Matakita.co, Makassar- Polemik Penerbitan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu) No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja terus bergulir. Umumnya masyarakat dikagetkan pada situasi ini.
Sehingga demikian, mengundang banyak pihak ikut komentar. Tak terkecuali Yusril Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Fakultas Hukum (FH) Universitas Hasanuddin (Unhas), nilai bahwa ini bentuk kerja rezim otoritarian. (07/01/2023)
Diterbitkannya Perpu No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang di tandatangani oleh presiden jokowi pada 30 Desember 2022 itu merupakan pembangkangan terhadap putusan pengadilan dan karena itu merupakan watak asli otoritarianisme rezim ini. Jelasnya
“Perpu ini diadakan sebagai pengganti UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang sebelumnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Namun mengapa ketimbang memperbaiki Undang-undang Ciptaker yang sebelumnya cacat formil itu, justru pemerintah seakan bermanuver dan buru buru malah menerbitkan Perpu yang tentunya sudah diprediksi akan menuai kontroversi dalam khalayak publik terlebih Perpu ini diterbitkan pada saat DPR sedang dalam masa Reses”. Tambah Yusril
Selanjutnya Kata Yusril, Dengan terbitnya Perpu ini akan berlaku di indonesia hingga terdapat keputusan dari DPR apakah akan di Tolak atau di terima, apabila ditolak maka akan kembali sama seperti sebelumnya dimana Undang-undang Ciptaker ini harus direvisi dan diperbaiki sebagaimana mestinya dan apabila diterima maka akan berlaku dan dijadikan sebagai undang undang.
“Pada dasarnya Perpu diadakan untuk mnengantisipasi suatu keadaan dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, namun apakah Resesi Ekonomi Global yang dalam hal ini menjadi pertimbangan utama pemerintah menerbitkan Perpu No 2 tahun 2022 ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan keadaan yang memaksa untuk menggugurkan status inkonstitusional bersyarat Undang Undang No 11 Tahun 2020 tentang Ciptaker, nyatanya jika seperti itu hal ini bertentangan dengan keadaan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada pada angka yang cenderung tinggi yakni 5,3 Persen. Lantas kegentingan seperti apa yang di maksud selain kegentingan nafsu pemerintah untuk memberlakukan aturan aturan dalam Undang- undang Ciptaker yang sejak awal kontroversial itu”. Papar Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas itu
Karena itu IMM FH Unhas menolak dengan tegas dan akan melakukan perlawanan terhadap perpu yang merupakan perangkap rezim otoritarian itu, IMM FH UNHAS juga meminta Masyarakat Sipil mengadakan konsolidasi dan merapatkan barisan untuk turut melakukan perlawanan. Tutupnya (*MHM)