Beranda Berdikari Ketua HMI-MPO UINAM Minta UKT Dihapus

Ketua HMI-MPO UINAM Minta UKT Dihapus

0

MataKita.co, Opini – Situasi pandemi virus Covid-19 saat ini menimbulkan dampak di semua lini kehidupan. Dampak yang paling terasa tentu saja di bidang ekonomi di mana banyak pekerja yang kesulitan memperoleh pekerjaan sampai mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

Hubungannya tentu saja dari sisi dampak ekonomi bagi mahasiswa yang masih menggantungkan kelanjutan studinya dari para penyandang dana mereka.

Sebagian besar mahasiswa, terutama yang menempuh jenjang S1 masih bergantung pada sokongan dana dari orangtua atau kerabatnya. Oleh karena itu, saat ini walaupun secara tidak langsung, pandemi Covid-19 berdampak pula pada mahasiswa. Beberapa waktu belakangan, media banyak memberitakan unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa di beberapa perguruan tinggi menuntut pembebasan biaya kuliah mereka, atau disebut Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Dalam hal ini Pandemi khususnya mahasiwa UINAM itu sendiri akan mengakibatkan krisis ekonomi seluruh lapisan mahasiswa, masyarakat tanpa terkecuali. Bagi orang tua yang membiayai kuliah anaknya pasti mengalami kesulitan membayar UKT. Kita Berharap pihak kampus UIN ALAUDDIN MAKASSAR tidak memaksa mahasiswa membayar UKT semester baru selama pandemi saat ini.

Semenjak UKT diterapkan di Perguruan Tinggi Negeri, gelombang penolakan terus berlangsung. Hampir setiap tahun gerakan mahasiswa di Indonesia mempermasalahkan penggolongan UKT yang belum tepat dan adil dan transparan. Tidak sedikit mahasiswa yang gagal berkuliah, karena mahalnya biaya pendidikan. Hal inilah yang sering disorot oleh mahasiswa setiap tahunnya.

Namun, disatu sisi yang kita butuhkan bukanlah penggolongan-penggolongan dengan berbagai kebijakan tambal sulam lainnya. Yang dibutuhkan oleh mahasiswa, kelas buruh dan rakyat Indonesia adalah pendidikan gratis untuk semua tingkatan. Disisi yang lain gerakan mahasiswa yang dibangun seringkali memisahkan diri dari persoalan rakyat dan dibangun dengan sekedar menyelesaikan kasus, sampai sekarang gerakan itu tidak menemukan peningkatan yang signifikan

apalagi hal ini berhubungan dengan tidak didapatkannya fasilitas yang harusnya didapatkan dalam proses perkuliahan sejak ditetapkannya pembelajaran Daring dan bekerja dari rumah akibat pandemi.

Apalagi mekanisme perkuliahan tidak produktif karna proses daring dari survei di dapatkan tidak relevan membantu mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan.

“Kami mempunyai data mahasiswa yang tidak mampu mengikuti perkuliahan daring karena terhambat ekonomi dan jaringan,” tuturnya.

Besar harapan, tuntutan diatas dapat di realisasikan oleh Rektor untuk dapat membantu perekonomian dan menunjang pendidikan mahasiswa UIN ALAUDDIN MAKASSAR, karena Covid-19 bukan hanya memberikan dampak buruk secara ekonomi, sosial tetapi juga berdampak buruk kepada Pendidikan Indonesia.

gunawan Hatmin selaku Ketua HMI MPO Komisariat UINAM mengatakan, tidak sedikit mahasiswa UIN ALAUDDIN MAKASSAR yang mengeluhkan hal ini, dimulai dari sistem perkuliahan yang tidak efektif dan juga pemborosan paket kuota yang berdampak kepada ekonomi masing-masing mahasiswa, dikarenakan harus selalu menggunakan aplikasi visual untuk melakukan proses pembelajaran.

“Ini membuat mahasiswa merasa riskan sekali, ditengah pandemi ini kebijakan-kebijakan yang mengharuskan para orang tua mahasiswa harus tetap berada dirumah karena tidak bisa bekerja bahkan tidak sedikit yang di PHK dari pekerjaannya, tetapi harus menambah beban secara ekonomi,” bebernya.

Pada saat ini masa perkuliahan semester genap 2019/2020 telah berkahir dan akan memasuki perkuliahan semester ganjil 2020/2021, hal ini menandakan bahwa sebentar lagi akan ada tanggungan UKT yang harus dibayar.”Ini cukup memberatkan mahasiswa UIN ALAUDDIN MAKASSAR dikarenakan perekonomian sedang tidak baik-baik saja,” tuturnya.

Menurut ketua HMI MPO Komisariat uinam “Gunawan hatmin” berdasarkan data dari Kementerian Tenaga Kerja (Menaker) per akhir April 2020 mencatat ada 2.084.593 pekerja yang dirumahkan oleh perusahaan, belum lagi para petani yang kesulitan dalam mendistribusikan hasil taninya ke pasar-pasar, para pedagang yang kesulitan mencari dan menjual barang-barangnya mengakibatkan berkurangnya penghasilan bulanan setiap keluarga masyarakat.

“Kami mengharapkan ada solusi dari pihak Universitas ditengah pandemi saat ini yang semakin memakan banyak korban dan membuat ekonomi semakin memburuk,”

Mahasiswa menuntut keadilan dari pihak kampus agar memperhatikan kondisi ekonomi keluarga mereka yang menurun sehingga mereka terancam tidak dapat melanjutkan kuliah sampai tuntas. Saya mengikuti perkembangan berita mengenai usaha mahasiswa untuk memperjuangkan pembebasan UKT di salah satu kampus. Mahasiswa melakukan berbagai cara untuk bernegosiasi dengan pihak kampus, mulai dari melakukan petisi, mengumpulkan data dan dukungan melalui penyebaran kuesioner, sampai melakukan rapat bersama dengan pihak rektorat dari kampus.

Selain itu, terdapat berbagai persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh keringanan tersebut. Pihak kampus dianggap kurang berempati terhadap kondisi ekonomi keluarga mahasiswa. Iklim demokrasi memungkinkan kita untuk menyampaikan pendapat secara bebas namun bertanggung jawab, sehingga semua pendapat harus kita hargai. Pada tulisan ini saya ingin memberikan pendapat dari dua sudut pandang, yaitu mahasiswa dan kampus.

Saya mencoba memberikan pendapat dari sudut pandang mahasiswa karena saya pun berstatus mahasiswa. Sedangkan pendapat dari sudut pandang kampus dapat saya berikan karena saya juga bekerja di suatu institusi sehingga saya sedikit memahami mengenai anggaran baik berupa pemasukan maupun pengeluaran dari suatu institusi.

Jika melihat dari sudut pandang mahasiswa, sangat wajar jika mahasiswa ingin memperoleh pembebasan biaya kuliah. Hal ini tentu akan meringankan beban keluarga, apalagi yang biaya kuliahnya dibiayai sendiri. Saat pandemi seperti sekarang, selain kesulitan keuangan, mahasiswa juga kesulitan akses untuk menyelesaikan penelitiannya, serta memerlukan tambahan biaya untuk pulsa dan internet karena harus melakukan semuanya melalui telepon.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa pada era 4.0 ini harusnya tidak perlu terhambat karena akses teknologi sudah lancar. Namun, kenyataannya bagi mahasiswa yang memerlukan data penelitian, atau membutuhkan informasi dari seseorang, tidak semua orang bisa efektif berkomunikasi melalui telepon atau chat. Akan selalu ada miskomunikasi atau bahkan tidak memperoleh tanggapan. Hal ini akan sangat menyulitkan sehingga kelulusan mahasiswa dapat tertunda.

Namun, mahasiswa juga harus menyadari bahwa kesulitan yang dialami bukan semata-mata karena adanya pandemi. Mahasiswa juga perlu menanyakan kepada diri masing-masing, apakah selama ini sudah menjalankan kuliah dengan efektif, tidak membuang-buang waktu, serta berusaha sekuat mungkin mengatasi kebosanan karena semua hal harus dikerjakan di rumah dan tidak bisa bertemu dengan orang lain.

Jika hal tersebut sudah dilakukan, permohonan keringanan tentu sangat berdasar dan perlu memperoleh perhatian. Namun jika belum, maka mahasiswa wajib untuk menyadari bahwa keterlambatannya bukan karena kesalahan kampus, tapi ada unsur kesalahan mahasiswa sendiri.

Kita beralih ke pendapat dari sudut pandang kampus. Dalam menjalankan institusi seperti kampus, hal yang dilihat adalah anggaran yaitu dari sisi pendapatan dan pengeluaran. Perguruan tinggi, salah satunya PTN, sumber pendapatannya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan non APBN seperti UKT. Sedangkan dari sisi pengeluaran, ada belanja pegawai, belanja barang, belanja perjalanan dan lainnya yang harus ditanggung oleh kampus.

Pada masa pandemi, pihak di luar kampus kemungkinan hanya melihat bahwa pengeluaran kampus akan menurun karena tidak ada aktivitas di dalam kampus serta tidak ada perjalanan yang dilakukan. Penurunan pengeluaran ini akan dapat dikompensasikan untuk menutup biaya semester mahasiswa yang dibebaskan. Namun yang belum tentu diketahui, anggaran pendapatan pun mengalami penurunan.

Selain dari UKT yang akan menurun jika diberlakukan pembebasan atau peringanan, penurunan pendapatan juga kemungkinan terjadi karena penurunan APBN yang dialokasikan untuk kampus. Di media diberitakan bahwa hampir seluruh kementerian melakukan revisi anggaran untuk penanganan pandemi, dan tentu saja termasuk Kementerian Pendidikan selaku penyokong dana kampus dari APBN.

Maka dari itu, pihak kampus tentu harus melakukan simulasi perhitungan terlebih dahulu untuk melihat neraca keuangan apabila akan dilakukan pengurangan apalagi pembebasan terhadap UKT. Tentu saja pihak kampus juga memperhitungkan jangan sampai para pegawai kampus tidak memperoleh haknya secara wajar. Karena di masa pandemi ini, yang bermasalah dengan keuangan adalah semua orang, termasuk pegawai kampus. Maka semua pihak pun harus memperoleh perhatian.

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT