Oleh : Dr. Zainal Abidin, SE., M. Si.
(Dosen Prodi Magister Keuangan Publik pada ITB Nobel Indonesia)
Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), Keuangan BUMN bisa diperiksa oleh Bapak Pemeriksa Keuangan (BPK) RI walaupun mereka sepakat bahwa keuangan BUMN adalah aset negara yang dipisahkan. Namun kabar baik dari putusan tersebut bahwa Aparat Penegak Hukum (APH) harus mempertimbangkan Business Judgment Rule (aturan penilaian bisnis) dalam melakukan pemeriksaan terhadap keuangan BUMN.
Lalu apa itu Business Judgment Rule. Menurut Henry G. Manne (1970‑an) dalam “The Theory of the Business Judgment Rule (BJR). BJR melindungi keputusan manajerial yang diambil dengan good faith dan due care, dimana perlindungan ini penting agar manajer berani mengambil risiko yang diperlukan untuk inovasi, tanpa takut akan litigasi yang berlebihan. Menurut M. H. Suryanto (2018) dalam Hukum Perseroan Terbatas yang mengadaptasi BJR ke konteks Indonesia: meskipun UUPT No 40/2007 tidak secara eksplisit menyebut “business judgment rule”, Suryanto berargumen bahwa prinsip ini sudah diakui secara doktrinal dan diterapkan oleh Mahkamah Agung. Suryanto menekankan pentingnya dokumentasi proses pengambilan keputusan (minutes, riset, nasihat profesional) untuk membuktikan pemenuhan due care.
Jika membaca dari referensi diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Business Judgment Rule merupakan prinsip hukum yang melindungi direksi atau pengurus perusahaan ketika mereka membuat keputusan yang bersifat bisnis. Ide dasarnya sederhana: jika keputusan diambil dengan itikad baik, berlandaskan informasi yang memadai, dan tanpa konflik kepentingan, maka APH seharusnya tidak usah meninjau kembali keputusan tersebut meski hasilnya ternyata merugikan.
Perlindungan ini dibutuhkan agar direksi perusahaan berani untuk melakukan inovasi dibanding dengan hanya main aman agar posisi mereka tetap. Jika merujuk pada beberapa referensi, maka keuangan publik tidak hanya membahas tentang keuangan negara dan daerah tetapi merujuk pada keuangan yang unsur keuangan masyarakat disana ada maka itu masuk dalam ranah keuangan publik yang menurut penulis termasuk didalamnya keuangan BUMN/BUMD, Keuangan semua perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) sampai pada keuangan yayasan yang mengelola lembaga pendidikan untuk masyarakat dan penulis sangat terbuka tentang hal ini untuk diskusi, koreksi atau pengembangan keuangan publik.
Kembali pada inovasi keuangan publik yang menjadi keharusan saat ini dengan prinsip yang transparan dan akuntabel. Inovasi harus dilakukan karena tanpa inovasi perusahaan akan mengalami stagnasi (kondisi dimana proses dan produk keuangan tidak berkembang).
Bagaimana melakukan inovasi keuangan publik diantaranya e-budgeting, sustainable financing sampai pada data analytics dan pengunaan AI dalam pengawasan. Ada juga penelitian mahasiswa kami yang menawarkan penerapan teknologi Blockchain dalam pengelolaan keuangan publik. Mengapa penting penerapan blockchain salah satunya agar semua riwayat pengelolaan keuangan publik tercatat runtut dalam teknologi tersebut.
Jika belajar dari kasus Ira (Mantan Dirut ASDP) yang melakukan inovasi dengan mengambil langkah korporasi yaitu akuisis terhadap perusahaan lain (pesaing) yang membuat kinerja keuangan ASDP berkembang pesat yang sebenarnya pernah juga dilakukan oleh perusahaan BUMN lainnya. Setelah akuisis tersebut ASDP tentu tidak punya pesaing lagi disamping menambah aset perusahaan dan membuat perusahaan tidak mengalami stagnasi keuangan. Namun menjadi anomali kenyataan bahwa Ira dinyatakan bersalah oleh Pengadilan dan dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara yang kemudian oleh Bapak Presiden RI Prabowo Subianto mengambil haknya sebagai seorang presiden untuk melakukan rehabilitasi.
Maka inovasi keuangan publik akan menjadi pertanyaan: apakah itu keharusan bagi perusahaan publik atau menjadi ketakutan ketika nantinya akan berhadap dengan APH.









































