Oleh : Budiman Sujatmiko*
Banyak orang bertanya, apa yang kita peroleh dengan reformasi ini?
Belum lama lho, baru 18 tahun. Ibarat remaja baru nakal-nakalnya. Keinginannya banyak dan kadang hilang orientasi.
Tapi bagi sebuah bangsa, 18 tahun itu masa yang sangat pendek. Jadi kalau masih banyak yang harus diperbaiki, adalah sesuatu yang wajar. Bagian dari proses kita menjadi bangsa. Proses menjadi Indonesia yang seutuhnya.
Kita ini lebih dari seperempat miliar orang, wajar jika berbeda pendapat soal berkah reformasi. Misalnya yang membandingkan harga-harga murah di masa lalu tanpa paham bahwa itu diciptakan lewat subsidi tak sehat dan gundukan hutang luar negeri. Banyak yang bilang dulu sepi korupsi, padahal kenyataannya lebih ngeri, cuma senyap di meja pejabat karena tak ada media berani memberitakan. Banyak yang rindu negara tanpa gejolak padahal itu dicapai dengan represi luar biasa tanpa kompromi pada perbedaan pendapat.
Jadi, kalau masih banyak suara yang bahkan menginginkan balik ke era orde baru, ya wajar juga. Kita tahu bagaimana korup dan kejamnya pemerintahan Marcos di Philipina. Tapi banyak yang masih mengelu-elukan sampai saat ini.
Cuma, banyak yang tidak sadar bahwa reformasi itu mengembalikan salah satu hak paling dasar bagi kita sebagai manusia: Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat.
Saya masuk penjara di masa orde baru karena berjuang meminta kebebasan berpendapat.
Jadi, buat mereka yang kangen era orde baru, bayangkan satu hal kecil. Untuk membuat satu status di Facebook, mungkin Anda harus mendapat persetujuan dulu dari Koramil agar tidak dianggap subversif. Mau nge tuit 140 karakter harus bikin draft yang dicap pihak kecamatan, dan baru bisa dikicaukan setelah disetujui. Semua biar tidak dianggap subversif.
Saya berlebihan? Mungkin. Tapi karena saya pernah merasakan seperti apa represi masa Orde Baru, saya bisa memberi gambaran yang kira-kira cukup mendekati.
Jadi, masih mau bertanya apa gunanya reformasi?
*) Penulis adalah anggota DPR RI









































