Beranda Kesehatan Pandemi Covid-19 dan Kesadaran Sosial

Pandemi Covid-19 dan Kesadaran Sosial

0

Oleh : Muslim Haq. M*

Ditengah merebahnya pandemi Virus Corona Disease (Covid-19), Mengundang perhatian di mata dunia sebagai ancaman yang serius sebab “mengancam” keberlangsungan hidup manusia. Bukan hanya itu, aktivitas perekonomian ikut memburuk serta hubungan antar sesama harus ditakar untuk memutus mata rantai penyebaran covid 19 ini.

Penyebaran covid 19 begitu massif dan cepat sehingga dunia digegerkan nyaris kewalahan dalam menanganinya. Jumlah kasus kian meningkat bahkan berujung kepada kematian sehingga “kita” harus rela untuk berduka setiap saat.

Tak terkecuali di Indonesia yang mengalami hal serupa. Jumlah kasus yang semakin memprihatinkan serta kondisi perekonomian dalam negeri mengalami deficit sehingga mungkin saja hal ini membuat pemerintah lamban dalam mengatasi kasus pendemi Yang terjadi saat ini. Sri Mulyani (Menteri Keuangan Republik Indonesia) memperkirakan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar 2,3% (persen) karena virus corona. Namun, skenario terburuknya ekonomi RI minus hingga 0,4% (persen). “Outlook PE kita yang menurun di 2,3% (persen) bahkan jika semakin berat bisa negatif 0,4% (persen)”.Penyebab anjloknya pertumbuhan ekonomi tersebut karena konsumsi rumah tangga, investasi dan konsumsi pemerintah yang turun. Konsumsi rumah tangga menurun menjadi 3,2% (persen) hingga 1,6% (persen). Sementara, konsumsi pemerintah sedang dipertahankan tetapi memperlebar deficit tersebut. Meski demikian bukanlah suatu alasan terhadap pemerintah saat ini untuk mengambil langkah yang strategis dalam menangani pandemi virus corona, karena ini demi untuk keselamatan setiap warga Negara untuk menjamin hak konstitusional setiap warga Negara yang telah diberikan oleh Negara. Hal ini dipertegas dalam Pasal 28A UUD NRI 1945.

Dengan begitu, pamerintah menerbitkan peraturan perundang-undangan sebagai rule dalam menangani pandemi ini, yaitu PP. no. 21 tahun 2020 tentang Pembatasan social Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Virus Corona Disaese (Covid-19). Namun hal ini menuai kritikan sebab untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dinilai sangat birokratis dan belum tentu dikabulkan. Belum lagi tidak adanya jaminan kebutuhan hajat hidup setiap warga Negara berdasarkan PP tersebut. Karena itu, tak sedikit pihak meneriakan agar pemerintah melakukan karantina wilayah sebab dengan “karantina wilayah” jaminan hajat hidup setiap warga Negara maupun hewan ternaknya dijamin oleh Negara. Hal ini diatur dalam Pasal 55 Ayat (1) UU no. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Namun yang menjadi kendala untuk menerapkan karantina wilayah adalah tidak adanya Peraturan Pemerintah lebih lanjut untuk mengatur hal teknis sebagaimana amanat dari Pasal 60 UU no. 6 tahun 2018. Selain itu, kondisi perekonomian juga tidak mendukung sebab sebagaimana diawal diuraikan bahwa kondisis perekonomian dalam negeri saat ini mengalami deficit.

Oleh sebab itu, hal yang paling memungkinkan dilakukan secara hukum adalah pelaksanaan PSBB sebagaimana peraturan perundang-undangan yang ada, disamping untuk tetap memperhatikan dan mengikuti imbauan pemerintah melalui GUGUS TUGAS Percepatan Penanganan Covid-19, serta kebijakan-kebijakan lainnya yang berkaitan dengan pencegahan penyebaran virus corona.

Pertanggal 14 April 2020, update kasus corona mencapai 4.839 Positif, 459 Meninggal Dunia dan pasien sembuh 426 orang. Dengan situasi ini, tentu semakin memprihatinkan dan “keprihatinan” kita mesti sejalan dengan tindakan kita dalam realitas kehidupan. Belum lagi para tenaga medis sebagai garda terdepan saat ini yang mulai berguguran satu-persatu. Karena itu, saatnya bahu membahu dalam menekan angka penyebaran kasus corona ini. seluruh steck holder mesti hadir, mulai dari pemerintah, swasta, mahasiswa hingga seluruh lapisan warga masyarakat untuk mengambil peran masing-masing dengan memutus mata rantai penyebaran virus corona. Tingkat kesadaran dan ketaatan kita terhadap suatu kebijakan maupun peraturan hukum mesti ditingkatkan demi kemaslahatan bersama.

Dalam teori ketaatan hukum, menurut HC. Kelman bahwa ada 3 (tiga) tingkatan ketaatan hukum, antara lain: pertama; Compliance yaitu orang taat terhadap hukum karena takut sanksi, kedua; identification, dimana orang taat hukum karena takut hubungannya (hubungan sosial) rusak, dan ketiga; internalization; yaitu orang taat terhadap hukum karena sesuai dengan intrinsic yang dianutnya. Antar kesadaran dengan ketaatan hukum adalah suatu perkara tak bisa dipisahkan sebab “kesadaran hukum yang baik” yaitu“ketaatan terhadap hukum” sebaliknya “kesadaran hukum yang buruk” yaitu “ketidaktaatan terhadap hukum”. Nah, ditengah pandemi ini dibutuhkan “kesadaran hukum yang baik” terhadap imbauan pemerintah maupun peraturan hukum yang ada demi mencegah penyebaran virus corona.

Wallahu A’lam Bis-shawab.

*) Penulis adalah Ketua Umum Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Makassar Timur

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT