Beranda Mimbar Ide Hantu Itu Bernama Inflasi (Refleksi Akhir Tahun 2018)

Hantu Itu Bernama Inflasi (Refleksi Akhir Tahun 2018)

0
Ermansyah R. Hindi

Oleh: Ermansyah R. Hindi *

Meskipun suatu fenomena yang lazim bagi kita mengenai inflasi, namun menarik karena kemunculannya secara bulanan, akhir tahun/tahunan dan bahkan melambungnya harga pangan dan non pangan ternyata di luar perkiraan terutama dari ahli, dari hasil kajian dan riset dari BPS, BI dan lembaga prestise lainnya. Taruhlah misalnya untuk kenaikan harga secara umum (cost push inflation) pada bulan atau hari raya (sebelum dan setelah bulan Ramadhan, Idul Adha/Qurban) maupun menjelang hari Natal dan Tahun Baru memiliki kecenderungan meningkatnya harga dengan indikator inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) secara umum terjadi di Indonesia yang juga pemicu kenaikan harga pasar berdasarkan jenis komoditi yang berbeda-beda. Menyangkut kenaikan harga secara fantastik di luar perkiraan sebelumnya terjadi pada umumnya diakibatkan oleh krisis keuangan global atau krisis moneter dunia seperti pada tahun 1997. Pemicu ketidakstabilan atau melambungnya harga pasar domestik juga dipicu karena terjadinya krisis politik-ekonomi dan masa transisi dalam negeri seperti tahun atau pasca Reformasi 1998 di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, kita akan mengakhiri 2018 sebagai jejak atau ingatan sebagaimana inflasi merupakan pendulum yang berlangsung secara “imajiner” dan “nyata”.

Kembali pada pokok, mengapa dikatakan bahwa inflasi dapat menghantui kita, seperti dilansir oleh Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan inflasi harga pangan (volatile food) bergejolak menghantui di penghujung tahun. Selanjutnya, ia (Direktur Indef, Eko Listiyanto) mengatakan bahwa fenomena inflasi akhir tahun menjadi tren dalam tujuh tahun terakhir. Bergejolaknya harga pangan memang kadangkala terjadi tidak secara merata secara nasional, Jawa dan di luar Jawa, namun secara umum pula inflasi volatile food yang terjadi memiliki kecenderungan lebih tinggi pada bulan Desember ketimbang inflasi pada bulan-bulan sebelumnya. Di sinilah pentingya campur tangan negara melalui pemerintah dalam rangka pengendalian kenaikan harga pasar (Keynesian). Pengendalian inflasi yang dilakukan pemerintah terhadap komponen inflasi volatile food (harga pangan) sebagai inflasi yang diatur oleh pemerintah (administered price). “Sungguhpun inflasi headline-nya turun, tetapi problemnya inflasi volatile food cenderung masih tinggi,” ungkap Direktur Indef (Lihat CNN Indonesia, Kamis, 15/11/2018, Hati-hati, Indef Sebut Inflasi Harga Pangan “Menghantui”).

Kebijakan pemerintah atas pengendalian inflasi dalam perjalanan waktu nampaknya membutuhkan penyesuaian kebijakan terutama target inflasi yang diproyeksikan. Inflasi diproyeksikan Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo pada tahun 2018 berkisar hanya sekitar 3,2 persen secara tahunan (year on year/yoy). “Proyeksi tersebut berubah dari target awal sebesar 3,5 persen,” imbuhnya lagi (lihat CNN Indonesia, Jumat, 16/11/2018, BI Proyeksikan Inflasi Tahun Ini Cuma 3,2 Persen).

Menurut data/informasi BPS Provinsi Sulawesi Selatan, inflasi sebesar 0,28 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 134,73 persen. Disebutkan, bahwa terdapat 5 (lima) kota IHK di Sulawesi Selatan, yaitu empat kota (Bulukumba, Watanpone, Palopo, dan Makassar) mengalami inflasi. Sisanya satu kota lainnya, yaitu Pare-Pare mengalami deflasi. Kemudian, inflasi tertinggi di Bulukumba (0,41) dengan nilai IHK sebesar 140,99 pada bulan November 2018. Penyebab inflasi November 2018 di Sulawesi Selatan sebagai akibat kenaikan harga pada enam kelompok pengeluaran bersamaan kenaikan Indeks Harga Konsumen pada kelompok: (i) Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan (1,18%); (ii) Kelompok Kesehatan (0,30%); (iii) Kelompok Sandang (0,17%); (iv) Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar (0,14%); (v) Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga (0,10%); (vi) Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau (0,07%); (vii) Kelompok bahan makanan mengalami penurunan indeks harga (-0,04%) (lihat Menu Data BPS, Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Sulawesi Selatan Bulan November 2018).

Sementara, proyeksi inflasi BI Perwakilan Sulawesi Selatan tahun 2018 berkisar 2,5 – 4,5 persen lebih rendah dari realisai inflasi tahun sebelumnya (2017) sebesar 4,4 persen. Hingga penghujung tahun, pihak pemerintah yang diwakili oleh BI Sulawesi Selatan segera memproyeksikan inflasi 1,1 hingga 1,4 persen pada bulan Desember 2018 (Lihat Tribun Timur.Com, Makassar, Rabu, 5 Desember 2018, Desember 2018 BI Taksir Sulsel Inflasi 1,2%-1,4%). Dari seluruh proyeksi inflasi terutama inflasi akhir tahun dan inflasi tahunan pada “kebutuhan pokok”, akhirnya Pemerintah dan Pemerintah Daerah ternyata mengambil satu kebijakan dalam rangka pengendalian inflasi (“hantu”) yang setiap saat membayang-bayangi kita, disaat terjaga atau bukan. Jika kita masih percaya pikiran atau pengetahuan tentangnya, hantu (inflasi) dan bayangannya dengan segenap pemecahan masalahnya tidak mampu lagi diproyeksikan oleh “igauan”, “debu kaca ruang kerja” dan “tembok besar nan tinggi”. Ataukah mungkin kitalah hantunya? Wallahu a’lam.

*) Penulis adalah ASN pada Bidang Sosial Ekonomi Bappeda Jeneponto

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT