Beranda Mimbar Ide Menimbang Ulang Penambahan Usia Pensiun PNS: Antara Efisiensi dan Beban Fiskal

Menimbang Ulang Penambahan Usia Pensiun PNS: Antara Efisiensi dan Beban Fiskal

0

Oleh : Fajar Lingga Prasetya.,S.AB*

(Analis Kebijakan Ahli Pertama Pusat Pembelajaran dan Strategi Kebijakan Manajemen Pemerintahan Lembaga Administrasi Negara) 

Dari Kompas.com tanggal 22 Mei 2025 diberitakan bahwa Korps Pegawai Republik Indonesia atau Korpri mengusulkan perpanjangan usia pensiun bagi aparatur sipil negara untuk dimasukkan dalam revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara. Usulan tersebut disampaikan melalui surat resmi yang sudah dikirimkan kepada Presiden Prabowo Subianto pada tanggal 15 Mei 2025. Korpri mengusulkan agar usia pensiun pejabat tinggi utama diperpanjang dari semula 60 tahun menjadi 65 tahun, pejabat pimpinan tinggi madya menjadi 63 tahun, dan pejabat pimpinan tinggi pratama menjadi 62 tahun. Adapun untuk pejabat administrator dan pengawas, usia pensiun diusulkan menjadi 60 tahun dari sebelumnya 58 tahun.

Secara demografis, peningkatan usia harapan hidup di Indonesia menjadi salah satu argumen utama dalam mendukung kebijakan ini. Data menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia kini hidup lebih lama dan tetap aktif di usia yang lebih tua. Hal ini sejalan dengan definisi usia produktif menurut World Health Organization (WHO), yang mencakup rentang usia 15-64 tahun. Dengan demikian, memperpanjang usia pensiun dianggap sebagai langkah logis untuk memanfaatkan potensi produktivitas PNS yang lebih lama.

Namun, kebijakan ini tidak lepas dari kritik. Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi hambatan dalam regenerasi birokrasi. Dengan usia pensiun yang lebih tinggi, peluang bagi generasi muda untuk masuk dan berkembang dalam birokrasi menjadi terbatas. Hal ini dapat mengakibatkan stagnasi dalam inovasi dan dinamika organisasi. Pemerintah pun menyadari potensi dampak ini. Menteri PAN-RB menekankan bahwa kebijakan penyesuaian usia pensiun mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk dampaknya terhadap regenerasi di tubuh birokrasi. Pemerintah akan memastikan bahwa peningkatan usia pensiun ini tidak menghambat peluang bagi generasi muda untuk bergabung menjadi PNS.

Dari perspektif fiskal, memperpanjang usia pensiun juga berarti memperpanjang masa pembayaran gaji dan tunjangan bagi PNS aktif, yang dapat meningkatkan beban anggaran negara. Meskipun pemerintah menyatakan bahwa peningkatan batas usia pensiun masih dapat dikendalikan secara fiskal, namun hal ini tetap menjadi perhatian, terutama dalam konteks efisiensi pengeluaran negara. Sementara itu dalam konteks teori usia produktif, WHO mengklasifikasikan usia produktif sebagai rentang usia 15-64 tahun. Namun, penting untuk dicatat bahwa produktivitas individu tidak semata-mata ditentukan oleh usia, tetapi juga oleh kesehatan, keterampilan, dan motivasi. Oleh karena itu, kebijakan penambahan usia pensiun harus disertai dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, termasuk pelatihan dan pengembangan kompetensi bagi PNS di usia lanjut .

Rekomendasi pemerintah dalam penambahan usia pension ini antara lain:

1. Terapkan Skema Usia Pensiun Berdiferensiasi Berdasarkan Jabatan dan Kompetensi.

Usia pensiun sebaiknya tidak ditetapkan secara seragam. Untuk jabatan struktural dan fungsional strategis yang memerlukan pengalaman panjang, perpanjangan usia bisa diberlakukan. Namun untuk jabatan administratif biasa, batas usia pensiun bisa tetap di angka 58–60 tahun. Skema ini memberi ruang regenerasi sambil tetap mempertahankan talenta senior yang masih produktif.

2. Integrasikan Sistem Penilaian Kinerja Tahunan sebagai Basis Perpanjangan.

Alih-alih menjadikan usia sebagai satu-satunya indikator, gunakan performance based retirement  yaitu hanya ASN dengan penilaian kinerja tinggi yang layak untuk perpanjangan masa kerja. Ini akan mendorong profesionalisme dan akuntabilitas, serta mencegah “perpanjangan otomatis” yang kontra produktif.

3. Dorong Skema Pensiun Dini Sukarela dengan Insentif Finansial.

Berikan opsi pensiun dini yang menarik bagi ASN yang ingin berhenti lebih awal, dengan jaminan insentif dan pelatihan pasca-pensiun. Ini membantu mengurangi beban fiskal sekaligus mempercepat peremajaan SDM birokrasi.

4. Perkuat Manajemen Talenta dan Rencana Suksesi (Succession Planning).

Untuk mencegah kebuntuan promosi, instansi pemerintah harus membangun sistem identifikasi dan pengembangan talenta muda yang transparan. Pengisian jabatan tinggi harus diarahkan untuk mengutamakan kompetensi dan mempercepat promosi ASN yang berprestasi, bukan semata mempertahankan pejabat lama.

5. Evaluasi Fiskal Berkala terhadap Dampak Usia Pensiun.

Kementerian PAN-RB bersama Kemenkeu perlu menyusun proyeksi biaya fiskal jangka menengah dan panjang dari kebijakan ini. Jika beban pensiun meningkat signifikan, kebijakan harus bisa direvisi secara adaptif berbasis data fiskal dan demografi terkini.

Penambahan usia pensiun PNS merupakan kebijakan yang kompleks, dengan berbagai implikasi positif dan negatif. Sementara hal ini dapat memanfaatkan potensi produktivitas PNS yang lebih lama, namun juga menimbulkan tantangan dalam regenerasi birokrasi dan beban fiskal negara. Oleh karena itu, kebijakan ini harus diimplementasikan dengan hati-hati, disertai dengan evaluasi yang mendalam dan strategi pendukung yang komprehensif, untuk memastikan bahwa tujuan efisiensi dan keberlanjutan dapat tercapai tanpa mengorbankan kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan PNS.

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT