Yang Maha Rahman dan Maha Rahim,
Maka kualitas respon adalah “kualitas kedirian”,
kualitas respon berbanding lurus dengan kualiatas diri pada konteks masa dan ruang, cara merespon penghinaan terhadap Nabi Saw jika di lakukan dengan dengan kualitas strategis itu akan lebih terhormat dan mulia, tinimbang kita melakukan hal-hal destruktif. Oleh karenanya seyogyanga kita merespon setiap kejadian dengan “kualitas respon” agar kesucian dan kemulian Nabi Saw tetap terjaga, dan akan selalu membahana di seantro jagad. Merespon dengan sikap-sikap yang cerdas, strategis, dialogis, diplomatis, sikap lapang menebar bunga2 yang harum semerbak mewangi perlambang keindahan dan kerahmatan. Dengan begitu ibarat kita membuka lorong-lorong hidayah dan membuka kanal-kanal mataair yang akan praktis mengarak mereka memasuki lorong tersebut secara berbondong2, dan ibarat arus air itu akan mengalir deras mencari fitrahnya/datarannya, sehingga semoga SANG IMMANUEL MERCON pun dan siapapun kelak akan mencintai Nabi saw, Aamin.
Akhirnya izinkan saya merangkai puisi untuk pejuang kemanusiaan,
Islam itu indah
Cinta itu kesempurnaan menuju Ilahiyah
Bukan bunga semusim, yang mudah patah
Karena cinta, jiwa manusia akan beraurah
Islam itu penuh rahmah
Harum mewangi aroma zahrah
Semerbak jiwa-jiwa yang fitriah
Karena akhlak ‘adzimah
Islam itu agama kemanusiaan
Yang bersumber dari fitrah Ketuhanan
Nabi dibangkitkan membawa kerahmatan
Mengawal kita kepada keselamatan
Hingga di ujung dengan kebahagiaan
Dan hidup dalam Keabadian
Islam itu berserah diri
Islam itu membawa damai
Bukan pula tak punya nyali
Tapi merespon dengan strategi
bertindak cerdas dan teliti
Agar kita menang tanpa melukai
“Sekian dan terima kasih dari Nur Syamsi”
*) Penulis adalah Guru PAI Non PNS Kabupaten Enrekang