Beranda Kampus Aksi KKN Universitas Jember Serukan Sosialisasi untuk Remaja di Era Disrupsi dan...

Aksi KKN Universitas Jember Serukan Sosialisasi untuk Remaja di Era Disrupsi dan Post Truth

0

Matakita.co, Jember – Kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari kampus Universitas Jember ikut berpartisipasi untuk mensukseskan terbentuknya generasi muda atau remaja milenial menjadi generasi yang unggul. Acara yang diselenggarakan oleh Bina Keluarga Remaja (BKR) pada Rabu 27 Juli tahun 2022 memiliki tujuan untuk memberikan pengetahuan terkait remaja. Sasaran dari gerakan sosialisasi ini ialah mereka para orang tua yang mempunyai anak remaja dengan rentan usia 14 sampai 21 tahun. 

Ketua penyelenggara yakni Fitri mengatakan bawah “gerakan sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan khazanah pengetahuan terkait dengan kehidupan remaja yang selalu mengalami perubahan”. Perubahan yang dimaksud ialah perubahan arus modernisasi yang dimanifestasikan dengan masifnya penggunaan teknologi terutama media sosial.

BKR sendiri memiliki tujuan penting dalam proses pembentukannya, seperti misalnya menekan fenomena pernikahan dini yang terdogmatis kepada konstruksi pemikiran masyarakat desa, menekan angka stunting, ikut berperan aktif dalam proyeksi transformatif pemuda. Didalam sosialisasi yang diadakan BKR ini, tim KKN 449 diberikan ruang untuk ikut andil dalam penyelarasan proyeksi remaja, dengan memberikan materi terkait dengan kenakalan remaja.

Wildan selaku koordinator kelompok memberikan pemahaman terkait dengan definisi kenakalan remaja, normalisasi penyimpangan sosial dikalangan remaja, serta cara terstruktur termasuk upaya preventif dan upaya punishment terkait dengan kenakalan remaja yang terjadi.

Dalam kegiatan sosialisasi ini banyak diikuti oleh ibu-ibu sebagai orang tua dari remaja. Menurut Wildan “Peran orang tua menjadi faktor penting dalam membentuk karakter remaja, selain itu orang tua juga sebagai unit struktur sosial mikro di masyarakat yang memberikan konstruksi utama dalam kognisi dan intelegensi remaja”. Pemaparan materi sosialisasi dibagi menjadi dua sesi, sesi yang pertama diisi oleh Fitri selaku bidan desa sekaligus ketua pelaksana BKR (Bina Keluarga Remaja). 

Fitri menyampaikan bahwasanya “kehidupan remaja yang dinamis, menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua, untuk itu potensi kenakalan remaja bisa saja terjadi kapan saja dan dimana saja”. 

Pemaparan materi pertama cukup membuat audiens termenung ketika remaja sebagai proyeksi masa depan dikontekstualisasikan dengan kenakalan.

Untuk pemaparan kedua, kini giliran mahasiswa KKN yang diwakili oleh koordinator kelompok yakni Wildan. Pembahasan yang dibawakan hampir sama dengan pemateri pertama yakni terkait dengan remaja yang identik sebagai subjek kenakalan.

Wildan menyampaikan bahwa “remaja memiliki gengsi yang tinggi dalam hidupnya”. Lanjutnya “seringkali gengsi tersebut memberikan kenikmatan semu yang hadir, media sosial sebagai pencipta kenikmatan semu ini membuat remaja melakukan penyimpangan sosial dan ditakutkan akan merusak masa depan dari remaja tersebut”. Wildan juga menyampaikan “kehidupan remaja yang dilematis membuat eksistensi kenakalan menjadi semakin terstruktur, kenakalan remaja juga tidak hanya dilakukan perorangan tetapi seringkali dilakukan secara kolektif”. Upaya mitigasi yang bisa dilakukan menurut Wildan “yakni dengan memberikan fasilitas komunikasi terstruktur, sistematis dan tidak hanya ceremonial antara orang tua dan remaja’, selain itu imbuhnya “harmonisasi kondisi rumah berperan penting dalam perubahan sikap remaja, ketika orang tua marah dengan memaki anak maka sang anak akan berpotensi untuk melakukan kenakalan” maka dari itu peran orang tua menjadi sangat penting ketika berurusan dengan remaja.

Di Desa Kedawung sendiri yang merupakan lokasi penempatan kegiatan KKN merupakan lokasi desa yang mempunyai karakteristik masyarakat yang heterogen. Komposisi masyarakat juga berbeda dari sisi pekerjaan, kebiasaan, dan juga budayanya. Terdapat dua budaya yang melekat di masyarakat Desa Kedawung ini, yakni budaya atau etnis Jawa dan etnis Madura. 

Aglomerasi antara kedua etnis ini menurut penuturan Fitri bisa menjadi kontrol atau katup pengaman dalam kehidupan remaja. Bagaimana itu bisa terjadi? Fitri menurutkan “konsep dualisme budaya Jawa dan Madura sebagai simbol kerukunan warga di Desa Kedawung ini, bisa menjadi solusi alternatif ketika era disrupsi melanda”. Hal ini juga menyikap bahwa budaya sebagai pionir kebersamaan dan kemajuan masyarakat tidak hanya untuk beberapa golongan saja, akan tetapi menjadi bagian secara holistis untuk warga desa Kedawung. Di akhir acara Bu Fitri selaku ketua pelaksana BKR dan Wildan selaku koordinator kegiatan KKN bersepakat bahwa orang tua harus menciptakan iklim harmonis ketika berada di rumah. Karena sejatinya rumah merupakan tempat paling efektif untuk membentuk mental, sikap remaja agar bisa bersosilisasi.

Facebook Comments
ADVERTISEMENT