Oleh: Rismawati Nur*
“Merdeka bukan hanya tentang tinta yang menandai proklamasi atau hilangnya rantai penjajahan. Merdeka adalah api yang tak pernah padam dalam setiap langkah, setiap keputusan, dan setiap hati yang menuntut keadilan”
Delapan puluh tahun telah berlalu sejak proklamasi 17 Agustus 1945. Delapan dekade yang dipenuhi darah, air mata, dan harapan. Indonesia merdeka! Itulah kalimat yang tertulis di setiap buku sejarah, terdengar lantang dalam lagu kebangsaan, dan tersimpan di hati setiap anak bangsa. Namun, pertanyaan yang paling sederhana sekaligus paling menantang tetap menggantung di ruang kesadaran kita: apakah kita benar-benar merdeka?
Merdeka bukan sekadar hak untuk menentukan nasib sendiri atau kebebasan untuk mengibarkan bendera merah putih pada setiap 17 Agustus. Merdeka adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap individu dan bangsa secara kolektif. Merdeka adalah perjuangan yang tidak berhenti hanya karena tinta proklamasi telah kering atau karena kolonialisme secara formal telah berakhir.
Sejak merdeka, Indonesia menghadapi perjalanan yang panjang dan berliku. Masa awal kemerdekaan dipenuhi oleh tantangan politik dan sosial yang berat. Perjuangan mempertahankan kedaulatan dari agresi Belanda, upaya untuk membangun pemerintahan yang stabil, dan merumuskan undang-undang dasar menjadi fondasi yang tidak mudah. Laju pembangunan ekonomi pun menghadapi rintangan. Krisis politik, ketimpangan ekonomi, hingga korupsi yang merajalela kerap menguji kemerdekaan kita. Semua itu menunjukkan bahwa kemerdekaan sejati tidak otomatis hadir begitu saja, melainkan harus diperjuangkan secara terus-menerus.
Kebebasan sejati tidak diukur hanya dari kemerdekaan atas penjajahan, tetapi merdeka harus dimaknai bahwa kita mampu menjaga keadilan, menghapus kesenjangan sosial, dan memelihara persatuan di tengah keberagaman. Merdeka berarti berdiri tegak menghadapi tantangan internal, seperti korupsi, diskriminasi, dominasi ekonomi, dan praktik-praktik yang mengekang rakyat dari kebebasan hakiki. Dengan kata lain, kemerdekaan bukan hanya terbebas dari penjajahan kolonialisme, tetapi merupakan proses panjang untuk membangun bangsa yang berdaulat, adil, dan berdaya, di mana setiap warga negara berperan aktif dalam menciptakan kehidupan yang merdeka secara politik, sosial, dan moral. Merdeka adalah perjalanan, bukan titik akhir; sebuah janji yang terus diuji oleh realita dan panggilan bagi kita semua untuk terus berjuang demi Indonesia yang sungguh-sungguh merdeka.
Seiring waktu, kemerdekaan mengajarkan kita satu hal penting bahwa merdeka adalah proses yang terus berjalan. Hari ini, kita memang berdiri sebagai bangsa yang merdeka, tetapi kemerdekaan itu tidak pernah bersifat final. Ia selalu menuntut kita untuk melanjutkan perjuangan. Merdeka bukanlah garis finish yang menandai akhir dari pengorbanan, melainkan titik awal dari tanggung jawab yang lebih besar. Tanggung jawab untuk membangun sebuah bangsa yang adil dalam hak dan kesempatan, makmur dalam kesejahteraan yang merata, dan beradab dalam perilaku, tata nilai, serta keadaban sosialnya. Kemerdekaan adalah tugas yang terus dipikul generasi demi generasi, panggilan untuk bertindak, dan janji untuk terus menyalakan cahaya perjuangan.
Dalam delapan puluh tahun ini, Indonesia telah mengalami transformasi yang luar biasa. Dari republik muda yang masih rapuh, kini kita melihat bangsa yang berani bermimpi lebih besar. Infrastruktur berkembang, pendidikan semakin luas, dan teknologi menjadi alat penghubung antarwarga. Media sosial memungkinkan suara rakyat terdengar, sementara generasi muda menunjukkan kreativitas dan keberanian untuk menyuarakan perubahan. Namun, kemajuan ini juga menuntut tanggung jawab yang lebih besar. Teknologi tanpa literasi moral bisa menjadi alat yang memecah-belah, bukan menyatukan. Pertumbuhan ekonomi yang tidak disertai pemerataan bisa menimbulkan ketimpangan yang menggerogoti keadilan sosial. Inilah paradoks kemerdekaan: semakin banyak peluang, semakin besar tanggung jawab untuk menjaganya agar menjadi kemerdekaan yang nyata bagi seluruh rakyat.
Merdeka juga mengandung dimensi spiritual dan personal. Setiap individu perlu memahami bahwa kemerdekaan bukan hanya tentang negara, tetapi juga tentang diri sendiri. Bebas dari rasa takut, bebas dari belenggu mental, bebas untuk berpikir kritis, dan bebas untuk berkontribusi bagi kebaikan bersama. Kemerdekaan yang sejati lahir dari kesadaran individu bahwa setiap tindakan kecil dapat menjadi bagian dari perjuangan besar bangsa. Dengan kata lain, merdeka berarti menyadari bahwa hak dan kebebasan yang kita nikmati hadir karena pengorbanan banyak generasi.
Sejarah bangsa ini mengingatkan kita bahwa merdeka selalu memiliki wajah ganda: di satu sisi adalah perayaan, di sisi lain adalah tanggung jawab. Kita merayakan bendera yang berkibar, lagu-lagu perjuangan, dan simbol kemerdekaan lainnya, tetapi kemerdekaan yang hakiki baru tercapai ketika kita mampu menata bangsa secara adil, memupuk persatuan, dan memberdayakan seluruh rakyat tanpa terkecuali. Merdeka adalah tentang membangun sistem yang melindungi yang lemah, memberi peluang bagi yang kurang beruntung, dan menegakkan prinsip keadilan untuk semua.
Merdeka, tapi terus berjuang, itulah esensi yang harus kita pegang. Perjuangan ini tidak lagi selalu berdarah atau heroik dalam arti klasik, tetapi tetap menuntut keberanian, ketekunan, dan integritas. Merdeka berarti kita berani menolak ketidakadilan, berani menegakkan kebenaran, dan berani bermimpi besar untuk bangsa ini. Perjuangan itu hadir dalam pendidikan, ekonomi, sosial, dan politik. Setiap langkah kecil adalah kontribusi untuk mewujudkan kemerdekaan yang sejati bagi seluruh rakyat. Merdeka adalah nyala yang harus dijaga, cahaya yang harus diteruskan. Maka dari itu, kemerdekaan itu tidak hanya ada dalam sejarah, tetapi harus hidup di setiap napas bangsa ini. Merdeka, tapi terus berjuang, itulah panggilan bagi kita semua, untuk Indonesia yang adil, makmur, beradab, dan merdeka sepenuhnya.
*) Penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada