Beranda Mimbar Ide Organisasi Mahasiswa: Program Kerjanya Kampanye

Organisasi Mahasiswa: Program Kerjanya Kampanye

0
Furqan Jurdi (baju batik)

Oleh: Furqan Jurdi*

Saya masih ingat, apabila kami mendiskusikan IMM dan politik, kami dianggap sebagai orang yang paling berbahaya. Padahal itu hanya sebatas ide.

Dan yang menganggap kami berbahaya itu, telah menjadikan IMM sebagai organisasi yang paling lucu, yaitu jadi tim sukses. Jadilah kadernya sebentuk Farhat Abbas dll. Lucu.

Kalau ditanya program kerjanya, ya jawabannya hanya konsolidasi organisasi. Mirip politisi yang paling norak. Program kerjannya ya berkampanye.

Tujuannya memenangkan salah satu calon dan ‘memukul’ calon yang lain. Ada juga ingin mensukseskan calon-calon dari partai politik, atas nama senior. Jadilah organisasi ini pemberi jasa kampanye.

Inilah titik terendah dari perubahan, dimana dialektikannya, dialektika yang paling rusak dan tentu titik baliknya akan jadi seperti beberapa organisasi yang pernah ada.

Organsasi ini adalah organisasi dakwah, haruslah menciptakan Dai. Tapi yang tercipta malah Juru Kampanye. Mungkin pengkaderannya salah goreng.

Dalam politik keberpihakan itu wajar, tapi menggunakan instrumen kekuasaan dan organisasi untuk memuluskan langkah politik adalah konyol. Ini bukan mesin partai politik.

Organisasi akan menjadi alat berkuasanya oligarki, dan mereka mendominasi organisasi itu. Maka dalam prosesnya yang dipentingkan untuk mengisi organisasi adalah loyalitas tanpa rasionalitas.

Lahirlah berhala-berhala baru. Organisasi diisi oleh kaum paganisma, dan disana banyak tukang pukul, bukan intelektual. Argumentasinya adalah kemarahan dan berdebatnya adalah kepalan tinju ke muka lawan.

Tapi begitulah, setiap zaman itu ada penurunan rasionalitas akal, dan kerusakan pada sistem, dan memperbaikinya butuh waktu lama. Ini adalah titik curam menuju transisi yang lebih lama lagi.

Saya pernah meneliti perilaku politik organisasi seperti ini. Awalnya hanya untuk menjaga basis dan membesarkan orang, tapi pada akhirnya akan melahirkan cabang kepentingan dan jadilah keributan. Pengkaderan terbengkalai.

Perubahanya ekstrim, organisasi kader berubah menjadi organisasi massa. Yang dipentingkan adalah jumlah dan loyalitas.

Maka jangan heran, gaya yang diciptkan awal-awalnya ada gaya birokratisme lama, yang paling kaku. Padahal teori ttg birokrasi sdh berkembang, tapi mereka menggunakan birokrasi abad 19.

Setelah gaya birokrasi yang kaku itu menjadi kebiasaan, maka terciptalah hubungan atasan dan bawahan. Apabila diperintah, bukan hanya tenaganya yang dikasih, tapi seluruh tubuh beserta isinya diserahkan.

Wallahu alam bis shawab.

*) Penulis adalah aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT