Beranda Kampus Meta Norma

Meta Norma

0
Fajlurrahman Jurdi* (foto dari UnhasTV)
Fajlurrahman Jurdi* (foto dari UnhasTV)

Oleh: Fajlurrahman Jurdi*

Hukum itu ajaran, doktrin atau norma?. Hukum merupakan frase yang kerap kali diucapkan, tetapi tak benar-bernar berhasil dirumuskan oleh siapapun di seluruh sudut bumi. Masing-masing ahli berpusat pada pendekatan dan mazhab hukum yang diyakininya, sehingga tidak ada konsensus yang disetujui bersama sebagai pegangan masing-masing pihak.

Bagi kaum positivis, mereka memandang hukum adalah kitab-kitab yang terkodifikasi. Hukum tak lebih sebagai tumpukan pasal, yang dipajang dalam rak-rak buku, dan dibacakan di ruang-ruang sidang pengadilan. Sementara bagi kaum realis memandang hukum adalah sinyal alam yang harus dipandang secara holistik. Hukum adalah titik temu dari ragam anasir yang berbeda dan dari sudut pandangan yang beragam. Hukum harus dilihat sebagaimana “ia terlihat”, karena hukum berdiri tidak dalam ruang kosong. Hukum “bertapa” secara kolektif, tidak “bersemedi” sendiri seperti pada cara pandang positivisme.

Dalam diskursus, penting untuk dipertanyakan, apakah sama antara “meta-norma” dengan “legal-doctrine”?. “Legal doctrine” mengandung anasir diluar norma, ia adalah doktrin hukum yang menjadi dasar bagi para fungsional untuk mengambil tindakan. Legal doctrine adalah peta jalan, sebagai sebuah ajaran, ia dirumuskan dengan “energy” yang imperatif, bahwa subyek harus tunduk di bawah doktrin itu. Sebab itu, legal doctrine berfokus pada subyek. Sementara pada meta-norma, ia menjadi cahaya yang menerangi dan memberi ilham kepada norma. Meta-norma adalah makna-makna yang terdalam yang berkonsentrasi di bawah rumusan norma. Meta-norma adalah nilai dan prinsip yang terekam dibalik norma.

Agell (2002) merumuskan bahwa doktrin dalam ilmu hukum diartikan sebagai “analytical study of law atau “doctrinal study of law” yang bersifat science. “Legal doctrine” adakalanya disebut juga dengan “legal dogmatics”. Kedua istilah ini lazim ditemukan dalam civil law sementara itu di dalam anglo-american istilah legal doctrine maupun legal dogmatics tidak begitu dikenal. (Sofian: 2016). Mengacu pada argumentasi tersebut, maka meta-norma tidak sama dengan legal doctrine.

Meta-norma adalah entitas yang bersumber pada moralitas. Meta-norma bersifat deliberatif, karena berakar pada pilihan bebas subyek. Karena itu, meta-norma adalah sesuatu yang bersifat abstrak. Meta-norma akan berubah saat menjadi hukum positif. Dalam hal ini, saat ia dituliskan, berubah mejadi norma hukum, maka meta-norma menjadi hukum.

Apakah akan tercerabut meta-norma saat berubah menjadi hukum positif. Meta-norma adalah ius constituendum, yakni harapan yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat. Secara umum, dapat disebut sebagai “cita hukum”. Meta-norma akan menjadi payung yang menguatkan norma. Meta-norma akan menjadi guidelines bagi norma, terutama saat dituangkan dalam hukum positif.

*) Penulis adalah Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT