Matakita.co, Makassar- Pimpinan Komisariat (PK) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Fakultas Hukum (FH) Universitas Hasanuddin (Unhas) bersama Republik Institute dan Lembaga Penelitian Sosial dan Demokrasi (LPSD) Sulawesi Selatan (Sulsel) menggelar diskusi publik secara online. Rabu (08/03/2023)
Dalam Diskusi tersebut bahas tentang “Polemik Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Menakar kewenangan Pengadilan dan Dampak Penundaan Pemilu”.
Hadir diantaranya sebagai narasumber Prof. H. Denny Indrayana, SH., LL.M., Ph.D., Guru Besar HTN UGM/advocate Senior Partner INTEGRITY LAW FIRM. Dalam keterangannya ia menerangkan bahwa posisi putusan perkara 757/Pdt.G/2022 yang dimenangkan Partai PRIMA atas gugatan Perdata melawan KPU RI tersebut adalah batal demi hukum sehingga tidak berlaku, pun penundaan pemilu tidak bisa dan sudah pasti tidak bisa dilakukan atas dasar putusan yang sesat dan cacat itu.
“Pada dasarnya Setiap putusan pengadilan memang harus dihormati dalam artian jika putusannya tidak mengandung cacat hukum yang fatal dan menyebabkannya menjadi tidak dapat dilaksanakan alias nonexecutable. pungkas Prof. Denny sapaan akrabnya
Kemudian Prof Denny melanjutkan, Bila mencermati amar putusan, Dalam hal ini amar putusan ke-5 yang pada intinya menghentikan tahapan pemilu, dan mengulangnya lagi sedari awal, jelas menabrak banyak norma dalam sebagaimana Pasal 22 E ayat (1) UUD 1945 yang memerintahkan Pemilu harus dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Putusan PN Jakarta Pusat juga menabrak norma dalam Pasal 431 – 433 UU Pemilu yang telah mengatur bahwa pemilu hanya bisa ditunda karena adanya “kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan” tahapan Penyelenggaraan Pemilu tidak dapat dilaksanakan” . pungkasnya
Selanjutnya kata Prof Denny, akibat putusan pengadilan tersebut tentu saja hal ini merupakan awal masuk dari skenario penundaan pemilu yakni Dekrit Presiden, Sidang Istimewa MPR, Putusan MK yang memutus perubahan sistem pemilu proporsional sekaligus menunda pemilu. Meskipun demikian KPU bukan hanya wajib mengajukan perlawanan hukum dan menyatakan banding atas putusan PN Jakarta Pusat. KPU juga harus terus menjalankan tahapan pemilu tanpa terganggu.
jelasnya
Diakhir Prof Denny memaparkan bahwa kita harus jeli melihat skenario penundaan pemilu 2024 yang dapat dimulai dari yang pertama Dekrit Presiden, kemudian kemungkinan Sidang Istimewa MPR serta Putusan MK yang memutus perubahan sistem pemilu proporsional sekaligus menunda pemilu dimana hal akan cukup memberikan waktu kepada KPU untuk menyusun sistem pemilu konstitusional dan berindikasi pada tertundanya pemilu. tegasnya
“Hal ini merupakan upaya terhadap status quo untuk mempertahankan kekuasaan akibat ketakutan kalah dalam pemilu sehingga mengupayakan hal yang demikian. Apapun skenarionya, penundaan pemilu yang demikian adalah pelanggaran dan bencana konstitusi yang harus kita lawan dengan lantang, karena akan makin mengkhianati dan merusak demokrasi di tanah air”. papar Prof Denny (*MHM)