Oleh : Risman Taharuddin*
Merdeka, mari kita merefleksi sosok pejuang negeri ini yang mengalami kondisi ironis. Sebuah kemerdekaan bagi bangsa masih dapat dianggap semu. Kesejahteraan yang seharusnya dirasakan oleh semuanya ternyata hanya dinikmati segolongan saja, hanya dinikmati pula oleh para borjuasi dan penguasa. Akibatnya muncullah kasta, contohnya adanya spasi pemisah antar Si kaya dan Si miskin sangat nampak. Para pejuang yang tulus ikhlas membela tanah airpun tidak dapat mereguk manisnya hasil perjuangan dikala itu. Mereka tidak berkehidupan layak di negeri yang katanya semua sumber daya adalah milik kita bersama
Hal tersebut berbanding terbalik dengan kondisi pejuang bermental culas yang ketika berperang dulu mereka menjadi musuh dalam selimut. Selalu ingin menyelamatkan diri sendiri dari bahaya dengan berbagai cara. Para pejuang yang tak berprinsip tersebut sekarang tertawa lepas dan bahagia.
Indonesia yang usianya tak asing lagi di telinga kita, telah merdeka sudah 73 tahun lamanya, yang jadi pertanyaan mendasar; apa kita sudah merdeka? Apa selama ini sudah membangun masyarakat adil makmur di seberang jembatan kemerdekaan? Sebagai bangsa yang berdaulat kita harus lakukan otokritik terhadap apa yang kita lakukan. Kita sekarang mengalami disorientasi, kehilangan tujuan yang sejatinya, Kehilangan patriotisme, nasionalisme.
Di politik kita melihat ada politik pecah belah di bangsa sendiri, kita seperti diporak-porandakan bahkan dikelompokkan, hingga perang antar saudara. Di tambah lagi dengan adanya sebuah budaya KKN, kerja harus mempunyai orang dalam,lemah sekali mental kita kalau terus menerus memelihara budaya orang dalam tersebut yang hasilnya bukan memajukan negara melainkan menjadikan negara berjalan di tempat dengan penuh kemunduran.
Kembalikan Bumi, Air, Udara yang terkandung didalamnya untuk kemakmuran rakyat sesuai pasal 33 UUD 1945.
Berbicara pasal 33 UU 1945 dan melihat realita kekinian membuat jiwa kita geram, realitanya kemakmuran rakyat semakin menjauh dari jangkauan. Kemakmuran hanya dimiliki oleh golongan pemilik modal, kaum elitis, serta kaum borjuasi.
Inikah yang dicita-citakan oleh para pejuang dimasa lampau? Sangat miris, dimana kita melihat air yang sumbernya dari negeri kita, namun anak bangsa harus bersusah payah untuk membeli, dimana pasal 33 tersebut. 73 tahun telah berdiri, minoritas lebih berkuasa dan mayoritas lebih menjadi para budak dari mereka. Selamat hari lahir negeriku.
Cukup sudah hak hak rakyat di kebiri, di usia yang ke 73 tahun ini, hilangkanlah perpecahan, egoisme, perbedaan antara kasta yang ada untuk kemajuan dan kejayaan indonesia. Waktunya bekerja nyata untuk negeri. Jayalah negeriku yang ke 73 Tahun.
*) Penulis adalah Penggiat literasi di Gorontalo