Beranda Literasi Gerakan M-112

Gerakan M-112

0
*Abdul Hafid Paronda*
*Abdul Hafid Paronda*

Oleh: Hafid Paronda*

Di usia 112 tahun, Muhammadiyah melaksanakan Tanwir di Kupang. Perspektif Inklusi kemanusiaan semakin cair. Bukan hanya karena wilayah itu dihuni oleh tokoh dan masyarakat penganut Kristen taat, tapi justru bagai follow up akomodasi “Kristen Muhammadiyah (Krismu)” yang sejak lama sudah menjadi salah satu _”icon”_ humanitas pelayanan perguruan tinggi Muhammadiyah dalam mengakomodasi mahasiswa non-Muslim (baca Kristen). Salah satu Realisasi Gerakan Kerahmatan Semesta,  Islam- Rahmatan Lil ‘Alamin.

Bagai pohon yang tumbuh kian besar dan tinggi, maka angin yang menerpanya pun bisa makin kencang.

Selaku lembaga dan ormas yang lahir dari candradimuka ketulusan juang, visi-misi Muhammadiyah sudah teruji sebagai legenda pengayoman, dedikasi, dan kepedulian pemberdayaan. Bahkan pemicu positifnya demikian banyak (instrumen pendidikan, ekonomi, sosial, dan kesehatan), sehingga akselerasi terwujud secara otomatis. Orientasinya kian tajam, terutama kekentalan sosio-kultural keislaman yang sangat signifikan.

ADVERTISEMENT

Namun dalam konteks sustainable development (pengembangan berkelanjutan), ada 3 indikator utama yang perlu mendapatkan perhatian secara proporsional. Yakni: agregasi, afiliasi, dan kontingensi. Ketiganya sangat urgen untuk diverifikasi secara aktual sebagai strategi untuk menggaransi bahwa mekanisme transformasi tetap berjalan dinamis pada koridor pertumbuhan berkemajuan.

Agregasi

Dari segi sosiologis, pola rekruitmen dalam Persyarikatan Muhammadiyah relatif amat terbuka dan berjalan secara alamiah. Namun secara spesifik, menarik ditilik konteks akomodasi keanggotaan ortom, khususnya yang berbasis keilmuan dan pendidikan tinggi. Misalnya Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Hal ini terkait dengan bibit awal persyarikatan yang disemaikan dalam perspektif modernitas sehingga berkonsekuensi pada indikator profesional dalam setiap pengembangan kiprahnya.

Profesionalitas itu semakin dibutuhkan seiring dengan tuntutan pelayanan dan dinamika tantangan terkait perkembangan teknologi dan budaya industrial. Persyarikatan butuh pasokan raw material SDM berbasis akademis dan skill-vokasional.

Pada tataran praktis, mekanisme ini sudah berjalan. Namun dibutuhkan penguatan (strengthening) agar outcome – nya makin signifikan.

Dengan begitu maka strategi agregasi akan menghadirkan kandidat pengabdi yang akan mengawal tata kelola Persyarikatan secara profesional dengan kinerja yang terus bertumbuh.

Afiliasi

Kreativitas manusia tidak bisa dikekang, khususnya alternatif pengembangan diri terkait personal capacity building dan penguatan kontribusi yang kadang berhubungan dengan interaksi lintas komunitas dan kinerja profesionalitas.

Dalam konteks ini, anggota dan pengurus Persyarikatan sangat boleh jadi ada yang aktif dalam lembaga dan organisasi profesi (dosen, lawyer, akuntan, notaris, hakim, pengusaha, konsultan, dll), atau bahkan birokrat dan politisi.

Aspek afiliasi menjadi penting, khususnya terkait dengan upaya merawat kapabilitas, kredibilitas, dan profesionalitas yang tidak hanya menuntut attitude  yang terasah, tapi juga ketangguhan responsibilitas dan akuntabilitas.

Karenanya, Muhammadiyah selalu menjaga dan melakukan verifikasi berkala dan berkelanjutan terkait urgensi politik bermoral (“high politic”) dan ketulusan pengabdian.

Pada Tanwir Kupang yang baru saja digelar, Presiden RI, Prabowo Subianto datang dan menyajikan sambutan dengan penegasan betapa “sangat Muhammadiyah”-nya NKRI ini. Dari sisi paternalistik, secara sosio-historis, biasanya narasi yang demikian bisa menjadi penawar dan pengaman latar belakang “afiliasi”. Minimal dalam lalu lintas rekomendasi dan kebijakan birokrasi.

Rantai adaptasi biasanya akan berjalan secara alamiah walau tetap mengikuti pakem tahapan administrasi. Norma, Prosedur, Standard, dan Kriteria (NPSK) tetap perlu dicermati, yang notabene adalah bagian integral dari “Kreativitas Laten” kader Muhammadiyah.

Tentu saja, profesionalitas tata kelola perkaderan pada seluruh level dan kategori selalu harus dievaluasi dengan verifikasi dan validasi yang tajam. Sebuah kemestian modernitas yang tidak bisa dihindari.

Kontingensi

Agregasi dan afiliasi akan aman ketika kontingensi (contingency) benturan bisa dihindari atau minimal dikendalikan dalam batas-batas yang proporsional. Dengan begitu, friksi akan terjauhkan.

Perbedaan pola pikir, cara pandang, dinamika perspektif merupakan faktor signifikan yang potensial untuk memicu. Terlebih lagi jika ada unsur kepentingan “tertentu” yang mengarah pada “oportunisme” dan/atau “pragmatisme”. Betapa tidak, dua terminologi yang terakhir itu sangat bertentangan diametral dengan filosofi pengabdian dan prinsip dasar ketulusan.

Sebuah kesadaran aktual akhirnya tak terelakkan. Yakni, kecermatan evaluasi internal secara berkelanjutan. Sebuah pemantik perawatan Persyarikatan agar selalu istiqamah dalam Transformasi Berkelanjutan dan Berkemajuan. Gerakan Kerahmatan Semesta yang baru saja mendapatkan pasokan energi kolosal strategisnya pada Tanwir di usia 112 tahun, di Kota Kupang, NTT.

Nashrun minallah wafathun qarib. Wabasysyiril Mu’minin

*) Penulis adalah warga Muhammadiyah

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT