Oleh : Asdar Nor*
Aroma tahun baru telah tercium. Tahun sebelumnya akan menjadi cerita yang telah tenggelam. Berbagai macam polemic diri dan lingkungan sekitar tetap dalam pikiran tergenggam. Banyak jiwa yang masih bingung dan gelisah dengan arah hidup yang penuh misteri, apakah akan bahagia atau susah nan kelam. Sementara diri terus bergelut dengan pikiran egoism, rakyat jelata terus menjerit keras mengabaikan hidup yang suram. Seyogiaya setiap jiwa dalam menghadapi hidup harus dengan penuh harap dan optimisme layaknya semut yang berjalan di tengah malam. Tak pantaslah diri menyandarkan hati tentang nasib duniawi kepada makhluk yang hidupnya pun tak pasti di keesokan hari, apalagi mengenai akhirat yang kepastiannya masih minim. Berdo’a menjadi solusi dan bentuk bertawakal diri kepada Zat yang tak kenal dusta, apalagi sekadar janji palsu dalam untaian kata namun tak terkirim.
Polemic diri makin bertambah dipenghujung tahun ini. Banyak PR yang tidak terselesaikan dan yang banyak beban yang kejelasannya masih menjadi misteri. Hal ini diperburuk dengan berakhirnya tahun dan munculnya awal tahun kembali. Banyak yang merasa bahagia, tetapi lebih banyak lagi yang merasa sengsara dengan harta yang sedikit, sampai-sampai tak terhitung jari. Memang menjadi tugas dan tanggung jawab bersama untuk memikirkan cara yang terbaik untuk perbaiki problematika hidup duniawi. Kebanyakan mengenai hambatan materi sehingga menjalani hidup pun susah apalagi untuk berkontribusi. Selain menenangkan hati, diperlukan relaksasi diri. Bagi orang kaya, wisata adalah solusi. Tetapi bagi orang miskin, mengais sesuap nasi menjadi jalan pintas dari solusi. Begitulah hidup, tak seindah drama korea yang menghayat hati.
Dua kutub tahun ekspektasi menjadi sangat berarti bagi para komlemerat pemilik materi. Menjadi ambigu genuine bagi millennials masa kini. Tetapi tak berarti bagi kaum bawahan yang terjeruji. Baginya pergantian tahun atau tidak, sama saja karena sangat tak berarti. Mengubah saja tidak, apalagi memuliakan diri. Tetapi, baik bagi kaum borjuis maupun proletar, harta bukanlah parameter kebahagiaan sejati. Bisa jadi, mereka kaum bawahan lebih bahagia daripada mereka pemilik seribu mobil Lamborgini. Semuanya tentang seberapa dekat diri dengan Sang Ilahi. Inilah tolak ukur yang genuine, tak salah lagi. Lalu apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki diri apalagi hati? Suatu pertanyaan yang membutuhkan pernyataan narasi yang dapat terbukti. Dan semuanya tentang melakukan evaluasi di penghujung tahun dan untuk awal tahun diperlukan resolusi.
Evaluasi dan resolusi di dua kutub tahun diperlukan untuk menyelaraskan ekspektasi dengan realitas. Evaluasi untuk mengumpulkan berbagai hal yang bermasalah selama setahun yang telah diretas. Dan resolusi sebagai langkah selanjutnya dari evaluasi untuk memperbaiki berbagai polemic di awal tahun yang rasanya masih mistis. Keduanya sebagai cara untuk mengarahkan hidup yang susah nan keras. Sampai-sampai banyak juga yang memilih jalan kematian untuk mengakhiri kesengsaraan hidup yang tak terbatas. Makanya tak heran filsuf abad ke-17, schopenhour pernah mengatakan “mengantuk nyaman, mati lebih nyaman. Dan yang lebih nyaman dari yang nyaman adalah ketiadaan hidup”. Begitulah, akibat hidup yang fana nan panas. Tetapi yang terpenting adalah kembali ke haribaan Sang Pemilik Hati. Maka
hidup akan penuh makna dan warna bagai panggung pentas.
Metode evaluasi yang diperlukan adalah dengan beberapa cara. Pertama, kumpulkan masalah yang telah terjadi dan belum selesai. Kedua, list dan bedakan antara masalah yang telah berlalu dan masih terasa. Ketiga, untuk masalah yang telah terjadi, perbaiki lagi cara menghadapinya dengan lebih efisien dan efektif lagi. Keempat, untuk masalah yang masih terasa, konsultasikan dengan orang yang tepat dan benar-benar ahli. Terakhir, muhasabah diri (perbaiki sifat dan sikap yang kurang baik) dan lebih mendekatkan diri kepada Allah pemilik hati dan pemilik seluruh alam semesta. Niscaya hidup lebih sesuai ekspektasi.
Resolusi tentunya juga penting. Untuk menghadapi awal tahun yang tentunya genting. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menghadapi awal tahun harus dengan cara-cara yang tidak mengekang. Setidaknya lakukanlah dua hal ini, yaitu buatlah kebiasaan atau rutinitas yang dapat mendukung goals kedepan dengan jangka waktu 21 hari secara konsisten dan tidak kurang. Selanjutnya, dalam menghadapi problem baik kecil maupun besar, usahakan dengan kepala dingin, penuh kesabaran dan memikirkan terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan serta yang terpenting adalah Allah sebagai tempat bergantung. Semoga bermanfaat.
*) Penulis adalah Kader IMM Hukum Unhas