Beranda Mimbar Ide Serangan OTT Lagi

Serangan OTT Lagi

0
Fahri Hamzah

Oleh : Fahri Hamzah*

KPK OTT lagi di Malang, zaman Pak Jokowi paling banyak tangkapan… Pemerintah ini beternak maling!!! Jangan-jangan????

Kalau tidak sanggup menciptakan pemerintahan yang bersih lempar handuk aja…

Dalam sebulan ada 6 maling ditangkap korupsi. Terbesar sepanjang sejarah Republik ini… terus kita disuruh memuji pemerintahan?

Jadi kalau korupsi makin banyak itu artinya makin sukses? Ini ilmu dari mana?

Tapi, malam ini kepada pendukung Presiden @jokowi saya ajak berpikir agak dalam.. jangan salahkan Presiden dulu…

Prof Mahfud MD perlu membuat tulisan tentang istilah OTT dan legalitas penyadapan pasca keputusan MK 24/2/2011

Sebenarnya semua ahli hukum bertanggungjawab atas penggunaan pasal yang tidak ada dalam UU seperti OTT KPK ini.

Tetapi Prof Mahfud MD paling bertanggungjawab karena keputusan membatalkan pasal penyadapan dalam UU ITE dibaca beliau.

Dengan segala maaf kepada Prof Mahfud saya ingin meminta pertanggungjawaban akademik bapak. OTT KPK adalah ilegal.

Jangan dulu mengatakan semua hakim Tipikor membenarkan OTT KPK sebab saya minta pertanggungjawaban akademik.

Mari kita kaji secara akademik dan terbuka OTT KPK ini, sebab setelah itu baru kita masuk ke wilayah politik penegakan hukum.

Jika cerdik pandai terus menerus terintimidasi oleh sukses OTT KPK lalu kehilangan keberanian akademik, maka bahaya!

Selama ini, pembela KPK terus menerus memproduksi bahasa kekuasaan yang bahkan anti akademik. Menyedihkan!

Lucu, ada kampus melarang membahas revisi UU KPK. Seperti mau revisi kitab suci dianggap penistaan. Payah!

Maka saya mengajak para guru besar hukum seperti Prof Mahfud MD dan Prof Romli Atmasasmita duduk sebagai akademisi

Kembali kepada Prof Mahfud yang pada tanggal 24 Februari 2011 membaca keputusan MK membatalkan pada 31 (4) UU ITE No.11/2008.

Ijinkan saya mengutip beberapa pernyataan hakim MK pada hari itu yang dikutip oleh media massa pada hari itu dan hari selanjutnya.

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata ketua majelis hakim konstitusi Mahfud MD dalam amar putusanya.

“Menyatakan bahwa pasal 31 ayat 4 tidak berlaku lagi,” tandas Prof Mahfud

Sebelum membacakan amar putusan, dalam pertimbangannya, MK mengutip putusan MK sebelumnya tertanggal 19/12/2006 dan 30/3/2004.

Intinya menyatakan bahwa pembatasan melalui penyadapan harus diatur dengan UU guna menghindari penyalahgunaan wewenang yang melanggar HAM.

MK memandang perlu pengulangan karena penyadapan dan perekaman pembicaraan merupakan pembatasan terhadap HAM.

“Di mana pembatasan demikian hanya dapat dilakukan dengan UU sebagaimana diatur Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945,” kata Hakim Muhamad Alim

MK juga menimbang perlu adanya UU khusus yang mengatur penyadapan pada umumnya hingga tata cara penyadapan untuk masing-masing lembaga.

“Bahwa PP tidak dapat mengatur pembatasan HAM…..”

Pembentukan PP merupakan pengaturan administrasi dan tidak memiliki kewenangan untuk menampung pembatasan atas HAM

Saya lanjutkan sedikit soal OTT KPK karena selain ini terminologi baru, jangankan orang awam milenial, sarjana hukum pun belum tentu paham

Saya sudah pernah menulis beda arti kata “OTT” dan “TT” berdasarkan banyak pandangan pakar.

Bermodal pergaulan sebagai mantan pimpinan komisi hukum DPR RI saya mendapat akses yang cukup valid.

Suatu hari saya duduk panjang dengan profesor Laica Marzuki mantan wakil ketua MK dan juga MA. Beliau cerita kontradiksi itu.

Bahkan beliau menceritakan naskah-naskah bahasa Belanda yang mendefinisikan istilah heterdaad atau tertangkap tangan.

Saya juga sering duduk dengan bapak almarhum Adnan Buyung Nasution atau ABN terkait isu HAM di KPK

*) Penulis adalah wakil ketua DPR RI

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT