Oleh : Rizal Pauzi*
Sebuah negara tentunya memilik cara sendiri untuk membangun bangsanya. Tentu dengan landasan idelogi negara, konstitusi dan kebijakan – kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah. Namun dalam perkembangannya, negara – negara akhirnya terklasifikasi dengan sendirinya menjadi negara maju dan negara berkembang. Ada pun pendekatan klasikasi yang digunakan bank dunia salah satunya adalah pendapatan per kapita.
Masyarakat dunia sampai masyarakat di pelosok desa pun mengetahui bahwa Indonesia masih merupakan negara berkembang. Walaupun Indonesia telah menggenapkan umurnya 70 tahun, namun berbagai kekurangan masih terjadi disana sini. Kemiskinan, kebodohan, korupsi dan sebagainya masih menjadi penyakit utama yang harus dituntaskan terlebih dahulu. Permasalahan inilah yang merupakan ciri utama negara – negara berkembang.
Merujuk pada sejarah, Indonesia adalah termasuk negara pelopor berdirinya negara – negara baru di Asia dan Afrika. Presiden Soekarno menjadi Pelopor diadakannya konferensi Tingkat tinggi (KTT) Asia Afrika yang salah satu tujuan utamanya adalah mendorong negara – negara di Asia dan Afrika untuk melawan penjajahan dan menjadi negara merdeka. Termasuk didalannya mendorong singapura, Malaysia, brunai darussalam untuk merdeka.
Namun menurut data yang dikeluarkan Word bank tahun 2012, Indonesia masih berada dibawah negara Singapura dan Malaysia. Baik itu secara kwalitas sumber daya manusia, infrastruktur, pelayanan publik, maupun tingkat korupsi. Ini relalitas yang menjadi tamparan bagi negara besar seperti Indonesia.
Indonesia setidaknya telah beberapa kali mengalami pergantian kepemimpinan dengan corak yang sangat berbeda. Di awal kemerdekaan, Soekarno dengan demokrasi terpimpinnya sangat dekat dengan Sosialisme. Bahkan sempat memunculkan gagasan Nasionalis, Agama dan Komunis (Nasakom). Dalam perjalanan waktunya, tidak ada peningkatan secara signifikan dalam segala aspek kehidupan khususnya dalam bidang ekonomi. Hanya saja saat itu kebebasan sangat dijunjung tinggi.
Ketika rezim orde lama runtuh, muncullah orde baru. Presiden Soeharto kala itu menggunakan sistem pemerintahan yang berbanding terbalik dengan orde lama. Sistem ini kemudian di beri nama demokrasi pancasila. Orde baru kemudian mengadopsi model teori pembangunan W.W. Rostow (Arif Budiman ; 2000) dengan konsep 5 tahap membangunan yakni masyarakat tradisional, pra kondisi tinggal landas, lepas landas,menuju kedewasaan dan era konsumsi tinggi . Konsep ini kemudian di jabarkan dalam konsep rencana pembangunan lima tahun (repelita). Konsep repelita ini kemudian membawa indonesia pada pencapaian swasembada pangan. Kemajuan ekonomi indonesia saat itu terbilang cukup pesat, namun kebebasan saat itu sangatlah dibatasi. Selain itu pembangunan yang dilakukan sangat sentralistik. Krisis global 1997 berdampak besar terhadap indonesia, disaat itu rakyat bergerakn menuntut reformasi total. Pada tanggal 21 Mei 1998, rezim orde baru runtuh dan muncullah era reformasi.
Benarkah langkah reformasi kita?
Ini adalah pertanyaan yang sederhana tapi tak tak akan ada ujungnya. Para pengagung kebebasan cenderung menganggap bahwa reformasi adalah jalan yang terbaik. Namun para pemikir yang mengutamakan kesejahteraan dan stabilitas negara menganggap bahwa reformasi ini justru membuat pembangunan ekonomi tidak merata, bahkan keamanan tak lagi terjamin. Sebagai bukti, kasus geng motor (begal) di berbagai daerah tak bisa diselesaikan, konflik akibat sengketa pemilihan kepala daerah, dll.
Dihampir semua negara, reformasi menjadi hal yang biasa. Namun reformasi yang dilakukan bukan dengan melakukan kudeta/ pergantian presiden atau kepala negara. Tetapi reformasi yang dilakukan adalah pembenahan sistem kenegaraan. Seperti keberhasilan negara georgia dalam melakukan reformasi birokrasi. Salah satu langkah yang paling radikal adalah melakukan tes ulang keseluruh pegawai negeri sipilnya, yang lolos gajinya di naikkan beberapa kali lipat dan yang tidak dipensiunkan. Hasilnya tak cukup sepertiga yang lolos. Semenjak itu pelayan publik di georgia mengalami kemajuan pesat.
Namun dalam merujuk konsep reformasi yang berhasil, indonesia cukup belajar ke negara tetanga. Singapura yang merupakan negara kecil dengan minim sumber daya alam mampu bergerak cepat menjadi negara maju. Tak perlu untuk melakukan studi banding atau menyewa konsultan dari Singapura untuk mempelajarinya. Setidaknya masyarakat Indonesia minimal membaca dan mendiskusikan dynamic goverment yang ditulis oleh Michael E Porter. Dalam buku ini di jelaskan proses landasan filosofis, kebudayaan, sistem pemerintahan khas singapura, inovasi dalam bidang pemerintahan dan bagaimana menjaga pemerintahan yang dinamis.
Dalam membangun gagasan reformasi, salah satu upaya yang harus dicontoh dari Singapura adalah pertama,merumuskan kerangka Public Service for the 21st Century (PS21). PS21 diluncurkan pada tahun 1995 untuk menanamkan urgensi perubahan di sektor publik. Dengan pendekatan holistik yang melibatkan semua sektor publik untuk perubahan organisasi – mengantisipasi perubahan, menyambut perubahan dan melaksanakan perubahan.
Konsep ini menjadi kunci keberhasilan pemerintahan di Singapura. Mereka telah memiliki kerangka konsep pelayanan publik masa lalu, sekarang dan akan datang. Sehingga dalam perumusan kebijakan tidak boleh keluar dari kerangka konsep tersebut. Hal ini bisa menghindari tumpang tindik regulasi, ketidak jelasan arah pemerintahan dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat.
Walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia telah melakukan reformasi birokrasi, namun yang dilakukan baru sebatas sektoral saja. Itu pun hanya setengah hati, terbukti dengan tak terselesaikannya permasalahan honorer serta rasionalisasi aparatur sipil negara (ASN). Olehnya itu, menurut hemat penulis yang perlu dilakukan Indonesia adalah membuat kerangka konsep pemerintahan indonesia secara menyeluruh seperti konsep PS21 milik singapura. Sehingga dalam melakukan reformasi tentunya memiliki arah dan kerangka yang jelas, tentunya menuju kepada Indonesia yang lebih baik. Reformasi adalah jalan perubahan, terserah apakah kearah yang lebih baik atau lebih hancur. Tapi yang penting adalah, spirit reformasi adalah spirit melayani rakyat bukan melayani penguasa.
*) Penulis adalah Peneliti Public Policy Network dan Mahasiswa Pascasarjana Unhas