Beranda Mimbar Ide Mungkinkah Presiden Tiga Periode Dalam Perspektif Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Mungkinkah Presiden Tiga Periode Dalam Perspektif Sistem Ketatanegaraan Indonesia

0
Muhammad Al-Amin Jurdi
Muhammad Al-Amin Jurdi

Oleh : Muhammad Al-Amin Jurdi*

Konsep Pembagian Kekuasaan

Dalam sistem ketatanegaraan, bahwa  kekuasaan tidak boleh dipegang atau dipusatkan satu tangan atau kelompok-kelompok ataupun raja sekalipun, sebab akan terjadi pengelolaan sistem secara absolut dan otoriter. Sebagai contoh, misalnya dalam sistem monarki absolut dan monarki otoriter.

Di mana kekuasaan negara. Memusatkan pada raja semata-mata. Maka menurut para ahli ketatanegaraan, yaitu bahwa harus ada pembagian/pemisahan kekuasaan raja atau eksekutif (Presiden), dalam beberapa bagian, yaitu antara kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif, dan seterusnya?

Pembagian kekuasaan adalah merupakan sistem yang paling terbaik, guna mencegah, jangan sampai kekuasaan negara tersebut, dipusatkan atau dipegang satu tangan atau raja secara absolut dan otoriter, maka di dalam suatu negara akan terjadi malah petaka besar, dan bahkan negara akan hancur dan bubur dengan sendirinya.

Makanya para ahli ketatanegaraan barat, mengatakan dan mengusulkan, bahwa kekuasaan perlu dibagi-bagi dalam beberapa bagian, yaitu sebagai berikut:
1. Kekuasaan legislatif, yaitu adalah kekuasaan yang membuat undang-undang.
2. Kekuasaan eksekutif, yaitu adalah melaksanakan undang-undang.
3. Kekuasaan yudikatif, yaitu adalah menjalankan fungsi peradilan.

Konsep Pemisahan Kekuasaan

Pemisahan kekuasaan adalah untuk mencegah, jangan sampai kekuasaan tersebut, dipegang oleh kelompok-kelompok atau lembaga (organ) negara tertentu, yang memiliki lebih banyak kekuasaannya.

Maka kekuasaan yang dipegang oleh sekelompok orang, yang memiliki lebih banyak kekuasaannya. Harus dipisahkan dalam beberapa bagian, atau dalam beberapa dimensi lembaga, komisi-komisi, dan badan-badan kenegaraan kekuasaan negara lainnya. Dengan cara pembagian kekuasaan, yang meliputi kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif.

Dalam arti normatif, pemisahan kekuasaan juga. Adalah salah satu cara. Bahwa kekuasaan perlu dipisahkan dalam beberapa kebijakan dan fungsi (organ) lembaga negara tersebut. Supaya kekuasaan ketiga organ negara, yaitu dipisah-pisahkan dalam beberapa perpecahan kelompok organ negara, yang meliputi antar kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Sehingga terjadi pengawasan, pengontrolan, dan akan terjadi keseimbangan antara lembaga-lembaga negara atau yang biasa kita sebut dengan cabang-cabang kekuasaan negara,yang sangat ketat dan tegas, karena di dalamnya menjelma yang namanya prinsip “Checks and balances”.

Yaitu terjadinya keseimbangan masing-masing diantara fungsi-fungsi (organ) dan kebijakan-kebijakan organ kekuasaan negara, yang dibagikan dalam beberapa dimensi pembagian/pemisahan kekuasaan, atau yang sering disebut sebagai konsep “Trias Politika”.

Masing-masing ketiga konsep pembagian/pemisahan kekuasaan tadi, yang membagi kekuasaan negara dalam beberapa perspektif pembagian, yaitu antar kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, karena di dalamnya menjelma prinsip, yang akan memperkuat  pembagian/pemisahan kekuasaan, yaitu prinsip pembentukan lembaga-lembaga negara.

Lembaga legislatif (DPR), ada lembaga pengawasnya secara khusus, lembaga eksekutif (Presiden) ada badan, yang akan mengawasi eksekutif secara khusus, dan begitu juga dengan lembaga yudikatif (Peradilan Kekuasaan Kehakiman) ada Komisi, yang akan mengawasi secara khusus yudikatif, inilah yang dimaksud dengan pemisahan kekuasaan organ negara itu, yang dipisahkan dalam beberapa perpecahan cabang-cabang lembaga negara tersebut.

Presiden Tiga Periode Dalam Perspektif Ketatanegaraan Indonesia

Sudah dikatakan atau sudah kita bahas dibagian awal tulisan di atas tersebut. Bahwa kekuasaan negara. Perlu dibagi dalam beberapa konsep ketiga kekuasaan organ negara. Dalam beberapa perspektif pembagian/pemisahan kekuasaan tersebut, yaitu antar kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Tapi yang menjadi pertanyaan yang serius dan terpenting, apakah cukup hanya sekedar pembagian/pemisahan kekuasaan, saya mengatakan dan berpendapat, itu tidak cukup hanya sekedar pembagian/pemisahan kekuasaan.

Kalau pembagian/pemisahan kekuasaan, hanya semata-mata diterapkan dalam kebijakan dan fungsi (organ) negara, dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, masing-masing diantara hubungan lembaga-lembaga negara tersebut. Maka akan terjadi kesewenang-wenang dan penindasan-penindasan terhadap hak-hak rakyat secara kejam.

Kelemahan Konsep Pembagian/Pemisahan Kekuasaan (trias politika)

Montesquieu adalah salah satu orang Prancis, yang telah menyempurnakan teori atau pemikiran John Locke dari Inggris, menurut Montesquieu, bahwa dibalik pembagian kekuasaan tersebut, terdapat ada suasana pemisahan kekuasaan, sehingga terjadilah saling mengawasi, mengontrol, dan terjadi keseimbangan, di antara hubungan lembaga-lembaga negara tersebut.

Tapi kita harus ingat, didalam konsep trias politika itu, dari hasil produk pemikiran barat tersebut, yaitu banyak kelemahannya, yang sangat serius dan fatal, kalau kita mau menghubungkan dalam perspektif alam pemikiran hukum tata negara bangsa  Indonesia sendiri, kita melihat, banyak sekali kelemahannya.

Di dalam hukum tata negara. Ada teori yang mengatakan bahwa kalau kekuasaan negara tadi, di pusatkan hanya semata-mata kepada ketiga kekuasaa organ  tersebut. Maka kebebasan akan berakhir di diktator atau otoriter

Yang dimaksud pendapat diatas tersebut, perlu ada yang namanya pembatasan kekuasaan. Sebab kalau tidak dibatasi ketiga kekuasaan organ negara tersebut. Maka secara otomatis dan konstitusional, yaitu tidak ada jaminan dan perlindungan hak-hak warganegara secara pasti, tegas, dan nyata.

Menurut Lee Comeran Mc Donald, yang dimaksudkan oleh Mantesquieu dengan perkataan “the akeutive inregard to matters that depend on the civil law” itu tidak lain adalah “the sudiclery”  jika ketiga fungsi kekuasaan itu terhimpun dalam satu tangan atau satu badan, niscaya kebebasan akan berakhir dikatakan oleh Mcdonald “The heart of Montesquieu s theme was that where three functions were combang in the same person or body of magistratus, there would be no the end of laberty”, yaitu akan berakhir otoriter, dan seterusnya.

Menurut Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa kita memang tidak dapat lagi menggunakan kecemata Montesuqieu (1889-1985). Banyak sekali hal-hal yang sudah berubah. Sehingga fungsi-fungsi kekuasaan negara tidak lagi bersifat trikotomis antara fungsi-fungsi kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif semata-mata.

Saya sepaham dan setuju dengan pendapatnya Jimly Asshiddiqie maupun Lee Comeran Mc Donald diatas tadi, memang di Indonesia. Mulai terjadinya Perubahan Pertama sampai Keempat, Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), yang mengalami perubahan empat kali berturut-turut, yaitu tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.

Telah melahirkan sistem ketatanegaraan yang lebih indah dan bagus, dari sebelumnya. Dari hasil perubahan (amandemen) tersebut. Banyak yang lahir lembaga-lembaga, komisi-komisi, dan badan-badan pemerintah (eksekutif) lainnya. Di antaranya adalah Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan ada juga lembaga yang dihapus, yaitu (DPA), dan seterusnya.

Oleh karena itu. Tidak relevan lagi kita pake  trias politika, yang sebetulnya sangat lemah, dan seterusnya.

Indonesia Menganut Pembagian Kekuasaan Menurut alam Pemikiran  Bangsanya Sendiri, Tidak Menganut Konsep Trias Politika

Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) tidak menganut.

Pembagain/pemisahan kekuasaan ala John Locke dan Montesuqieu Barat itu. Dengan teori andalannya itu, yaitu yakni yang dikenal dengan teori konsep trias politika, yang membagi kekuasaan, dalam beberapa kategori pembagian itu, yang dibagi dalam beberapa bagian, yaitu antara kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, kekuasaan yudikatif, dan lain sebagainya.

