Beranda Mimbar Ide Pilpres 2019 : Antara Kebencian dan Kecintaan

Pilpres 2019 : Antara Kebencian dan Kecintaan

0
Ahmad Yani

Oleh : Ahmad Yani*

Memilih berada pada posisi membenci secara berlebihan adalah hal yang kurang tepat. Dan sebaliknya, memilih berada pada posisi mencintai secara berlebihan adalah juga kurang tepat. Pilihlah posisi yang seimbang agar hati nurani tidak tertutup oleh kebencian dan agar akal sehat tidak lumpuh oleh kecintaan. Keseimbanganlah yang akan menghidupkan eling rasa dan mencipta persatuan yang kokoh dalam rumah kebangsaan. Kelenturannya akan merawat persatuan dan menjahit kedamaian di tengah merekahnya dualisme kebangsaan menjelang pilpres. “Jangan terlalu membenci dan jangan terlalu mencintai secara berlebihan, hiduplah seimbang”

Sebab, seringkali kebencian kita terhadap suatu kaum (pasangan calon) membuat hati nurani menjadi tertutup. Hati yang terhalang oleh sisi-sisi positif yang telah diperbuat oleh pasangan calon tersebut. Semakin kita membenci semakin membuat nafsu dan amarah kita terasa ingin meledak dan melenyapkan keberadaan pasangan calon yang ada. Dalam kondisi gelap gulita, bukannya kita menyalakan lilin, justru kita kian mengutuk kegelapan yang ada. Kebencian yang berlebih telah menyelimuti hati sehingga kita berlaku tidak adil justru pada hati nurani kita sendiri.

Begitupula sebaliknya, kecintaan kita terhadap suatu kaum (pasangan calon) seringkali melumpuhkan akal sehat. Yang ada hanya nafsu untuk terus memuji sehingga kecintaan semakin menjadi-jadi. Pengerdilan akal sehat akan terjadi, sebab kita tidak mampu lagi menilai secara objektif kesalahan demi kesalahan yang telah diperbuat pasangan calon tersebut. Tidak adalagi nalar logis untuk mengkritisi, yang ada hanyalah nalar nafsu untuk terus memuji dan memekarkan bunga kecintaan. Kecintaan yang berlebih akan membuat akal tertutup sehingga seluruh jiwa dan raga menjadi hamba dan daulat terhadap kaum tersebut.

Dalam laga pilpres 2019 mendatang, menyisihkan dua kubu pasangan yang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing sebagai manusia biasa. Sikap kita terhadap kedua kubu ini haruslah seimbang, tidak boleh melahirkan kebencian dan kecintaan yang berlebih karena kebencian dan kecintaan yang berlebih justru akan meruyak jahitan persatuan diantara kita. Selayaknya kita menepis segala pergerakan industri hoax oleh oknum yang tidak bertanggungjawab yang mencoba merugikan kubu tertentu. Sebab, kedua kubu ini— secara hati nurani dan akal sehat harus kita akui—adalah putra terbaik bangsa yang ingin membangun negeri tercinta melalui cara terbaik mereka.

Walaupun berbeda latar belakang namun prestasi dan jasa-jasa meraka dalam membangun tanah air tidak bisa dilupakan begitu saja. Misalnya pasangan nomor urut 1 (satu)—Jokowi-Ma’ruf Amin—memiliki setumpuk jasa-jasa yang dapat dibanggakan. Jokowi pernah mengabdikan diri sebagai Wali Kota Solo selama dua priode (2005 s/d 2012). Pernah mengabdikan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta selama dua tahun pada priode 2012-2017, dan akhirnya menjadi Presiden Republik Indonesia pada priode 2014-2019. Penghargaan yang pernah diraihnya: Pengendali inflasi – Bank Indonesia; Tata ruang kedua terbaik se-Indonesia – Kementerian Pekerjaan Umum; Top 50 Leaders dari Fortune; Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan – Kemenaker; Bung Hatta Anti Corruption Award – Meutia Hatta; Anti Gratifikasi – KPK; Program Perlindungan Anak – UNICEF Tahun 2006; Pencapaian target MDGs Untuk program KJP dan KJS – Bappenas; Pangripta Nusantara Utama – Bappenas; Nominasi World Mayor Tahun 2012; Wali Kota No. 3 Terbaik Dunia – The City Mayors Foundation, dll, (selengkapnya dalam viva.co.id.-Profil Jokowi). Sikapnya yang sering blusukan, membuat banyak pihak menilainya sebagai sosok pemimpin yang merakyat. Begitupula wakilnya— Ma’ruf Amin—adalah sosok ulama yang tersohor yang telah banyak berjasa dalam menghidupkan nilai-nilai religiusitas di negeri ini.

