MataKita.co, Jakarta – Kasus yang menimpa CEO MNC Group Hary Tanoe terus menuai kontroversi. Meski Polri telah menetapkannya sebagai tersangka, namun beberapa pihak masih menilai ada kejanggala-kejanggalan dalam kasus ini. Pasalnya isi SMS itu bukan merupakan ancaman, melainkan komitmen politik.
Direktur KTI Watch Furqan Jurdi menilai bahwa SMS itu tidak menyiratkan ada ancaman apa pun, justru sebaliknya, itu adalah komitmen politik HT sebagai salah satu elit politik di negeri ini. “isi SMS HT ke kepada Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto itu kalau dinilai secara objektif, maka kita akan berkesimpulan bahwa HT memiliki komintmen politik untuk membersihkan Negara ini dari oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power.
Sementara kejanggalannya menurut Furqan, terlihat dari pernyataan Jaksa Agung H.M. Prasetyo yang lebih dahulu melemparkan statemen ke media sosial tentang ditetapkanya HT sebagai tersangka, sementara Polri mengklarifikasi itu mengatakan tidak tahu menahu tentang hal itu. “tanggal 17 Juni 2017 Jaksa Agung mengatakan bahwa Hary Tanoe sudah ditetapkan sebagai tersangka. sementara Tanggal 18 Juni 2017, Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto membantah penyataan Jaksa agung itu. Kenapa Jaksa Agung lebih cenderung mendahului proses hukum atas persoalan ini? Sedangkan penetapan HT sebagai tersangka tanggal 21 Juni 2017” Ungkap Furqan Jurdi.
Dari peristiwa tersebut kita dapat melihat kasus ini dengan sedikit “kecurigaan” karena kasus ini sudah banyak dirangkai oleh kasus-kasus yang dikrinalkan. Contoh misalnya, kriminalisasi terhadap tokoh-tokoh bangsa yang kritis, dari Amin Rais, Habib Rizieq, dan terakhir Hari Tanoe. Hal ini harus dihentikan untuk menjaga independensi penegakan hukum kita. Jangan sampai kasus HT ini sebagai pembungkaman terhadap sikap kritis HT yang selama ini selalu berseberangan dengan pemerintah. Tutup Furqan.