Oleh : Fajlurrahman Jurdi
Sejarah hukuman sama tua nya dengan sejarah kejahatan. Punishman sebagai salah satu cara pengendalian tingkah laku kolektif dalam tata kehidupan umat manusia adalah mekanisme kontrol represif. Tetapi sejarah prestasi, sependek pengetahuan saya, tidak sama tuanya dengan sejarah reward, meskipun setiap orang bisa berbeda pengetahuan tentang ini.
Sejarah bangsa-bangsa romawi dengan imperiumnya yang kuat, pasukan yang tangguh, para ksatria yang tak tertandingi, adalah sejarah panjang hukuman. Pemenjaraan di zaman itu adalah penghilangan secara total hak, perampasan kebebasan, tak berkemanusiaan sama sekali. Penjara-penjara itu digali di bawah tanah dengan lorong-lorong yang menakutkan, pagar terali besi besar dan kuat, rantai-rantai panjang dan berat, amat sangat menyiksa. “Jiwa” para kriminal di kekang, “dibunuh” keberanian nya, ditekan di bawah beton kekuasaan yang maha besar, maha jahat dan mengerikan. Kekuasaan yang absolut di zaman itu, istana mereka di bawah nya mengalir sungai darah, tangisan penderitaan dan permohonan pengampunan yang tak pernah habis. Manusia bagai binatang jalang, diperlakukan sebagai mahluk yang datang dari dunia antah berantah.
Setelah dimasukan di dalam tempat gelap dengan pagar besi di bawah lapisan tanah, bila penjahat itu mengancam rasa nyaman para penguasa, mereka akan dirantai dengan rantai besi yang kuat dan besar. Kaki dan tangan memikul beratnya besi yang ditempa menjadi rantai itu, sementara badannya tidur meringkik seperti model pistol. Boleh juga disebut “tidur pistol, karena tangan kiri diikat bersama dengan kaki kiri dan tangan kanan diikat bersatu dengan kaki kanan. Anda bisa bayangkan, penjara-penjara itu begitu mengerikan. Penjara abad-abad itu meskipun tidak menghilangkan nyawa, tapi merenggut jiwa dan mencabut sisa-sisa keberanian tiap orang.
Dunia berputar, kegelapan dan cahaya datang silih berganti. Dunia yang gelap, dimana kekuasaan sebagai sumber kegelapan, meletakkan manusia bukan sebagai perkakas peradaban, tapi manusia adalah semacam hewan liar yang dikekang, dan celakanya, hewan itu datang dari jurang neraka. Begitu manusia menakutkan bagi kekuasaan.Tapi kegelapan tidak selalu abadi, kekuasaan yang tak berakal budi tak bisa bertahan lama, lalu cahaya kekuasaan yang gelap itu mulai menemukan titik-titik cahaya. Titik cahaya makin besar, hingga zaman aufklarung, zaman pencerahan itu datang.
Pemenjaraan mulai bergeser ketika zaman-zaman berubah. Kehidupan terus berjalan dan penjara yang semula penuh dengan kegelapan dan berkarakter “pengekangan” mulai beralih menjadi “pendisiplinan”.
Abad 19 Jeremy Bentham memperkenalkan konsep penjara bundar yang disebut dengan Panipticon. Panopticon ialah penjara bundar yang di tengahnya dibangun menara mercusuar, dan menara ini menjadi tempat pengawasan bagi narapidana. Ada tekanan psikis dengan melakukan kontrol terhadap perilaku narapidana agar mereka dapat membangun kesadaran secara habitual.
Konsep ini tidak berjalan dengan baik, tetapi banyak penjara yang membangun tempat pengawasan di pinggir tembok. Sebagian penjara dijaga ketat oleh penjaga bersenjata. Namun penjara di indonesia justru memiliki pendekatan yang lebih humanis, karena diberi nama lembaga pemasyarakatan.
Hal ini menunjukan, bahwa sebenarnya si terpidana hanya pindah tempat tinggal, dengan berpindahnya tempat tinggal itu, mereka diharapkan untuk menyadari dan belajar, mengenai kesalahan-kesalahan yang dibuat.
Nama si terpidana juga disebut “warga binaan”, istilah yang begitu halus untuk tidak melekatkan pada si terpidana sebagai penjahat.
Hal ini menandakan zaman yang makin demokratis, hukum makin berperikemanusiaan serta ruang tahanan yang tidak begitu “mengekang”. Siang mereka menjalin komunikasi dengan warga binaan lain, dan malam nya mereka istrahat. Artinya, pemenjaraan memiliki kemajuan dari hari ke hari. Sehingga apabila si terpidana di bawa ke penjara, maka dia merasa hanya perpindahan lokasi. Dengan berpindahnya lokasi, ia bisa menyadari bahwa ada yang salah dari kehidupan sosialnya.
Karena itu, menanggapi pemenjaraan harus dengan cara berpikir perpindahan tempat tinggal sementara, seperti seorang mahasiswa yang indekos jauh dari orang tuanya.
Selamat memahami penjara.
*)Penulis adalah pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.