Matakita.co, Maros- Warga perumahan dosen Unhas Moncongloe Maros adalah warga yang paling menderita setiap kali datang musim hujan. Bagaimana tidak, meskipun hujan sudah berhenti dua atau tiga hari, mereka tetap tidak bisa mengakses rumah mereka.
Air yang tertahan di jalan utama masuk ke kompleks perumahan tidak surut setelah hujan selesai, tetapi menunggu meresap sendiri berhari-hari. Akibatnya, warga sangat menderita setiap musim hujan tiba.
Pengembang perumahan seolah menutup mata dan tidak bertanggungjawab atas apa yang dialami oleh warga. Berkali-kali warga meminta agar ada saluran air yang bisa dibuat supaya tidak tergenang terlalu lama.
Musim hujan kali ini cukup berat hari-hari yang dialami oleh warga kompleks, karena saat musim kemarau yang lalu, sawah di belakang perubahan juga ditimbun lebih tinggi dari lokasi kompleks. Pada saat yang sama, air akan mencari tanah yang rendah untuk berkubang. Akibatnya, bertambah parah banjir yang dialami oleh warga kompleks Perdos Unhas Moncongloe.
Menurut pantauan langsung wartawan kami di lapangan, kendaraan semua di parkir di bahu jalan masuk kompleks. Sementara untuk masuk ke dalam kompleks, warga menggunakan perahu atau berjalan melewati air yang hampir mencapai perut.
Menurut warga berinisial HZ, seharusnya ini menjadi tanggungjawab pengembang, karena pe898rumahan ini belum diserahkan kepada pemerintah daerah kabupaten maros. “Kami tidak bisa menuntut pemerintah, karena masih milik pengembang”, keluh warga.
Salah satu dosen yang tinggal di dalam kompleks dan selalu merasakan banjir ini curhat kepada kami. “Setiap kali banjir begini, saya lebih banyak nginap di hotel”, katanya. “Saya tidak tau kenapa pengembang tidak bertanggungjawab untuk menggali saluran air. Padahal dia bisa lihat bagaimana penderitaan warga disini”, katanya.
“Kalau kaya saya ini masih bersyukur, karena air tidak selalu masuk ke dalam rumah. Saya masih bisa pergi cari penginapan di luar. Bagaimana dengan warga yang kurang mampu kasian. Mereka menginap di masjid, barang-barang di dalam rumah mereka hancur semua. Sehingga warga yang di cluster Leaf terutama, gak ada yang bisa punya barang dalam rumah mereka”, katanya.
“Bagaimana ini pengembang menanggung dosanya sama Allah kalau begini. Mestinya dia punya perasaan sedikit melihat orang-orang disini yang setiap tahun mengalami nasib yang sama. Padahal ada jalannya, yakni buatkan saluran, supaya air ini bisa keluar. Tidak tertahan disini. Sudah kayak danau”, katanya.
“Kalau saya mau ini, saya bisa buatkan pola agar warga melakukan gugatan perdata untuk meminta ganti rugi materil kepada pengembang, karena kelalaian yang menyebabkan rusaknya barang milik warga. Tetapi tidak usahlah cara-cara begitu dilakukan. Cukup dia tau dan memahami, bahwa ada tanggungjawab yang mesti dia tunaikan. Minimal bantu warga disini supaya air ini punya saluran untuk keluar. Sederhana sekali permintaan warga”, Pungkasnya. (**)