Beranda Mimbar Ide Komisaris BUMN, Jabatan Hiburan Politik?

Komisaris BUMN, Jabatan Hiburan Politik?

0

Oleh : Ahmad Habibi Baharuddin

(Mahasiswa Pascasarjana UIN Alauddin Makassar)

Penunjukan Andi Rio Idris Padjalangi sebagai Komisaris Utama dan Andi Nusawarta sebagai Komisaris Independen PT Semen Tonasa menimbulkan tanda tanya besar di tengah publik. Bukan karena nama mereka tidak dikenal, tetapi justru karena rekam jejak mereka di arena politik jauh dari kata berhasil.

Andi Rio, yang pernah tiga periode duduk di Senayan dan maju dalam Pilkada Bone 2024, hanya mampu meraih 86.717 suara dari total DPT 298.965, terpuruk di posisi terakhir. Sementara Andi Nusawarta yang merupakan dokter ortopedi mencoba peruntungan di Pilkada Pangkep, dengan hanya mengantongi 15.540 suara dari total DPT 249.362. Fakta ini jelas menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap keduanya rendah.

Namun, publik dikejutkan ketika dua sosok yang gagal meyakinkan rakyat di bilik suara itu justru dilantik menjadi pengawas di salah satu perusahaan negara strategis. 

Pertanyaannya, apakah posisi komisaris di PT Semen Tonasa adalah hasil penilaian kompetensi, atau sekadar hadiah hiburan pasca kegagalan di Pilkada?

BUMN seperti PT Semen Tonasa bukan perusahaan kecil. Ia adalah pemain utama dalam industri semen nasional, dengan peran vital bagi perekonomian Sulawesi Selatan. Posisi komisaris semestinya diisi oleh figur yang paham tata kelola industri, manajemen korporasi, serta memiliki visi strategis untuk mendorong daya saing perusahaan.

Jika kursi komisaris hanya menjadi ajang “bagi-bagi jabatan” bagi politisi yang tersingkir di gelanggang demokrasi, maka ada tiga kerugian nyata:

1. Profesionalisme perusahaan terkikis.

2. Akuntabilitas kepada publik melemah.

3. Konflik kepentingan politik berpotensi besar mencemari pengelolaan BUMN.

Rakyat sudah bosan menyaksikan pola lama ini. Kalah di pemilu, dapat kursi komisaris. Gagal di kontestasi politik, diberi tempat di perusahaan negara. Seolah BUMN hanyalah ladang konsolidasi kekuasaan, bukan institusi bisnis yang harus bersaing secara profesional.

Apakah PT Semen Tonasa ingin dicatat sejarah sebagai perusahaan yang jadi laboratorium politik praktis? Atau sebagai perusahaan yang mampu menjaga marwah profesionalisme?

Masyarakat berhak menuntut transparansi dan meritokrasi. Jika Andi Rio dan Andi Nusawarta memang punya kapasitas, buktikan dengan kinerja nyata, bukan sekadar dengan label politik. Jika tidak, maka penunjukan mereka hanyalah cerminan telanjang dari politik balas budi yang makin menggerogoti BUMN.

Sudah saatnya pemerintah menghentikan praktik ini. Karena BUMN bukan milik segelintir elit, melainkan aset bangsa yang harus dijaga untuk kepentingan rakyat.

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT