Beranda Hukum Insiden Satpol PP Gowa ; Penegakan Hukum yang (Belum) Berkeadilan dan Mengayomi

Insiden Satpol PP Gowa ; Penegakan Hukum yang (Belum) Berkeadilan dan Mengayomi

0
Adinda Nurul Aulia Maksun

Oleh : Adinda Nurul Aulia Maksun*

“Ubi Societas ibi Ius” adalah adagium hukum yang berbunyi “Dimana ada masyarakat, disitu ada hukum”. Hal ini menandakan bahwa eksistensi hukum sangat diperlukan dalam mengatur seluruh lini kehidupan.

Pada prinsipnya, penegakan hukum hadir untuk mewujudkan rasa keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan dalam masyarakat. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya kesadaran dan ketaatan hukum oleh masyarakat juga sangat penting dalam mewujudkan hal tersebut.

Hukum yang diciptakan diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam bertindak bagi masyarakat. Ketika masyarakat tidak sadar dan taat akan hukum yang berlaku, maka aparat penegak hukum sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah akan melaksanakan tugasnya dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Namun disisi lain, realitasnya penegakan hukum justru membuat resah masyarakat. Terlebih lagi semenjak berlakunya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) untuk mencegah penyebaran covid-19 disejumlah kabupaten/kota di Indonesia.

Sebagai penegak peraturan Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) memiliki Tanggung jawab untuk melakukan operasi penertiban. Tugas ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 148, 149 UU No 34 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, bahwa (1) Untuk membantu Kepala Daerah dalam menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja.

Namun, beberapa hari terakhir ini berbagai insiden terjadi dalam penertiban masyarakat. Salah satunya yakni beredarnya video Satpol PP Kab. Gowa, Sulawesi Selatan yang melakukan Operasi Penertiban PPKM yang menuai banyak komentar di media sosial(14/7/2021). Sangat disayangkan, dalam video tersebut terlihat tindakan primitif (kekerasan) yang dilakukan oleh salah satu oknum Satpol PP kepada pemilik Kafe yang seharusnya tindakan tersebut tidak dilakukan.

Walaupun, Satpol PP sebagai perangkat daerah bertugas untuk menegakkan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman serta perlindungan masyarakat. Namun, perilaku atau tindakan arogan oleh oknum Satpol PP ini tidak dapat dibenarkan walaupun memiliki tujuan yang baik.

Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia dan merupakan sebuah tindak pidana. Hal tersebut diatur dalam Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi: “Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

Di dalam KUHP sendiri tidak memberikan penjelasan secara komprehensif tentang “penganiayaan”. Namun berdasarkan yurisprudensi telah diartikan bahwa penganiayaan adalah segala yang menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka. Sehingga, tindakan represif yang dilakukan oleh oknum Satpol PP dalam video tersebut merupakan tindakan penganiayaan.

Pada dasarnya, Satpol PP bertugas untuk menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. Namun, kemampuan aparat Satpol PP dalam menindak juga menjadi poin yang penting.

Oknum Satpol PP di Kab. Gowa belum tuntas terkait pemahaman dalam pelaksanaan Petunjuk teknis Standar Operasional Prosedur (SOP) Satpol PP. Hal ini diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2011 Tentang Standar Operasional Prosedur Satuan Polisi Pamong Praja yang dapat disimpulkan bahwa “Hadirnya SOP Satpol PP adalah sebagai pedoman bagi Polisi Paming Praja dalam melaksanakan tugas, dan untuk mewujudkan keseragaman pelaksanaan tugas”. Sehingga penting untuk dipahami dengan baik oleh Polisi Pamong Praja.

Meskipun, tindakan penertiban non-yustisial merupakan bagian dari kewenangan Satpol PP yakni tindakan yang dilakukan dalam rangka mengaja dan/atau memulihkan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat terhadap pelanggaran Perda dan/atau Perkada dengan cara sesuai dengan ketetentuan peraturan perundang-undangan dan tidak sampai proses peradilan. Namun, sikap tegas penertiban tersebut tidak dapat diartikan sebagai kebebasan dalam melakukan tindakan represif.

Adapun Kewajiban Satpol PP termaktub dalam Pasal 21 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum Ketentraman Masyarakat Serta Perlindungan Masyarakat bahwa :

1. Membantu melakukan pemantauan terhadap ancaman konflik sosial dan gangguan keamanan, ketentraman, dan ketertiban masyarakat.

2. Membantu melakukan pendataan dan melaporkan jumlah kerugian materi akibat bencana, kebakaran dan gangguan keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat.

Berdasarkan dari pasal tersebut, Ketentraman harus berbarengan antara kesadaran dan ketaatan masyarakat serta cara penanganan Satpol PP dalam penertiban masyarakat. Kepekaan sosial dari aparat harus dibangun, ketegasan yang muncul tersebut harus melalui pengayoman, kesantunan, dan sikap yang humanis dari aparat. Sehingga tugas dalam menyelenggarakan ketertiban umum, ketentraman, dan perlindungan masyarakat dapat berjalan beriringan.

Kejadian yg terjadi tersebut merupakan perbuatan oknum, jangan digeneralisir tetapi menjadi pembenahan kedepannya untuk aparat dan juga masyarakat.

Olehnya itu, menjadi Tanggung jawab pemerintah daerah khususnya Kabupaten Gowa untuk melakukan pembinaan dan pelatihan terhadap Satpol PP untuk menaati SOP dalam menjalankan tugas Serta mengedepankan pendekatan humanis dan kearifan lokal dalam melakukan penindakan terhadap masyarakat yang melanggar. Disisi lain, masyarakat tentunya juga harus menghormati Satpol PP sebagai bagian dari penegak hukum. Karena dengan kerjasama yang baik, ketentraman masyarakat akan terwujud.

*) Sekretaris Umum Pikom IMM Hukum UNHAS Cabang Makassar Timur

Facebook Comments