Pembagain kekuasaan yang diyakini oleh bangsa Indonesia sendiri, yaitu adalah menurut keyakinannya, yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), dari hasil perubahan atau amandemen.

Dalam literatur-literatur hukum tata negara Indonesia mengatakan bahawa negara Indonesia tidak menganut trias politika. Indonesia memiliki perangkap hukum tata negara-nya sendiri.

Menurut Moh. Mahfud MD, yang ditulis dalam bukunya, yaitu “Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi” mengatakan bahwa dalam suatu negara. Tidak perlu pake konsep hukum tata negara dari  luar atau dari barat, hukum tata negara. Ada didalam bangsa atau negaranya sendiri.

Apakah Mungkin Presiden tiga Periode Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia?

Saya rasa. Masalah jabatan Presiden tiga periode. Itu tidak diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) secara eksplisit, cuman dikatakan hanya menjabat dua periode. Tidak lebih dan tidak kurang, kita harus pahami makna dari UUD 1945 itu.

Itu yang ditakutkan oleh sejumlah besar ahli/pakar hukum tata negara. Jangan sampai kekuasaan dipusatkan kedalam ketiga jenis fungsi-fungsi lembaga negara tersebut. Terutama Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945),  dari hasil Perubahan Pertama tahun 1999, dapat dilihat atau dibaca, yang termuat dalam Pasal 7.

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”.

Tidak ada pasal satupun yang mengatakan bahwa jabatan Presiden, atau seorang Presiden, yang telah menjabat Presiden dan/atau Wakil Presiden, dalam dua rangkap atau dua periode. Bisa dipilih kembali menjadi Presiden dan/atau Wakil Presiden, berarti jumlahnya tiga periode. Sedangkan UUD 1945, yang termuat dalam Pasal 7, hanya mengatakan dua periode. Bukan tiga periode. Itu bahayanya.

Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil awal pembahasan tulisan ini, maka pembagian/pemisahan kekuasaan dari alam pemikiran barat maupun dari alam pemikiran hukum tata negara bangsa Indonesia sendiri, sama-sama menghendaki, bahwa ketiga cabang kekuasaan negara, yang dibagi-bagikan,  dalam beberapa bagian cabang organ tersebut, tidak boleh dipegang oleh kelompok-kelompok, individu-individu, dan perorangan-perorangan, yang memiliki kekuasaan yang lebih banyak. Maka hukum tat negara dalam keadaan yang tidak baik dan terancam subtansinya?

Maka untuk menyelamatkan hukum tata negara, yaitu dengan cara membatasi kekuasaan badan-badan pemerintah (eksekutif/Presiden), yaitu yakni adalah dengan undang-undang dan peraturan-peraturan  buatannya sendiri, agar tidak terjadi kesewenang-wenang dan penindasan-penindasan secara kejam, yang akan merugikan hak-hak dan kepentingan-kepentingan warganegaranya. Dan atau rakyat/masyarakat negara, yang berkepentingan dengan negara yang bersangkutan.

Dari kesimpulan materi-materi dan teori-teori yang kita bahas dari awal tulisan ini, dapat kita bagikan atau dapat dirangkumkan, dalam beberapa perspektif rangkuman, yaitu sebagai berikut: Pertama: Hukum harus dijalankan dengan sebaik-baiknya dan sesempurna mungkin. Kedua: Yudikatif sebagai pilar-pilar hukum, harus mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif, efisien, konsekuen, dan konstitusional. Ketiga: Adanya kebebasan pilar-pilar demokrasi, supaya kebebasan berpendapat tidak muda di kriminalisasi oleh kekuasaan, maka secara otomatis demokrasi tetap terjaga. Keempat: Kekuasaan negara yang dibagikan dalam beberapa bagian secara tegas, yaitu antara kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan yudikatif, terutama kekuasaan Presiden (eksekutif), harus dibatasi sedemikian rupa. Kelima: Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang baru.  Kekuasaan Pemerintah (eksekutif), lembaga-lembaga, Komisi-Komisi, dan badan-badan kenegaraan lainnya? Perlu ada pembatasan kekuasaan negara secara tegas, di antara  Masing-masing cabang-cabang lembaga atau organ kekuasaan negara yang dibagi dalam beberapa bagian, yang meliputi antar kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan yudikatif; dan. Keenam: Harus dihilangkan sistem Predensial threshold itu.

*) Penulis adalah Sekretaris Umum IMM Komisariat KH. Djamaluddin Amien Cabang Makassar Timur

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT