Oleh : Muh. Asratillah Senge*
Semestinya partai politik juga adalah sebuah gerakan politik. Apa yang dimaksud dengan gerakan politik ?, menurut Anthony Giddens (1993), gerakan adalah sebuah ikhtiar untuk menggapai kepentingan bersama atau tujuan bersama, melalui tindakan kolektif, dalam rangka menawarkan solusi atau alternatif pemecahan persoalan.
Kalau kita melihat definisi Giddens tersebut, maka bagi sebuah partai politik yang juga gerakan politik hendaklah memiliki 4 karakter ; pertama. Gerakan politik merupakan upaya sadar. Lalu bagaimana agar parpol sebagai gerakan politik bisa menciptakan “upaya yang sadar” dari para kader,anggota,konstituen ataupun simpatisanyya ?. Satu-satunya jalan adalah melalui “Ideologi”. Kita ketahui bahwa politik merupakan rangkaian proses pengambilan keputusan tiada henti, terutama keputusan yang menyangkut kekuasaan dan kepentingan orang banyak, dimana konteks pengambilan keputusan tersebut bisa dalam kondisi normal ataupun krisis, apakah diambil secara sepihak oleh elit partai tertentu (biasanya ini dilakukan dalam kondisi darurat) ataukah mempertimbangkan masukan dan pendapat para konstituen.
Seringkali pengambilan keputusan dalam politik sering didesak oleh krisis atau kondisi ke-daruratan. Dalam kondisi tersebut , terkadang refleksi spekulatif bukanlah hal yang efektif, di sinilah peran ideologi yang bisa memberikan arah sekaligus legitimasi bagi keputusan politik tertentu, dan bisa menjadi arah bagi konstituen dan simpatisan dalam menerjemahkan keterlibatannya dalam keputusan tersebut.
Dengan kata lain Ideologi bisa mengurangi “keluaran energi mental” bagi Partai atau gerakan politik beserta konstiuen dan simpatisannya dalam merespon situasi politik yang begitu cepat. Tetapi yang perlu diingat bahwa Ideologi pada sebuah gerakan politik sebaiknya bukanlah ideologi tertutup, bukanlah ideologi yang menhindarkan diri dari kritik, refleksi diri yang kritis dan menganggap bahwa rumusan kebenarannya merupakan satu-satunya rumusan kebenaran yang final. Ideologi partai tetap harus dikembangkan, dikayakan () dan ditransformasi, merujuk dari temuan-temuan konsep filsafat politik terbaru dan fakta politik lapangan yang terus berkembang.
Selain itu menurut Louis Althusser, Ideologi akan memanggil individu-individu sebagai subjek. Dengan kata lain jika Politik demokratis hanya bisa dibangun melalui partisipasi aktif dala.m politik, sedangkan partisipasi politik bisa terjadi jika para actor politik berada dalam posisi setara sebagai subjek, maka hanya melalui Ideologi lah demokrasi politik yang substansial bisa terbangun. Ideologi akan memanggil para pengurus harian partai, konstituen dan simpatisnnya sebagai subjek yang setara. Melalui keberadaan subjek-subjek politik yang setara inilah yang akan menjadikan politik sebagai upaya sadar.
Kedua. Selain sebagai “upaya sadar”, gerakan politik merupakan sarana untuk mengejar kepentingan bersama. Seperti yang dikatakan oleh Alain Badiou (2003) bahwa relevansi politik ada pada kepentingan orang banyak, semakin banyak konstituen, simpatisan atau orang yang terlibat sekaligus merasakan impact kehadiran atau keputusan dari sebuah gerakan politik, maka semakin politis gerakan politik tersebut. Hannah Arendt pernah menggambarkan bahwa kata “Politik” yang berasal dari kata polis, tidak hanya diartikan secara picik sebagai kota yang dilindungi oleh tembok besar. Tetapi polis harus diartikan sebagai dinding dimana kekuatan dan kekuasaan telah mengalami pe-manusiaan, di mana penggunaan kekuatan dan kekuasaan telah diperhalus oleh kebudayaan dan peradaban, di mana kekuatan dan kekuasaan bukan dalam rangka meng-enak-kan dan mengenyangkan “perut sendiri” tetapi dalam rangka menguatkan, mengembangkan dan memperdalam kehidupan bersama.
Jadi segala bentuk mobilisasi politik bermuara pada kepentingan bersama. Walaupun bagi orang tertentu menjadikan lapangan politik sebagai arena untuk meniti karir tetapi kita harus memandang politik seperti yang dikatakan oleh Hannah Arendt, bahwa politik merupakan seni untuk “mengabadikan diri” . Melalui politik seseorang bisa membuat dirinya abadi dalam memori publik, dikenang selamanya melalui prestasi, terobosan atau aktivitas politik yang mempunyai makna dan manfaat optimum bagi orang banyak.
Ketiga, Partai politik sebagai gerakan politik adalah “tindakan kolektif”. Di sinilah letak urgensi infrastruktur partai politik. Infrastruktur yang penulis maksud di sini memiliki dua spektrum, spektrum pertama infrastruktur yang berupa struktur organisasi, mulai dari tingkat pusat hingga tingkat rayon (tps). Hal ini perlu diperadakan , agar partai politik bisa mengorganisir dan memanajemen semua potensi sumber daya manusia pada pengurus, konstituen dan simpatisan partai. Sebisa mungkin semua konstituen dan simpatisan memiliki tempat dalam struktur organisasi partai, baik pada struktur organisasi utama ataukah pada struktur organisasi sayap partai, agar konstituen dan simpatisan secara manajerial dan psikologis memiliki peran dan keterlibatan baik secara langsung maupun tidak dalam gerak langkah partai politik.
Spektrum yang kedua dari infrastruktur partai politik adalah kegiatan komunikasi politik yang terencana dan terorganisir, terutama antara pengurus partai dengan konstituen dan simpatisannya. Secara garis besar komunikasi yang bisa dilakukan bermacam-macam mulai dari komunikasi yang berupa acara massal, acara berbasis kegiatan seremoni partai, dan komunikasi interpersonal. Komunikasi yang berupa acara massal dapat berupa bakti sosial, temu warga, musrembang atau kegiatan sosial yang insidentil.
Komunikasi yang berbasis partai misalnya pertemuan-pertemuan regular dengan setiap tingkatan kepengurusan, atau rapat umum yang diselenggarakan partai. Komunikasi interpersonal dapat berupa kegiatan door to door, tatap muka langsung, kegiatan berbasis ketrampian individu atau kagiatan pendampingan dan advokasi. Sedangkan komunikasi politik yang bersifat instrumental bisa berupa menjadi narasumber di acara-acara diskusi atau seminar, menggunakan aplikasi sosial media, membuat iklan luar ruangan, membuat rumah aspirasi dan lain-lain. Tetapi apapun bentuk komunikasinya yang terpenting adalah komunikasi tersebut harus menempatkan konstiuen atau simpatisan sebagai subjek yang rasional dan setara selain itu komunikasi tersebut haruslah bisa memeperdalam makna keterlibatan konstiuen dan simpatisan dalam realitas politik.
Keempat, Partai atau gerakan politik seyogyanya mampu memperlihatkan etos kebaruan dan kemajuan. Apa yang dimaksud dengan etos kemajuan dan kebaruan ?. Etos kebaruan artinya kemampuan partai politik dalam membaca perkembangan-perkembangan baru dalam realitas social, ekonomi, politik dan kebudayaan dan mampu memberikan respon yang mengikuti perkembangan tersebut tanpa harus tercerabut dari akar-akar normatinya. Etos kemajuan artinya kemampuan partai politik dalam memproyeksikan kondisi kebangsaan jauh ke depan, partai politik harus bisa membuat blue print bangsa di masa yang akan datang. Di sinilah letak pentingnya refleksi dan gagasan dalam partai politik, bahkan Hanah Arendt mengatakan bahwa ketiadaan refleksi dan gagasan dalam politik adalah sebuah kejahatan.
Tetapi yang perlu diperhatikan bahwa, etos kebaruan dan kemajuan haruslah bisa didisseminasikan ke tingkat bawah. Karena partai politik tidak mungkinlah bisa membawa perubahan signifikan jika tidak mengandalkan keberadaan konstituen dan simpatisannya. Cita-cita sebuah partai politik haruslah bisa menjadi imajinasi kolektif dari konstiuen dan simpatisannya, bisa menjadi frame of reference atau bingkai dalam menginterpretasi realitas kebengsaan yang terus mengalir dan berkembang. Hal inilah yang akan membentuk identitas bersama di antara konstituen dan simpatisan partai politik.
*) Penulis adalah Direktur Profetik Institute