Pasangan nomor urut 2 (dua)—Prabowo-Sandi—juga memiliki setumpuk jasa-jasa yang dapat dibanggakan. Prabowo yang pernah begelut di dunia kemiliteran pernah menduduki jabatan penting diantaranya: Komandan Peleton Para Komando Group-1 Kopassandha (1976); Komandan Kompi Para Komando Group-1 Kopassandha (1977) Wakil Komandan Detasemen-81 Kopassus (1983-1985); Wakil Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 Kostrad (1985-1987); Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 Kostrad (1987-1991); Kepala Staf Brigade Infanteri Lintas Udara 17/Kujang I/Kostrad (1991-1993); Komandan Group-3/Pusat Pendidikan Pasukan Khusus (1993-1995); Wakil Komandan Komando Pasukan Khusus (1994); Komandan Komando Pasukan Khusus (1995-1996); Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (1996-1998); Panglima Komando Cadangan Strategi TNI Angkatan Darat (1998); Komandan Sekolah Staf dan Komando ABRI (1998); dan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia (PB IPSI), dll. Beberapa penghargaan yang pernah diraihnya diantaranya: Satya Lencana Kesetiaan XVI; Satya Lencana Seroja Ulangan-III; Satya Lencana Raksaka Dharma; Satya Lencana Dwija Sistha; Satya Lencana Wira Karya; The First Class The Padin Medal Ops Honor dari Pemerintah Kamboja; Bintang Yudha Dharma Naraya, dll, (selengkapnya dalam viva.co.id.-Profil Prabowo). Sikapnya yang tegas membuat banyak pihak menilainya sebagai sosok pemimpin yang pemberani dengan berbagai aksi pembebasan warga negara Indonesia yang pernah dijalankan selama mengabdi sebagai militer. Begitupula wakilnya—Sandiaga Uno—adalah sosok pengusaha tersohor yang telah banyak berjasa bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Melalui prestasi dan jasa-jasa di atas, penulis tidak ingin membandingkan siapa diantara mereka yang memiliki prestasi dan jasa yang lebih banyak, karena itu tidak penting. Namun melalui ulasan prestasi dan jasa-jasa di atas semoga menjadi semacam eksepsi terhadap berbagai dakwaan yang sering dilontarkan bahwa mereka justru akan menghancurkan Indonesia kelak menjadi persiden. Apakah logis bagi orang-orang yang memiliki sederet prestasi tersebut akan menghancurkan “rumah” mereka sendiri? Bukankah jasa-jasa mereka telah membuktikan bahwa mereka sangat cinta tanah air? Kita butuh pembuktian apa lagi? Namun pembuktian apapun tidak akan berarti jika kebencian atau kecintaan yang berlebih telah bertahta dalam jiwa. Sekali lagi, mereka adalah putra terbaik bangsa yang ingin membangun negeri tercinta melalui cara terbaik mereka.

Maka dari itu, kehadiran mereka di laga pilpres 2019 patut untuk kita syukuri. Mari kita hargai niat baik dan usaha mereka untuk membangun negeri tercinta dengan menutup pabrik industri hoax yang kerap kali merusak citra mereka. Perbedaan pilihan di rumah kebangsaan yang memiliki pondasi bhinneka tunggal ika bukan hal perlu dipermasalahkan. Yang perlu dipermasalahkan adalah ketika kita tidak bisa berbeda dan memaksakan pandangan masing-masing. Biarkan kedewasaan berdemokrasi tumbuh di taman-taman pertiwi hingga semerbak
harumnya tercium harum di rumah tetangga (luar negeri).

Janganlah terlalu membenci dan mencintai secara berlebih terhadap sesuatu yang fana. Sebab kita berada di perjalanan yang amat pendek dan sungguh memperdayakan. Toh pada akhirnya takdir menentukan bahwa salah satu diantara kita harus hidup membenci dan mencintai secara berlebihan, maka jangan lupakan pesan ini: “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak kebenaran karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu berlaku untuk tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat dengan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan” (Q.S. Al-Maidah: 8).

*) penulis adalah Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Komisariat Fakultas Hukum Unhas

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT