MataKita.Co, Makassar – Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) kembali mengadakan Ruang Publik secara virtual di akun Youtube LSKP dan melalui Zoom Meeting dengan tema Tantangan Penerapan Regulasi Melawan Kekerasan Berbasis Gender pada Jum’at (20/08/2021).
Ruang Publik Edisi #6 ini menghadirkan narasumber Rismawati Kadir Nyampa (Anggota DPRD Sulsel), Chusnul Mar’iyah (Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia) dan Rosmiati Sain (Direktur LBH APIK Sulsel/Advokat). Adapun kegiatan ini diikuti oleh berbagai komunitas kepemudaan, sosial, pendidikan dan tokoh publik.
Pandangan awal dipaparkan oleh Rismawati Kadir Nyampa. Dirinya menyebutkan adanya upaya DPR dalam mengawal regulasi PKS. Namun, di samping itu masih ada tantangan yang harus dihadapi.
“Hari ini dengan adanya berbagai macam regulasi, tidak serta merta kemudian masyarakat mau mendukung implementasinya, PR kita adalah memberikan edukasi kepada masyarakat kita agar dapat berani menyampaikan kasus kekerasan berbasis gender, karena masih ada faktor budaya malu untuk melapor,” ungkap Risma.
Selanjutnya, sebagai seorang akademisi dan fokus meneliti isu perempuan, Chusnul memberikan pandangannya terkait diskriminasi gender. Dia menekankan pentingnya regulasi yang spesifik, implementasi kebijakan yang efektif dan media sebagai alat informasi.
“Dalam menanggapi diskiriminasi gender, diperlukan bagaimana para wakil perempuan bukan hanya sebagai penyampai pesan, tetapi pemberi ide, sebagai tempat dimana para perempuan mengartikulasikan kepentingannya menjadi tinjauan formulasi kebijakan untuk memikirkan isu spesifik gender seperti hak reproduksi, melahirkan, menyusui, cuti bekerja pada perempuan,” jelasnya.
Adapun Rosmiati menyebutkan tantangan yang dihadapi dalam proses pendampingan hukum masih sangat kompleks dan membutuhkan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat. Rosmiati menyebutkan
“Tantangan dalam pendampingan masih sangat kompleks dan membutuhkan bantuan dari seluruh lapisan masyarakat, seperti masalah akibat persoalan geografi dan budaya yang berbeda-beda, pendampingan di rumah sakit yang seringkali korban tidak diperlakukan secara khusus dan mengabaikan pendampingan psikis korban, hingga pada kondisi pandemi ini, pelayanan kepada korban menjadi kurang optimal,” jelasnya.
Pemerintah diminta untuk memperhatikan kebijakan agar lebih komprehensif dalam menyikapi tingginya angka kekerasan berbasis gender dan tantangan yang ada. Selain itu diperlukan penguatan kapasitas aparat penegak hukum menyikapi tingginya angka mutasi untuk meningkatkan keterampilan dalam penanganan kasus.