Matakita.co, Surabaya- Polemik kebebasan akademik di Perguruan Tinggi kembali bersoal. Sehingga mengundang reaksi publik untuk memberi tanggapan.
Publik menilai bahwa kebebasan akademik tidak boleh dibatasi. Polemik ini kembali ramai akibat adanya keputusan Rektor melalui Surat Edaran Nomor: 259 Tahun 2024 tentang Ketentuan Penyampaian Aspirasi Mahasiswa Lingkup UIN Alaudin Makassar.
Buntut polemik tersebut, Koordinator Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik (KIKA) Satria Unggul Wicaksana menanggapi Surat Edaran (SE) Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar melalui press release resmi pada, Kamis (01/08/2024).
Situasi kebebasan akademik kembali mendapatkan ancaman, kali ini berkaitan dengan aksi mahasiswa dari Universitas Islam Negeri (UIN) Alaudin Makassar, Rektor UIN Alauddin Keluarkan Surat Edaran Nomor: 259 Tahun 2024 tentang Ketentuan Penyampaian Aspirasi Mahasiswa Lingkup UIN Alauddin Makassar.
Aturan yang dikeluarkan 25 Juli 2024 itu pada pokoknya mewajibkan mahasiswa meminta izin secara tertulis kepada fakultas dan universitas. 3X24 jam sebelum penyampaian aspirasi digelar.
Tidak boleh menggunakan symbol tertentu, serta adanya pembatasan dengan pelibatan aliansi mahasiswa. Atas Diterbitkannya kebijakan tersebut, mahasiswa UIN Alauddin Makassar menggelar demonstrasi di Kampus II, Jalan Yasin Limpo, Gowa, Rabu (31/7/2024). Mahasiswa yang berasal dari berbagai fakultas menuntut pihak kampus mencabut Surat Edaran tersebut yang bertentangan dengan prinsip Kebebasan Akademik. Selain itu, mereka menuntut pencabutan Surat Keputusan Drop Out (DO) yang menimpa dua mahasiswa.
Penyampaian Aksi tersebut mulanya berjalan lancar. Mahasiswa satu per satu melakukan orasi. Beberapa waktu berselang, Wakil Rektor III UIN Aalauddin Makassar Prof. Muhammad Khalifah Mustami menemui mahasiswa.
Ia mengatakan, para mahasiswa yang melakukan demonstrasi untuk mendesak rektor mencabut SE 259 Tahun 2024 sudah melanggar aturan. Karena sebelumnya tidak meminta izin secara tertulis.
Ia juga menegaskan bahwa aturan tersebut tidak bisa dicabut. Pernyataan itu, diklaimnya mewakili pimpinan kampus. “Saya mewakili pimpinan menyatakan, bahwa surat edaran itu tidak bisa dicabut,” tegas Khalifah menurut keterangan mahasiswa yang melakukan aksi.
Pernyataan itu pun ditanggapi mahasiswa dengan berseru. Mereka tak terima tuntutan mereka ditolak. Dampak dari aksi tersebut, mahasiswa Demo Desak Dicabut, Security Malah Tangkap dan Tendang.
Tindakan tersebut sudah dapat dikategorikan sebagai pembatasan ruang kebebasan akademik, kebebasan berkumpul dan berserikat, yang telah dijamin dalam prinsip Hukum dan HAM Tindakan represi yang dilakukan oleh Pimpinan UIN Alaudin dengan melaporkan mahasiswa yang jelas merupakan bagian dari pembungkaman.
Sebagaimana dijelaskan dalam UU no. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 9 (1), dijelaskan Kebebasan akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) merupakan kebebasan Sivitas Akademika dalam Pendidikan Tinggi untuk mendalami dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi secara bertanggung jawab melalui pelaksanaan Tridharma perguruan tinggi.
Selain itu dalam mekanisme hukum dan HAM di Indonesia, kebebasan untuk berkumpul, berserikat, dan menyampaikan aspirasi dalam dunia pendidikan tinggi merupakan hak yang melekat pada seluruh sivitas, termasuk dalam Pasal 19 Kovenan SIPOL (ICCPR/ Indonesia ratifikasi dalam UU No.12 Tahun 2005) sebagai bagian dari kebebasan berekspresi, dan Pasal 13 Kovenan EKOSOB (ICESCR/Indonesia ratifikasi dalam UU No.11 Tahun 2005) sebagai bagian dari hak atas pendidikan. Sehingga perenggutan, pendisiplinan, bahkan serangan terhadap kebebasan akademik kepada mahasiswa seperti yang terjadi di UIN Alaudin Makassar dapat dikategorikan sebagai pelanggaran atas kebebasan akademik yang juga termasuk sebagai pelanggaran HAM.
Kemudian, Rektorat UIN Alaudin Makassar juga perlu memahami prinsip-prinsip kebebasan akademik yang juga disebut sebagai Surabaya Peinciples on Academic Freedom 2017 (SPAF) yang telah diadopsi dalam Standar Norma & Pengaturan (SNP) Kebebasan Komnas HAM, khususnya pada standar 4 dan 5, yaitu: (4). Insan akademis harus bebas dari pembatasan dan pendisiplinan dalam rangka mengembangkan budaya akademik yang bertanggung jawab dan memiliki integritas keilmuan untuk kemanusiaan; (5). Otoritas publik memiliki kewajiban untuk menghargai dan melindungi serta memastikan langkah-langkah untuk menjamin kebebasan akademik.
Atas tindakan represif yang dialami mahasiswa UIN Alaudin Makassar KIKA menuntut Rektor UIN Alaudin Makassar untuk:
1. Mencabut Surat Edaran 259 yang berlaku di UIN Alaudin Makassar, dan melindungi hak mahasiswa untuk menyampaikan pendapat sebagai bagian dari kebebasan berekspresi pula kebebasan akademik dijamin oleh Undang-Undang, sehingga mahasiswa tidak perlu takut untuk menyuarakan kebenaran.
2. Menghimbau Pihak keamanan kampus untuk tidak berhadap-hadapan dengan mahasiswa yang menolak kebijakan Surat Edaran tersebut serta tidak melakukan tindakan represif yang merugikan hak dari mahasiswa yang ikut demonstrasi.
3. Mengembalikan dan memulihkan hak akademik mahasiswa yang diancam DO atas aktivitas aksi yang dilakukannya, karena hal tersebut bertentangan dengan prinsip hukum HAM dan kebebasan akademik.
4. Tindakan Rektorat UIN Alaudin Makassar sebagai bagian dari otoritas kampus membatasi kebebasan akademik adalah pelanggaran hukum dan HAM yang dijamin dalam perundang-undangan.
5. Menghimbau pihak-pihak terkait, seperti Ombudsman RI dan Kemenristek menegur tindakan yang terjadi di UIN Alaudin Makassar.
(**)