MataKita.co – Kampus Gagasan kembali menggelar Kuliah Sore. Kali ini bertajuk Memahami Amandemen Konstitusi dengan menghadirkan Pakar Hukum Tata Negara Universitas Hasanuddin, Fajlurrahman Jurdi dan berlangsung virtual melalui zoom, Kamis (23/9/2021).
Fajlur menyampaikan bahwa amendemen atau perubahan konstitusi dilakukan karena adanya faktor kepentingan, faktor politik dan hukum yang materi muatannya belum sepenuhnya diatur dan membutuhkan penyempurnaan seperti pada bidang Demokrasi, Hak Asasi Manusia (HAM), serta fungsi check and balance lembaga negara.
Ia melanjutkan, perubahan konstitusi kita dilakukan secara rigid, hal inilah yang membuat perubahan konstitusi rumit dengan tahapan-tahapan yang harus dilalui, berkaitan dengan kuantitas aktor yang terlibat.
“Cara mengubah konstitusi kita masuk pada perubahan konstitusi rigid, bukan konstitusi fleksibel, kenapa rigid? Karena ada mekanisme yang rumit, ada tata cara yang rumit, ada keterlibatan aktor yang banyak yang harus menyetujui perubahan Undang-Undang Dasar,” jelasnya.
Adapun catatan penting yang harus diperhatikan jikalau ada perubahan konstitusi, yakni berkaitan dengan kelembagaan negara (misalnya posisi Komisi Yudisial), penegasan rezim Pemilu dan Pilkada, serta standar konstitusional subjektivitas Presiden dalam menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Fajlur juga menyinggung wacana amandemen konstitusi saat ini yang menurutnya patut dicurigai. Isu yang dimunculkan adalah menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang kewenangannya diberikan ke MPR. Jangan sampai sasaran utama amandemen ini adalah masa jabatan presiden yang diatur di Pasal 7. Hal ini berpotensi memberikan ruang perpanjangan masa jabatan Presiden (3 periode). Ini adalah bentuk pelanggaran terhadap amanat reformasi sehingga harus dikawal bersama agar tidak terjadi.
“Yang jadi soal ini adalah kenapa muncul sekarang? Isu sebelumnya kan menambah masa jabatan presiden. Ini ditolak. Untuk menambah jabatan presiden kan harus mengamendemen konstitusi. Karena ada penolakan untuk tambah masa jabatan presiden, maka muncul ide agar dilakukan perubahan terbatas konstitusi, yang terbatas pada PPHN. Pertanyaannya adalah sejauh mana pentingnya itu PPHN, status hukumnya bagaimana?”
Dirinya kembali menegaskan, “bagaimana kalau ternyata sasarannya itu bukan PPHN, tapi pasal 7. sebelum pendaftaran capres dan cawapres pasal 7 telah diubah, maka mendaftar lagi incumbent, jadilah tiga periode.”
Terakhir, Rektor Kampus Gagasan, Masyita Marsuki berharap semua yang hadir dapat memahami mengenai amandemen konstitusi.
“Kalau kita bicara konstitusi, pasti akan berdampak ke kita semua. Jadi setidaknya harus dipahami. Masyarakat perlu wawas diri. Ini juga menyangkut sikap dalam menghadapi isu-isu sekarang mengenai amandemen,” pungkasnya. (Nan/Ms)
Diskusi ini dapat disaksikan kembali pada channel Youtube Fajlurrahman Jurdi atau langsung mengakses link