Beranda Mimbar Ide Menyoal Data Pemilih dalam Pemilu

Menyoal Data Pemilih dalam Pemilu

0
Yusnaeni

Oleh: Yusnaeni*

Akhirnya Bawaslu kembali merekomendasikan penundaan penatapan DPT selama 60 hari. Perbaikan ini adalah yang kedua kalinya setelah sebelumnya pada 5 September Bawaslu RI merekomendasikan perbaikan daftar pemilih tetap pemilu selama 10 hari. Rekomendasi penundaan DPT ini disebabkan karena masih adanya masalah – masalah terkait penetapan DPT ini antara lain masalah DPT Ganda, pemilih baru yang belum terakomodir dan masih adanya pemilih yang tidak memenuhi syarat (TMS) yang terdapat dalam Daftar pemilih tetap yang ditetapkan secara Nasional pada 5 September lalu. Penetapan DPT yang kemudian harus diperbaiki lalu dilakukan kembali penundaan menunjukkan bahwa masalah DPT ini menjadi terus berulang dalam setiap pelaksanaan pemilu maupun pilkada.

Data kependudukan yang dinamis

Data kependudukan itu sifatnya dinamis. Ada penduduk yang baru lahir, mengalami pertambahan usia, meninggal, pindah domisili dll. Dengan adanya proses dan dinamisasi kependudukan maka tentu menjadi sebuah dalam pencatatan kependudukan. Belum lagi terkadang penduduk yang tidak mencatatkan proses kependudukanya seperti kelahiran, perpindahan domisi, kematian dll. Proses pendataan kependudukan nanti dilakukan ketika memiliki keperluan tertentu misalnya akan mengakses bantuan pemerintah, keperluan yang berkaitan dengan pendidikan, pernikahan dan lain lain. Masalah lainya adalah pendataan warga yang aksesnya jauh dari pusat kota. Terkadang penduduk harus bolak balik mengurus keperluan pendataanya dan ketika sampai dikantor dinas kependudukan ternyata masih ada data yang kurang sehingga harus kembali ke desa untuk melengkapi data tersebut dan tentu proses itu juga membutuhkan biaya menyebabkan masyarakat semakin abai untuk mencatatkan data kependudukanya ke dinas setempat. Saat ini dinas kependudukan dan catatan sipil lebih proaktif dalam melakukan pencatatan data kependudukan dengan mendatangi langsung warga atau pemilih tetapi terkadang masih saja ada yang lolos dalam pendataan tersebut karena ketika dilakukan pencatatan atau perekaman kartu kependudukan (E-KTP), terkadang masih ada warga yang sedang tidak berada ditempat.

Salah satu syarat warga terdaftar sebagai pemilih yakni telah berusia 17 tahun atau telah menikah yang dibuktikan dengan administrasi kependudukan berupa E-KTP. Secara otomatis, bagi warga yang belum melakukan perekaman data E-KTP maka tentu tidak dapat terdaftar sebagai pemilih meskipun telah berusia 17 tahun ke atas. Disinilah terkadang letak problem pendataan pemilih. Data kependudukan yang berasal dari dinas kependudukan dan catatan sipil sangat berpengaruh dan menjadi sumber data awal dalam pendataan pemilih.

Sinkronisasi data kependudukan antara disdukcapil dengan KPU pemilih

Terjadi perdebatan dalam penentuan daftar pemilih apakah menggunakan data kependudukan dinas kependudukan dan catatan sipil karena disdukcapil juga melakukan pendataan kependudukan secara berkesinambungan atau data tersebut hanya menjadi data penunjang dalam penentuan daftar pemilih. Menurut KPU sendiri, data yang berasal dari disdukcapil yang diberikan oleh dirjen kependudukan kemendagri dalam bentuk data DP4 (data penduduk potensial pemilih dalam pemilu) masih dianggap data mentah sehingga KPU melakukan proses sinkronisiasi data dengan kegiatan pemilu sebelumnya lalu dilakukan pemutahiran data dengan melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) yang dilakukan dalam rentang waktu 28 hari oleh petugas khusus yang disebut dengan PPDP (Panitia Pemutakhiran Data Pemilih). Coklit dilakukan dengan cara menghapus pemilih yang telah meninggal, pindah domisili, tidak dikenal, pemilih yang telah berubah status menjadi TNI/Polri atau sebaliknya, dan data yang tidak memenuhi syarat lainya serta mendaftarkan pemilih baru atau pemilih pemula yang baru berusia 17 tahun dan telah memiliki identitas. Setelah dilakukan proses coklit maka data tersebut diolah kedalam sebuah aplikasi bernama sistem informasi data pemilih (Sidalih).

Problem Data Ganda Lalu

Masalah yang sempat mengemuka dalam proses penetapan daftar pemilih tingkat nasional pada 5 September lalu yakni ditemukanya data ganda oleh partai pengusung pasangan calon presiden sebesar 25 juta dari 137 juta daftar pemilih sedangkan data ganda yang ditemukan oleh bawaslu sendiri sebesar 131.363 yang disampel dari 75 Kabupaten/Kota (http://Nasional.compas.com. Data ganda ini terdiri dari beberapa variable antara lain ganda identitas kependudukan berupa NIK, Nama, tempat dan tanggal lahir, hingga alamat.

