Beranda Mimbar Ide Petani, Warga Kota dan Elite Politik

Petani, Warga Kota dan Elite Politik

0
Ilustrasi

Oleh : Saiful Mujani*

Saya teringat dengan penjelasan Bob Bates, seorang ahli perbandingan politik, tentang mengapa Afrika miskin. Dia menjelaskan elite politik Afrika merasa bahwa yang mengancam kekuasaan mereka adalah kelas menengah kota. Mereka ini yang rewel dan banyak protes terhadap penguasa. Mereka mengancam kelangsungan kekuasaan, bukan petani di desa-desa yang menghasilkan bahan-bahan kebutuhan pokok.

Untuk menjaga stabilitas kekuasaan, maka elite politik berusaha menyenangkan warga kota dengan cara menekan barang-barang hasil pertanian itu tetap murah dijangkau orang kota yang rewel itu. Warga kota menjadi terkendali. Tapi cara ini membuat warga desa dan petani tetap miskin karena hasil produksi mereka ditekan harganya. Mereka jadi korban demi kelangsungan kekuasaan.

Gejala paralel sedang terjadi di sebuah kepulauan Negeri Kubang. Di sana yang rewel dan dipersepsikan mengancam kekuasaan adalah agama dan orang-orang yang biasa bicara dengan bahasa agama. Untuk itu, elite politik yang sedang berkuasa berusaha menyenangkan warga yang rewel ini, yang kebanyakan juga di perkotaan, dengan mengakomodasinya di kekuasaan. Tujuannnya adalah supaya mobilisasi agama dan jampi-jampi mereka dapat ditekan hingga tak mengancam kekuasaan elite. Upaya itu dilakukan dengan mengorbankan kepentingan yang lebih luas yang berkaitan dengan penegakan hukum, hak-hak azasi, dan pembangunan ekonomi.

Bukan teknokrat dan aktivis hukum yang diakomodasi tapi politik dengan bahasa agama, pembaca dan pengujar janji-janji agama. Kepentingan nasional yang lintas identitas itu tidak dijadikan alasan utama bagaimana akomodasi politik harus dilakukan. Yang diprioritaskan adalah keamanan berkuasa di partai yang dirasa terancam oleh mobilisasi agama dengan mengorbankan kepentingan lebih luas dalam 5 tahun ke depan. Rakyat di kepulawan ini dikorbankan untuk keberlangsungan kekuasaan jangka pendek.

Apakah kepulauan Kubang ini akan mengalami nasib yang sama seperti yang dialami rakyat Afrika kebanyakan? Apakah Negeri Kubang ini akan menjadi miskin dan penuh dengan korupsi karena politik diabdikan pada sentimen agama yang mengancam, bukan pada perang melawan korupsi dan kemiskinan?

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT