Beranda Mimbar Ide Fahri Hamzah VS KPK dan “Tsamara” Pencari Popularitas.

Fahri Hamzah VS KPK dan “Tsamara” Pencari Popularitas.

1

Oleh : Al Kahfi Abdullah*

Baru-baru ini jagat dunia maya (medsos) kembali dihebohkan dgn kehadiran seorang “Politisi Kecil” dari PSI bernama Tsamara Amany yang tampil seolah-olah sebagai penantang Fahri Hamzah yang tengah berkisruh dengan KPK. Melalui akun twitternya, politisi tersebut mengkritik dan menyerang dengan mengatakan bahwa Fahri Hamzah sebagai seorang yang tidak paham tentang semangat reformasi, orang yang sesat pikir, dan seorang yang pro terhadap koruptor karena telah menyetujui pembentukan Pansus Angket KPK.

Apa yang dituduhkan oleh “Si-Kecil” Tsamara terhadap Fahri Hamzah mungkin akan menjadi kebenaran dalam sudut pandang kepentingan partai PSI dan gerombolonnya. Seolah-olah mereka akan menyatakan dirinya sebagai kelompok yang “Anti Korupsi” hanya dengan mengkritik Fahri Hamzah dan Pansus Angket nya. Padahal masih banyak cara lain yang bisa kita ditempuh untuk menyatakan diri sebagai kelompok yang anti korupsi. Sebagaimana yang disampaikan oleh Presidium Jaringan Islam Nasional (JIN) Raziki Juraid; “Membela KPK bukan hanya dengan cara bergerombol berbaris seperti robot di halaman gedung KPK dengan hanya satu bunyi “jangan melemahkan KPK”. Membela KPK juga bisa dilakukan dengan cara meletakkan KPK di meja akademik untuk dibedah dengan kacamata akademik. Baik yang pro maupun kontra dengan model kerja KPK selama ini masing-masing membawa KPK”.

Selaras dengan pendapat Presidium JIN di atas, seorang Fahri Hamzah dalam kedudukannya sebagai seorang wakil rakyat telah menunjukkan sikapnya sebagai seorang yang anti terhadap korupsi dengan menempuh cara yang berbeda yaitu dengan menggunakan hak legislasinya untuk membentuk Pansus Angket KPK yang bertujuan melakukan penyelidikan dan mengevaluasi secara akademis tentang sistem kerja KPK yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Artinya bahwa, sikap Fahri Hamzah harus kita pahami sebagai upaya untuk mengembalikan KPK ke jalan yang benar dan harus bekerja tanpa pandang bulu. Karena sampai hari ini KPK belum bisa menunjukkan kerja maksimalnya dalam pemberantasan korupsi. Masih banyak kasus-kasus besar yang selama ini masih mengendap dan KPK tidak pernah berani menyentuhnya, misalnya Century, BLBI, sumber waras, reklamasi, Pelindo II, dan lain-lain. KPK hari-hari ini masih sibuk dengan kasus korupsi kecil dengan intens melakukan “OTT Recehan” yang bertujuan untuk menarik kepercayaan dan dukungan publik.

Tetapi ironisnya, diskursus akademis yang dibangun oleh Fahri Hamzah, oleh seorang Tsamara dan sebagian lainnya menganggapnya sebagai upaya untuk melemahkan KPK. Bagi saya, ini adalah justifikasi dan kesimpulan yang paling dangkal dan brutal dalam sistem cara berpikir.

Tampilnya “si-Kecil” Tsamara yang paling rajin menyerang Fahri Hamzah akhir-akhir ini seolah-olah ada kesan bahwa Tsamara sedang memanfaatkan kisruh antara Fahri Hamzah dengan KPK agar dapat mencuri popularitas dan bertujuan menarik perhatian baik dari rejim yang berkuasa sekarang maupun dari masyarakat. Sehingga kritisisme yang di bangun oleh seorang Tsamara tersebut adalah kritisisme yang palsu, kritisisme yang tidak berdasarkan obyektifitas dan cara pandang akademis serta kritisisme yang subjektif yang menganggap “kesalahan” itu bernama Fahri Hamzah.

Kritisisme yang telah disebutkan di atas sebenarnya tidak boleh ada dan tumbuh berkembang dalam sosok pemuda sebagai agen penerus masa depan bangsa. Apalagi seorang Tsamara adalah politisi yang telah berkomitmen untuk memperbaiki dan mengabdi kepada bangsa dan negara yang harus bersikap adil dimulai sejak dari pikiran. Ingat! Keadilan harus dimulai sejak dari pikiran.

Selanjutnya, saya menyarankan untuk “si-kecil”Tsamara dan para gerombolannya agar tidak memahami seorang Fahri Hamzah hanya dari sikap politiknya saja, tetapi juga harus dipahami segi pikirannya. Untuk memahami pikirannya, bacalah isi dari pikiran tersebut. Dan untuk membaca isi pikiran tersebut, bacalah bukunya yang berjudul “DEMOKRASI, TRANSISI, KORUPSI”, Orkestra Pemberantasan Korupsi Sistematik. Yang diterbitkan pada tahun 2012. Karena kalau tidak, keberadaan Tsamara hanya akan menambah banyak jumlah politisi DUNGU & PEMBUAL di Republik ini.

*) Penulis adalah Presidium Nasional Jaringan Islam Nusantara

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here