Oleh : Fahri Hamzah*
Bapak Hakim Tipikor kasus E-KTP telah membersihkan dakwaan KPK dari sampah… ini kelakuan mereka salama ini..
Saya senang karena hakim tipikor mulai kritis.. ruang sidang harus dibersihkan dari fiksi dan mitos..
Sebelum ini bahkan saya khawatir sekali kalau kebenaran materi tidak diutamakan.. rumor jadi fakta persidangan..
Maka merespon putusan majlis hakim yg menyebut hanya ada 3 anggota DPR yang menerima aliran dana EKTP saya tertegun
Sebab berapa banyak nama yang sudah hancur berkeping2 oleh penyebutan nama yang fiktif?
Putusan Hakim tersebut mengernyitkan dahi KPK dengan mengatakan akan dijadikan pertimbangan banding. KPK panik!
Tapi memang banyak fakta menarik terkait aliran dana EKTP ke anggota DPR, korupsi pengadaan barang dan jasa paling mudah dideteksi dari awal.
Apa mungkin bisa terjadi korupsi sebesar itu tanpa bisa diidentifikasi dari awal gelagatnya. Rasanya mustahil.
Jika melihat kerugian negara 2,3 Triliun maka apa mungkin ada kontraktor yang berani ambil proyek dengan angka buang mencapai 47% dari real cost?
Paling tinggi angka buang penawaran kontraktor hanya 30%, itupun dengan asumsi adendum 10% saat pelaksanaan.
Dlm kasus EKTP disebut kontraktor sudah berani bagi uang ke anggota DPR sampai 1,357 T di saat proyek belum tentu jadi.
Kontraktor mana yang seberani dan sekaya ini berani keluar uang 1,3 T di awal saat baru membahas rencana bahwa akan ada sebuah proyek?
Biasanya celah sogok dalam proyek pengadaan adalah di masa lelang, disinilah kontraktor biasanya berani keluar cash.
Maka putusan hakim hanya ada 3 anggota DPR yang terima aliran dana menemukan pembenarannya. Versi dakwaan KPK dipangkas hakim.
Namun mungkin juga KPK benar tentang cerita bagi-bagi uang, karena ada fakta (atau cerita) dalam dakwaan jaksa KPK.
Hal ini menarik karena ternyata KPK mengungkapkan sebuah “modus baru” dalam korupsi. Modus aneh…
Modus baru ini adalah terkait bagi-bagi uang ke anggota DPR RI dalam jumlah yang cukup besar menurut cerita KPK dalam dakwaan.
Kenapa hal ini disebut modus baru karena ditemukan fakta bahwa KPK menemukan ada pembagian uang dari seseorang yg sudah meninggal !!
Terungkap dalam dakwaan jaksa KPK halaman 9 yaitu pada rentang September-Oktober 2010 ada bagi-bagi uang di ruang kerja anggota DPR.
Pembagian uang itu dilakukan di ruang kerja anggota DPR atas nama ibu Mustokoweni dari FPG.
Ini hal yang luar biasa ditemukan KPK sampai dimasukan dalam dakwaan, yaitu beberapa anggota DPR menerima uang dari orang yang sudah meninggal.
Dan atau ada fakta orang yang sudah meninggal kembali ke kantornya menerima uang dari pengusaha. Serem kan..
Diketahui bahwa ibu Mustokoweni (Allohumagfirlaha) telah meninggal dunia pada tanggal 8 Juni 2010.
Namun KPK menemukan fakta bahwa ternyata almarhumah menerima uang di ruang kerjanya sebesar 400 ribu USD di bulan september 2010.
Beliau Almarhumah juga disebut membagi uang ke beberapa anggota DPR di bulan di mana beliau sudah meninggal.
Di antara anggota DPR yg ditemukan oleh KPK menerima uang dari orang yg sudah meninggal adalah;
Anas U 500 ribu USD, Arif Wibowo 100 ribu USD, Chairuman Harahap 550 ribu USD, Ganjar Pranowo 500 ribu USD, dll.
Agun Gunanjar 1 juta USD, Ignatius Mulyono 250 ribu USD, Taufik Efendi 50 ribu USD, Teguh Juwarno 100 ribu USD.. dll
Ada banyak yg lain…
Fakta baru ini menjadi penting untuk dikaji di fakultas ilmu hukum di berbagai universitas,..
Tapi hakim sekarang rajin memeriksa dakwaan… dan sekarang nampak rajin mencukur dakwaan yang gondrong..
Ini harapan baru penegakan hukum kita…
*) Penulis adalah Wakil ketua DPR RI