Matakita. Makassar- Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH Unhas) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Hukum dan Praktik Pengelolaan Lingkungan Masyarakat Adat Ammatoa di Sulawesi Selatan” pada hari Kamis, 05 Desember 2024, yang dilaksanakan di Ruang Video Conference Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin bekerja sama dengan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI).
Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Bapak Dr. Kahar Lahae, S.H.,M.Hum., dari Fakultas Hukum Unhas dan Prof. Muhammad Alif K. Saide.,Ph.D. dari Fakultas Kehutanan Unhas. Kegiatan ini diikuti pula oleh beberapa peserta, yaitu beberapa Guru Besar Fakultas Hukum Unhas, diantaranya Bapak Prof. Dr. Aminuddin Salle,S.H.,M.H., Prof. Dr. Anwar Borahima, S.H.,M.H., Prof. Dr. Andi Suriyaman Mustari Pide S.H.,M.Hum serta beberapa dosen pengajar hukum adat lainnya, dosen dan peneliti dari Fakultas Kehutanan dan Fakultas Teknik Unhas. Acara dibuka langsung oleh Dekan Fakultas Hukum Unhas, yaitu Bapak Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H., M.A.P. Acara ini juga dihadiri langsung oleh CEO IOJI, Dr. Mas Achmad Santosa, S.H., L.L.M.
Dalam sambutannya Prof. Hamzah mengapresiasi Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) atas berbagai kegiatannya dalam rangka menjaga kelestarian alam. Beliau menyampaikan bahwa di Sulawesi Selatan ini ada dua Masyarakat Adat yang masih sangat menjaga tradisinya yaitu Masyarakat Kajang di Bulukumba dan Tolotang di Sidrap. Masyarakat Kajang terkenal dengan pakaiannya yang serba hitam, ini melambangkan kesederhanaan mereka. CEO IOJI Dr. Mas Achmad Santosa, S.H., L.L.M. menyampaikan rasa terima kasih atas kesediaan Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, menerima IOJI untuk belajar langsung dari para akademisi yang sudah meneliti terkait dengan Masyarakat Adat Kajang.
FGD ini dimoderatori oleh Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dari Departemen Keperdataan, yang juga aktif meneliti terkait hukum adat, yaitu Ibu Andi Suci Wahyuni, S.H.,M.Kn yang menyampaikan bahwa Kajang merupakan salah satu MHA di Sulawesi Selatan yang masih menjaga tradisinya.
Dr. Kahar menjelaskan bahwa komunitas adat rentan terhadap eksistensi dan pengelolaan sumber daya, sehingga diperlukan kehadiran Negara untuk memberikan perlindungan. Beliau juga menjelaskan berbagai peraturan terkait MHA mulai dari UUD dasar, sampai SK terkait pengakuan Hutan Adat Ammatoa Kajang. Selain itu, menjelaskan struktur MHA Ammatoa Kajang, Tuga dan fungsi Pemangku Adat dan berbagai nilai-nilai Pasang Ri Kajang. Prof. Alif, dalam paparannya menjelaskan bahwa Masyarakat selama ini menjaga hutannya dengan baik, namun mereka justru kurang mendapatkan manfaat dari hasil pengelolaan hutan tersebut, karena hutan ini di jaga namun tidak dimanfaatkan untuk kebutuhan mereka karena adanya berbagai larangan berdasarkan hukum adatnya.
Peserta diskusi menunjukkan antusias yang luar biasa dengan memaparkan pendapat secara bergantian terkait dengan Praktik Pengelolaan Lingkungan Masyarakat Adat Ammatoa. Baik dari Fakultas Hukum, Fakultas Kehutanan, maupun Fakultas Teknik berdasarkan hasil penelitiannya masing-masing. Hal ini juga mendapat tanggapan balik dari pihak IOJI yang menghimpun berbagai pandangan dari setiap bidang ilmu. Hasil FGD ini diharapkan menjadi bagian dalam memajukan pengelolaan lingkungan berbasis kearifan lokal dan memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan yang berkelanjutan.