MataKita.co, Jakarta – Dosen Harapan Bunda Kota Bima memberikan stetmen terhadap Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (RI) yang di nahkodai oleh Anwar Usman merupakan lembaga negara yang menguji materi hukum terkait dengan layak dan tidaknya UU No 1 tahun 1974 terkait batas umur anak untuk menikah.
Menurut Moh. Yamin, UU tersebut mempraktekan kegaulauan hukum berdasarkan pancasila dan UUD 1945 yang memberikan kebebaan hak-hak warga dalam kehidupan berbangsa. Ujarnya
Dalam membangun struktur otoritas negara Mahkama Konstitusi (MK) seharusnya memutuskan UU tersebut harus melihat dampaknya dalam jangka panjang.
Secara sosio demokrasi di balik UU itu bila tidak mampu di implentasikan maka akan menimbulkan penyimpangan di antara anak-anak yg baru masuk aqil balik untuk merespon tindakan-tindakan yang melanggar hukum dan agama. Katanya
Lanjutnya Idealnya UU No 1 tahun 1974 seharusnya diterapkan pada aspek tertentu karena jika diterapkan secara keseluruhan maka akan mungkin muncul nilai pelanggaran normalitas pada setiap anak belum siap nikah.
Tetapi dalam konteks lain pula hemat saya dalam melihatnya UU No 1 tahun 1974 ini secara tidak langsung akan menekan seorang anak baik itu perempuan dan laki-laki untuk menyelesaikan masa lajangnya sewalaupun belum siap secara lahir maupun batin, hal ini akan bertentangan dngan kontek sosial kemasyarakatan.
Moh. Yamin yang juga alumni pascasarjana UHAMKA Jakarta dan juga seorang Dosen Harapan Bunda Bima mengatakan bahwa, Terpenuhinya kebutuhan lahir bagi anak yang siap menikah itu bilamana seorang anak mampu menafkahi keluarganya artinya minimal anak itu setidaknya sudah punya penghasilan dan pekerjaan. Katanya
Sewalaupun Kebutuhan lahir tidak melangar ketentuan tetapi kebutuhan batin akan mungkin melanggar ketentuan karena banyak anak-anak yang berusia 19 tahun saja gagal dalam membangun urusan rumah tangganya dengan alasan kebutuhan lahir itu tidak terpenuhi.
“Secara ekonomi mikro/ makro aturan hukum yang mengikat uu yg dikabulkan oleh Mahkama Konstitusi (MK) tersebut sangat bertengan dengan kenyataan di lapangan, kendati demikian karena banyak kasus-kasus perceraian yang muncul karena pernikahan dini, tidak terpenuhinya kebutuhan rumah tangga serta mendorong sang anak tersebut untuk berbuat hal-hal yg bertentangan dengan norma agama. Karena pernikahan itu di bangun atas dasar pacaran dan suka sama suka” Katanya.