
Matakita.co, Bali — Perkumpulan Ahli Rekayasa Pantai Indonesia (PARPI) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Tahap II Penyusunan Naskah Akademik tentang Pengelolaan Reklamasi Wilayah Pesisir. Kegiatan ini dilaksanakan secara hybrid di Hotel The Akmani Legian, Kabupaten Badung, Bali, Senin (29/12/2025).
FGD ini menghadirkan perwakilan kementerian dan lembaga, akademisi, pakar teknik pantai, serta organisasi masyarakat sipil untuk membahas kebutuhan regulasi reklamasi pesisir yang terpadu, berkelanjutan, dan berkeadilan.
Kegiatan diawali dengan sambutan Ketua Umum PARPI, Prof. Dr. Ir. Muhammad Arsyad Thaha, MT., IPM, yang menyampaikan apresiasi kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) atas kepercayaan yang diberikan kepada PARPI dalam mendukung penyusunan naskah akademik kebijakan reklamasi pesisir.
Guru Besar Teknik Universitas Hasanuddin ini menegaskan komitmen PARPI untuk mendorong lahirnya kebijakan reklamasi yang berkelanjutan, berbasis keilmuan, dan berpihak pada kepentingan publik.
FGD kemudian dibuka secara resmi oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP, Dr. Miftahul Huda, S.Si., M.Si., melalui pertemuan daring. Dalam sambutannya, ia menekankan pentingnya penerapan standar nasional yang seragam dalam pengelolaan reklamasi pesisir guna menjamin kepastian hukum dan tata kelola yang berkeadilan di seluruh daerah.
“Standar reklamasi harus sama secara nasional. Perbedaan antar daerah cukup diakomodasi melalui pendekatan pelaksanaan, bukan melalui perbedaan aturan,” tegasnya.
Menurut Dr. Miftahul Huda, penyusunan naskah akademik ini bertujuan untuk mendudukkan seluruh pemangku kepentingan dalam satu kerangka kebijakan nasional dan tidak hanya berada dalam konteks PARPI. Regulasi reklamasi harus mempertimbangkan implikasi lintas sektor karena selama ini praktik reklamasi kerap dijalankan dengan pendekatan yang berbeda-beda.
Ia juga menegaskan bahwa pengaturan reklamasi tidak semata-mata menyangkut aspek teknis konstruksi, tetapi harus memperhatikan aspek lingkungan, sosial, budaya, serta perbedaan nilai yang hidup di tengah masyarakat pesisir.
Setelah pembukaan, kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan Draf Naskah Akademik Pengelolaan Reklamasi oleh Sekretaris Jenderal PARPI, Dr. Ir. Chairul Paotonan, ST., MT., sebagai pengantar rangkaian diskusi panel dan perumusan rekomendasi kebijakan.
Pada sesi pertama yang dimoderatori Prof. Dr. Ir. Ni Nyoman Pujianiki, ST., MT., M.Eng., IPM, diskusi difokuskan pada perizinan reklamasi di wilayah pelabuhan dan pentingnya kajian lingkungan hidup. Penilik Direktorat Kepelabuhanan Kementerian Perhubungan, Alexander Volta Matondang, ST., MT., menegaskan bahwa perizinan reklamasi bersifat lintas sektor dan tidak dapat dilepaskan dari aspek tata ruang, lingkungan, persetujuan pemerintah desa, serta kearifan lokal.
Sementara itu, Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Anwar Daud, SKM., M.Kes, menyampaikan bahwa reklamasi pesisir termasuk kegiatan berisiko tinggi sehingga wajib didukung kajian lingkungan pesisir yang khusus dan komprehensif sesuai peraturan perundang-undangan.
Sesi kedua yang dimoderatori Eko Pradjoko, ST., M.Eng., Ph.D., menyoroti reklamasi sebagai instrumen kebijakan yang bersifat kondisional. Direktur Sumber Daya Air Kementerian PPN/Bappenas, Dr. Mohammad Irfan Saleh, ST., MPP, mendorong pengelolaan pesisir terpadu berbasis adaptasi perubahan iklim dan penerapan nature-based solutions.
Guru Besar Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada, Prof. Ir. Nur Yuwono, Dip.H.E., Ph.D., menegaskan bahwa reklamasi pesisir merupakan pilihan pembangunan yang sah sepanjang direncanakan secara hati-hati, sesuai tata ruang, dan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Reklamasi harus diposisikan sebagai solusi berkelanjutan, bukan ancaman, dengan tujuan yang jelas, pengelola yang kredibel, serta pengendalian negara yang kuat,” ujarnya.
sementara itu Pakar Hidrodinamika Pantai/Guru Besar Teknik Kelautan InstitutTeknologi Sepuluh November Surabaya (ITS). Prof. Suntoyo, ST., M.Eng., Ph.D., IPU. menekankan bahwa Pemanfaatan sedimentasi laut sebagai material reklamasi berpotensi menjadi solusi berkelanjutan, asalkan didukung pemetaan yang tepat dan tetap memperhatikan dampaknya terhadap dinamika pesisir,
Dari sisi hukum, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Udayana, Prof. I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja, SH., M.Hum., LL.M., Ph.D., menilai pengaturan reklamasi masih menghadapi persoalan kekaburan norma, tumpang tindih kewenangan, dan ketiadaan standar nasional.
Perwakilan Masyarakat Adat Bali, Ir. I Gede Anom Prawira Suta, ST., MT., mengingatkan bahwa Bali memiliki sejarah kelam reklamasi sehingga kejelasan alih fungsi lahan dan batas boleh-tidaknya reklamasi menjadi krusial. Ia juga menyoroti bahwa AMDAL masih cenderung teknis, minim pertimbangan sosial-budaya, serta belum sepenuhnya partisipatif.
Direktur WALHI Bali , Made Krisna Dinata, S.Pd., M.Pd., menilai kebijakan reklamasi masih minim partisipasi publik dan keterbukaan informasi. Ia menyebut dampak sosial reklamasi tidak pernah ditampilkan secara utuh, termasuk kerusakan sekitar 17 hektare mangrove, sementara reklamasi jalan penghubung seluas 1,7 hektare kerap disebut sebagai sedimentasi padahal berada di wilayah pasang surut.
“Reklamasi ini tidak memberikan manfaat bagi masyarakat, justru mengisolasi masyarakat pesisir dan mengabaikan kearifan lokal dengan mengubah bentang laut menjadi daratan,” ujarnya.
Sementara itu, Dosen Universitas Udayana, I Gede Hendrawan, S.Si., M.Si., Ph.D., menilai reklamasi dapat menjadi kebutuhan dalam konteks tertentu, namun hanya dapat dibenarkan apabila sejak awal dibatasi secara tegas untuk tujuan kelestarian lingkungan dan kepentingan masyarakat umum.
FGD ini menegaskan pentingnya standar teknis nasional, mekanisme perizinan berlapis, audit pra dan pascareklamasi, serta keterbukaan informasi dan partisipasi masyarakat. Seluruh hasil diskusi akan dirumuskan dalam naskah akademik sebagai dasar penyusunan RPP tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. PARPI dalam FGD ini juga menghimpun saran dari berbagai peserta dan terbuka ke publik secara umum melalui email resmi parpi.or.id@gmail.com




