Data ganda adalah salah satu masalah dalam daftar pemilih, dan jika tidak ditemukan akan menyebabkan seorang pemilih akan punya dua kesempatan untuk menggunakan hak pilih karena memiliki 2 undangan atau pemberitahuan untuk memilih dan jika keduanya digunakan maka akan berpotensi menyebabkan terjadinya pelanggaran tindak pidana pemilu. Terjadinya data ganda ini disebabkan antara lain seorang penduduk memang memiliki identitas yang ganda berupa E-Ktp dengan NIK yang berbeda, terjadi pencatatan yang tidak cermat misalnya dalam proses perpindahan pemilih dari satu TPS ke TPS lainya dalam pemetaan TPS, terkadang data dari TPS asal asal tidak dihapus sehingga menyebabkan pemilih terdaftar dua kali. Selain, proses pencatatan, proses coklit yang tidak maksimal dapat mendorong terjadinya data ganda misalnya petugas PPDP mencatat pemilih yang baru saja pindah domisili karena melihat warga tersebut sudah tinggal disitu lalu di tempat asalnya, pemilih tersebut juga masih terdata oleh PPDP di daerahnya. Dan terkadang data ini tidak dapat terverisikasi sehingga menyebabkan pemilih tersebut tercatat dua kali lalu ditemukan dalam aplikasi.

Mendorong Akurasi Data Pemilu

Terwujudnya data pemilih yang akurat harus menjadi perhatian semua pihak, baik penyelenggaran pemilu, pemerintah dan partisipasi masyarakat. Karena dalam setiap moment penyelenggaraan pemilu, data pemilih selalu saja disoal akurasinya. Bahkan ketika ada pihak yang kalah, maka akurasi data pemilih ini sering menjadi objek yang dipersoalkan. Masalah pemilih memenuhi syarat yang belum terdaftar, adanya pemilih yang tidak memenuhi syarat tetapi menggunakan hak pilihnya (pemilih siluman) serta problem C6 yang tidak terdistribusi secara merata. Padahal pemilu maupun pilkada sudah berkali-kali dilaksanakan maka masalahnya juga pun berkali – kali.

Tidak perlu mencari siapa yang perlu disalahkan, yang terpenting adalah bersama dalam menyelesaikan masalah data pemilih ini dilakukan secara bersama. Jika melihat secara menyeluruh secara garis besar, problem data pemilih ini dapat dapat terjadi di hulu, tengah dan hilir. Sehingga proses penyelesaianya juga harus fokus pada dimana potensi kesalahan terjadi.

Pertama proses akurasi data DP4 yang disinkronkan dengan data pilkada terakhir. Akurasi data capil dan proses sinkronisasi data yang dilakukan oleh KPU sangat menentukan akuratnya data pada tahapan ini.

Kedua Proses coklit, selama proses coklit yang dilakukan oleh petugas PPDP harus valid dengan mendatangi langsung pemilih dan memaksimalkan waktu coklit yang tersedia. Pada tahapan ini, petugas PPDP menjadi kunci akurasi data dengan pengawasan melekat oleh pengawas pemilu dan masyarakat termasuk pengawas dan masyarakat aktif menginformasikan dan melakukan audit pemilih yang belum terdaftar atau pemilih yang sudah tidak memenuhi syarat tetapi masih terdaftar.

Ketiga Penyusunan daftar pemilih, dalam kegiatan ini proses penyusunan dan akurasi data pemilih sangat ditentukan oleh tim teknis KPU dan jajaranya kebawah termasuk penggunaan aplikasi sidalih untuk bisa maksimalk dalam melakukan pembersihan data ganda. Pengalaman sebelumnya dalam proses penyusunan daftar pemilih, terkadang hasil coklit tidak sesuai dengan data yang dikeluarkan oleh sidalih karena proses coklit yang dilakukan secara manual tidak mampu mendeteksi kegandaan dan aplikasi sidalih inilah yang menghapus data ganda tersebut.

Keempat Publis data perulang terkait hasil pemutakhiran. Olehnya itu, data yang telah dimutakhirkan oleh KPU dipublish kemasyarakat baik secara offline dan online dan masyarakat harus aktif memantau dan memastikan bahwa namanya sudah terdaftar sebagai pemilih. Termasuk audit dari Bawaslu dan pihak peserta pemilu untuk memastikan data pemilih ini akurat. Dalam proses publish dan perbaikan data tersebut, pasti akan tetap ditemukan data tidak memenuhi syarat misalnya pemilih yang telah meninggal, dan itu pasti ada sehingga langkah pencegahan yang mesti dilakukan adalah memastikan undangan atau pemberittahuan untuk memilih tidak terdistribusikan sehingga tidak digunakan oleh orang yang tidak berhak.

Kelima Memastikan pemilih pemula terdaftar. Masalah pemilih pemula yang belum terdaftar ini juga menjadi masalah yang berulang karena regulasi terkait proses pemutakhiran data pemilih menyebutkan bahwa pemilih yang memenuhi syarat adalah pemilih yang telah memiliki E-KTP, akan tetapi faktanya pemilih pemula ini terkadang belum melakukan perekaman karena belum genap 17 tahun tetapi ketika proses pemungutan suara sudah berusia 17 tahun sehingga waktu pilkada serentak 2018 lalu kemendagri mengeluarkan kebijakn khusus untuk tetap memasukkan pemilih pemula ini kedalam daftar pemilih dengan jaminan berupa surat keterangan kolektif dari disdukcapil setempat sepanjang yang bersangkutan ada dalam data base kependudukan daerah tersebut dan upaya ini patut diapresiasi karena merupakan perlindungan terhadap hak pilih pemilih pemula.

*) penulis adalah Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Gowa

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT