Beranda Republik Corner Akuntabilitas Keuangan Masjid

Akuntabilitas Keuangan Masjid

0
Fajlurrahman Jurdi

Oleh : Fajlurrahman Jurdi*

Birokrasi modern menuntut adanya akuntabilitas sebagai salah satu pra-syarat pemerintahan yang demokratis. Setidaknya ada tiga tuntutan dari pemerintahan modern, yakni; “transparansi, partisipasi dan akuntabilitas”.pada tulisan ini saya ingin menyoroti konsep akuntabilitas pemerintahan yang dikaitkan dengan akuntabilitas keuangan masjid.

Sebagian masjid di Indonesia memiliki laporan kegiatan yang ditulis di papan pengumuman. Tetapi yang seluruh masjid di Indonesia memiliki pola yang sama dalam hal pertanggungjawaban keuangan setiap pecan, yakni setiap hari jumat. Semua masjid mengumumkan laporan keuangan mereka setiap pekan. Biasanya pengurus masjid melaporkan aktivitas selama sepekan, kemudian penggunaan belanja rutin, dan jenis-jenis pengeluaran.

Setelah semua tetek bengek pengeluran dibacakan, mulai dari recehan hingga jutaan, maka pengurus melaporkan dana dan fasilitas yang masuk selama sepekan. Sumbangan-sumbangan dalam berbagai bentuk dibacakan, nama-nama penyumbang disebutkan bila ia penyumbang dalam jumlah besar. Atau jika penyumbang tidak mau disebutkan namanya, maka ditulis secara anonym dengan nama “hamba Allah”.

Kegiatan ini berlaku secara rutin di semua masjid. Sehingga publik atau masyarakat sekitar masjid yang ingin mengetahui sirkulasi keuangan masjid, maka ia dengan gampang memperolehnya dari laporan rutin pekanan tersebut.

Kegiatan laporan kegiatan tersebut apabila dikontruksi ke dalam kegiatan pemerintahan modern, maka akuntabilitas ini sudah dituangkan dalam bentuk laporan resmi keuangan pemerintahan yang dilakukan setiap tahun yang bentuknya adalah “laporan keuangan pemerintah”.

Dasar hukum dari akuntabilitas ini misalnya dalam dilihat dalam Bab VIII Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dan APBD mulai dari Pasal Pasal 30 sampai Pasal 33 dan juga Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Selain ketentuan tersebut, Undang-Undang Nomor 15 tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan juga mengatur mengenai laporan keuangan Negara. Di dalam Pasal 6 mengatur mengenai tugas dan wewenang Badan Pemeriksa Keuangan.

Namun kenapa masih sering terjadi persoalan dalam laporan keuangan tersebut?. Misalnya banyak temuan dari auditor mengenai jumlah keuangan Negara yang tidak jelas penggunaannya. Banyak juga penggunaan keuangan daerah yang dinyatakan disclaimer oleh Bapan Pemeriksa Keuangan. Banyak korupsi diberbagai lembaga, tetapi laporan keuangannya “Wajar Tanpa Pengecualian”. Artinya penggunaannya tepat dan tidak ada persoalan.

Apabila laporan keuangan dilakukan seperti laporan keuangan masjid, maka dapat dipastikan akuntabilitasnya tidak diragukan, karena kontrol publik akan berjalan maksimal. Kemungkinan dicsclaimer atas laporan keuangan Negara juga bisa diminimalisasi. Dengan merujuk pada laporan keuangan masjid sebagai model laporan keuangan pemerintah, maka celah untuk memanipulasi laporan dan kemungkinan tindakan koruptif juga dapat dikurangi.

Mari kita jadikan masjid sebagai model akuntabilitas pemerintahan, terutama dalam hal laporan keuangan.

*) Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT