Beranda Mimbar Ide UKM PIB : Antara Pengawal Pancasila atau Alat Kendali Pemerintah

UKM PIB : Antara Pengawal Pancasila atau Alat Kendali Pemerintah

0
Asdar Nor

Oleh : Asdar Nor*

Mahasiswa, seorang pemuda yang tidak menjual hoax melainkan menawarkan ide dan gagasan bagi nusa dan bangsa. Mempunyai seribu akal, tetapi bukan untuk dipuji apalagi membangga diri. Selalu memberikan optimisme bukan pesimisme. Gerakannya bagai perang, tetapi penuh dengan revolusi  untuk bangsa yang tidak sepatutnya dikekang. Hakikat mahasiswa adalah kaum intelektual yang mempunyai visi dan misi serta kepemimpinan yang ideal. Idealisme dalam memimpin inilah yang seharusnya selalu ditanamkan untuk membawa Indonesia menuju Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.

Realitas saat ini, pergerakan mahasiswa mulai memudar, eksistensinya mulai dipertanyakan, dan tindakannya mulai dianggap radikal bahkan dianggap sebagai momok yang mengancam integralitas bangsa. Pergerakannya mulai diawasi, hal ini mulai dipertanyakan  apakah benar-benar seperti itu atau hanya dugaan belaka. Hal inilah yang dilaporkan oleh BNPT pada bulan Juni lalu, bahwa ada beberapa kampus yang terpapar radikalisme. Laporan inipun ditanggapi serius oleh Kemenristekdikti dengan melakukan pemanggilan sejumlah rektor berbagai universitas. Meskipun Muh. Nasir selaku Menristekdikti mengatakan bahwa hal ini masih persepsi tetapi tetap ditanggapi secara serius.

Sebelumnyapun pemerintah melalui presiden telah mengeluarkan Perpres nomor 7 tahun 2018 tentang Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP). Hal ini menurut Mahfud MD selaku salah satu anggota BPIP pada bulan Mei lalu adalah langkah untuk mempetahankan ideologi Pancasila, dan hal inipun dilator belakangi oleh hasil survei bahwa 9% rakyat Indonesia tidak setuju dengan  ideologi Pancasila. Meskipun kecil, tetapi jika dikalkulasikan 9% dari 250 juta itu adalah sekitar 24 juta, begitu ujarnya. Maka dibentuklah badan ini untuk menjaga kemurnian nilai-nilai ideologi bangsa. Beranjak dari hal itupun, Kemenristekdikti menduga melalui laporan BNPT bahwa ada beberapa kampus ternama yang terpapar radikalisme khususnya di kalangan mahasiswa.

Hal ini ditanggapi serius oleh Kemenristekdikti, dan terlihat jelas pada saat peringatan Sumpah Pemuda, di mana Kemenristekdikti mengeluarkan Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2018 tentang Unit Kegiatan Mahasiswa Pengawal Ideologi Bangsa (UKM PIB). Dalam permen ini diatur bahwa perguruan tinggi bertanggung jawab melakukan pembinaan ideologi bangsa, yang mengacu pada empat pilar kebangsaan yaitu UUD 1945, Pancasila, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, bagi mahasiswa dalam kegiatan kurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler. Muh. Nasir mengatakan bahwa organisasi ekstra kampus seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan lainnya dapat masuk kampus dan bersinergi dengan organisasi intra kampus di bawah pengawasan pimpinan perguruan tinggi melalui UKM PIB ini. Menristekdikti menegaskan bahwa Permenristekdikti ini tidak ditujukan untuk membatasi suara mahasiswa dalam berpendapat, namun sebaliknya Permenristekdikti ini bertujuan untuk mewadahi semangat tinggi dan daya kritis mahasiswa untuk membangun dan berkontribusi bagi Indonesia.

Berbagai tanggapanpun mulai bergulir, beberapa mengatakan hal ini merupakan langkah positif tetapi ada juga sebaliknya. Dengan menganggap hal ini adalah bentuk alat pengawasan dan kendali pemerintah melalui UKM PIB. Banyak mahasiswa beranggapan bahwa hal ini bisa saja strategi pemerintah untuk mengontrol mahasiswa secara tidak langsung sehingga apa yang terjadi di masa orde baru terulang kembali. Dimana, Pancasila ditafsiran sesuai dengan kehendak rezim orde baru yang mana segala kegiatan yang patut diduga dapat mengancam Pancasila didiskriminalisasi oleh Negara berdasarkan penerapan UU Nomor 11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi. Terlebih, pada masa orde baru melalui peraturan tersebut diterapkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK). Inilah yang dikhawatirkan terjadi kembali dengan adanya UKM PIB ini  yaitu dapat mengembalikan represivitas kebijakan NKK/BKK tersebut. Pandangan kritis ini memang sesuai jika melihat realitas yang ada. Jika melihat latar belakang dibuatnya peraturan tentang UKM PIB ini, pertama yaitu karena tanggapan BNPT tentang beberapa kampus ternama yang terpapar radikalisme meskipun menristekdikti mengamini bahwa hal ini masih sebatas persepsi. Kedua yaitu tanggapan Ketua BNPT Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius pada bulan Agustus lalu menuturkan bahwa mewaspadai berbagai potensi gangguan terorisme menjelang Pemilu 2019 yang kian dekat. Kesimpulannya adalah kebijakan ini karena anggapan bahwa adanya berbagai kampus yang terpapar radikalisme ditambah dengan pemilu yang semakin dekat sehingga dibentuklah UKM PIB sebagai solusi.

Tetapi yang menjadi keganjalan adalah isu radikalisme telah bergulir sejak tahun 2015 silam dengan adanya survei The Pew Research Center pada 2015 yang mengungkapkan bahwa di Indonesia, sekitar 4 % atau sekitar 10 juta orang warga Indonesia mendukung ISIS dan sebagian besar dari mereka merupakan anak-anak muda atau mahasiswa. Lalu mengapa dibentuknya pada saat menjelang pemilihan, seakan-akan kebijakan ini diambil untuk menjaga langkah pemerintah kedepannya khususnya yang akan mengikuti pemilihan umum kembali. Sehingga diskursus bahwa akan mengembalikan represivitas kebijakan NKK/BKK pada orde baru semakin tercium. Inipun karena pemerintah mengawasi secara tidak langsung gerak-gerik dari UKM PIB yang dibentuk ini sehingga semuanya dapat dimanajemen sesuai dengan kehendak pemerintah melalui UKM PIB. Pandangan kritis lainnya adalah akan terjadinya konflik horizontal antar UKM karena adanya UKM PIB ini. Hal ini dikarenakan tidak terjadi kebebasan politik di dalam dunia kampus. Dan kebijakan ini tentunya akan berdampak pada organisasi-organisasi yang belum sah dalam lingkup universitas, karena bisa saja mereka dicap sebagai organisasi radikal karena ketidaksahannya. Terlebih lagi, UKM PIB dapat menjadi alat untuk melegitimasi UKM atau organisasi yang dianggapnya sesuai dengan Pancasila atau tidak. Dibalik semua itu tentu sebagai mahasiswa yang berintegritas perlu adanya mindset positif terkait hal ini, untuk itu semoga saja hal ini sesuai dengan realitas yang disajikan bukan dengan maksud makarisasi yang memperalat  generasi penerus bangsa yang akan membawa Indonesia ke arah  lebih baik dan bermartabat.

*) Penulis adalah sekretaris Bidang Hikmah Pikom IMM Hukum Unhas

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT