MataKita.co, Maros – Tepat pada tanggal 25 – 27 juli 2022 penyutingan film berjudul “jarak yang harus ditempuh” berlokasi leang-leang Kab. Maros dengan latar belakang cerita kebudayaan desa Cindakko tentang warisan leluhur.
Sutradara film Aditya Saputra selaku mahasiswa akhir Institut Seni dan Budaya Indonesia Sul-Sel. Sudah melahirkan film berjudul “La Borro” (2017), “Where is my Cow? ” (2018), dan pendiri Production House bernama Blueline Studio bertempat di Kabupaten Maros. Film tersebut sebagai syarat tugas akhir seorang mahasiswa tingkat akhir.
Blueline Studio menjadi production house pada proses pengkaryaan film pendek “Jarak yang harus ditempuh”. Yang sudah memporduksi dua film selama ini, Pertama, web series berjudul “bersama waktu” (2021) dan kedua, film pendek berjudul “Jarak yang harus ditempuh” (2022). Yang saat ini sedang dalam proses produksi selama tiga hari. Insya allah film ini akan rilis pada bulan oktober mendatang.
Sinopsis dari film “jarak yang harus ditempuh” ialah; Ippang 15th seorang anak petani yang hidup di Desa Cindakko bersama ibunya yang bernama Nanna 43th yang jatuh sakit semenjak kematian almarhum ayahnya. Masyarakat Desa Cindakko percaya adanya kutukan tradisi. Kematian almarhum ayah Ippang dianggap kutukan tradisi karena mengambil lahan milik paman Ippang, tradisi tersebut dikenal Pammole, Ippang sering mendengar perkataan tetangga tentang kutukan itu hingga akhirnya Ippang penasaran dan menjadi takut akan kutukan tersebut berlanjut di ibunya.
Ibu Ippang yang sedang hamil 9 bulan berusaha menguatkan diri dari menggap keluarganya terkena kutukan, Ippang berusaha mencegah kutukan tersebut dengan cara melaksanakan tradisi Pammole, syarat-syarat Pammole berupa badik pusaka Cindakko, Sesajen, kerbau dan beberapa pemangku adat. Dg. Haling memberitahukan pada Ippang bahwa kerbaunya sudah layak untuk di sembelih. Sebagai pemangku adat Cindakko untuk menyelesaikan tradisi Pammole, Ippang harus membawa seekor kerbau satu-satunya yang ia miliki ke Dg. Haling. Tapi ia tak menemukan Dg. Haling di kebunnya, Ippang pulang, melihat ada keramaian dirunnahnya, Ippang mengira ibunya telah meninggal akan tetapi tidak lama kemudian suara bayi terdengar dan Nanna menggendong bayinya yang baru lahir disampingnnya Ippang duduk tersenyum. Setahun kemudian, paman Ippang membersihkan kerbau dan lahannya dari semak belukar.
“Pammole adalah tradisi penyelesaian masalah antara dua belaj pihak yang bersengketa tanah, Pammole dipilih sebagai upacara permohonan maaf, penyerahan hak milik dan penyelesaian kutukan bagi pihak yang terkena sumpah serapah yang dipercayai akan mengambil tumbal turun temurun”
Tujuan sutradara mengangkat film bertema tradisi kebudayaan yaitu guna menggali nilai-nilai histroris Desa Cindakko yang masih menjaga tradisi mereka sampai sekarang. Sehingga masyarakat luas mengetahui warisan leluhur yang terjaga hingga saat ini.
Sutradara film, Aditya Saputra menjelaskan bahwa Film “jarak yang harus ditempuh” akan berdurasi 14-15 menit berkategori short movie yang genre drama fiksi dengan nuansa lokalitas Sulawesi Selatan.
“Selain itu, film tersebut bukan hanya sebagai tugas akhir dari perkuliahan, tetapi sutradara berharap film ini akan mengikutkan sertakan festival film yang terkait dengan tema kebudayaan baik dalam negri maupun luar negri” jelasnya.
Aditya menjelaskan, kami berharap dengan adanya film ini dapat menumbuhkembangkan perfilman di Kabupaten Maros agar masyarakat mengetahui banyak tentang dunia film yang berkembang saat ini. Sekaligus memberikan edukasi pentingnya film dalam kehidupan kita sehari-hari. Apalagi film tersebut hasil dari riset yang mendalam terkait kebudayaan kita, pastinya film ini akan menjadi sumbangsi terhadap perkembangan kabupaten Maros.
Penulis : Kahfi Kelana